Tulang Melemah Tanpa Gejala Saat Menopause Bisa Jadi Osteopenia
- Pixaby
Lifestyle –Tidak semua perubahan dalam tubuh terasa jelas. Salah satu yang paling mengejutkan bagi banyak perempuan adalah saat tulangnya melemah perlahan tanpa disadari—hingga suatu hari terjadi patah tulang yang mengejutkan. Ini bukan hanya kisah fiksi; ini realita banyak perempuan yang mengalami osteopenia, kondisi penurunan kepadatan tulang yang menjadi peringatan sebelum osteoporosis menyerang.
Mengejutkannya, osteopenia sering kali muncul bersamaan dengan masa perimenopause dan menopause, masa ketika hormon-hormon tubuh perempuan mengalami perubahan besar. Sayangnya, topik ini masih belum banyak dibahas secara luas seperti halnya menopause atau osteoporosis itu sendiri. Padahal, osteopenia bisa menjadi sinyal penting agar perempuan mulai memperhatikan kesehatannya lebih serius, terutama kesehatan tulangnya.
Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang hubungan antara menopause dan osteopenia, apa saja gejalanya, bagaimana mengenalinya sejak dini, dan langkah apa yang bisa diambil untuk melindungi tulang sejak sekarang.
Apa Itu Osteopenia?
Osteopenia adalah kondisi di mana massa tulang lebih rendah dari normal, tapi belum cukup rendah untuk diklasifikasikan sebagai osteoporosis dengan kata lain, ini adalah peringatan awal. Profesor kedokteran di Columbia University Medical Center, Dr. Ethel Siris menyebut osteopenia sebagai "silent erosion"—pengikisan tanpa suara.
“Banyak perempuan tidak tahu bahwa tulangnya mulai menipis karena tidak ada rasa sakit atau gejala awal. Biasanya diketahui setelah jatuh dan mengalami patah tulang,” jelasnya.
Salah satu faktor terbesar yang memicu osteopenia pada perempuan adalah penurunan hormon estrogen yang tajam saat menopause. Seperti diketahui, estrogen memiliki peran penting dalam menjaga kepadatan tulang. Ketika kadar hormon ini turun, proses resorpsi tulang (penguraian tulang) meningkat, sementara pembentukan tulang baru tidak mampu mengejar kecepatan tersebut.
Profesor Rebecca Jackson dari Ohio State University menjelaskan bahwa menopause adalah titik balik bagi banyak perempuan. Kita kehilangan estrogen secara drastis, dan ini memicu percepatan kehilangan tulang hingga 20 persen dalam 5-7 tahun setelah menopause. Oleh karena itu, masa perimenopause (transisi menuju menopause) adalah waktu yang sangat penting untuk mulai memperhatikan kesehatan tulang.
Beberapa faktor yang meningkatkan risiko osteopenia selama menopause antara lain:
- Usia di atas 50 tahun
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Postur tubuh kecil atau kurus
- Kurang asupan kalsium dan vitamin D
- Gaya hidup sedentari (minim aktivitas fisik)
- Konsumsi alkohol atau merokok
Selain itu, perempuan yang menjalani menopause dini (sebelum usia 45 tahun) atau menjalani operasi pengangkatan ovarium juga memiliki risiko lebih tinggi.
Meskipun tidak selalu berkembang menjadi osteoporosis, osteopenia yang tidak ditangani bisa menyebabkan tulang semakin rapuh dan akhirnya meningkatkan risiko patah tulang.
Profesor endokrinologi dari Columbia University, Dr. Elizabeth Shane menyatakan bahwa satu dari dua perempuan akan mengalami patah tulang terkait osteoporosis setelah usia 50. Tapi banyak dari mereka sebenarnya sudah memiliki osteopenia sebelumnya. Ini adalah waktu yang sangat penting untuk intervensi. Patah tulang pada lansia bisa berdampak serius, dari penurunan mobilitas, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian dini akibat komplikasi medis.
Bagaimana Mengetahui Kita Mengalami Osteopenia?
Sayangnya, osteopenia tidak memiliki gejala khusus. Satu-satunya cara mengetahui adalah melalui tes kepadatan tulang (Bone Mineral Density/BMD) dengan menggunakan DEXA scan (Dual-energy X-ray Absorptiometry).
Organisasi kesehatan di banyak negara, termasuk National Health Service (NHS) di Inggris, menyarankan perempuan usia 50 tahun ke atas, atau yang memiliki faktor risiko, untuk melakukan tes DEXA secara berkala.
Langkah-Langkah Mencegah dan Mengatasi Osteopenia
Kabar baiknya, osteopenia bisa dicegah dan ditangani jika diketahui sejak dini. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Nutrisi Seimbang Kaya Kalsium dan Vitamin D
Kalsium adalah bahan dasar pembentukan tulang. Vitamin D membantu tubuh menyerap kalsium. Kombinasi keduanya sangat penting untuk memperkuat tulang. Konsumsilah susu rendah lemak, yogurt, keju, sayuran hijau seperti brokoli dan kale, serta paparan sinar matahari pagi untuk membantu pembentukan vitamin D alami.
2. Olahraga Beban dan Latihan Kekuatan
Latihan seperti jalan kaki cepat, naik-turun tangga, angkat beban ringan, dan yoga dapat merangsang pembentukan tulang baru. Profesor Jane Cauley dari University of Pittsburgh menjelaskan bahwa tulang adalah jaringan hidup dan merespons terhadap tekanan. Olahraga adalah salah satu cara alami untuk menguatkannya.
3. Hindari Alkohol dan Rokok
Alkohol dan rokok mempercepat penurunan kepadatan tulang. Jika Anda sudah memasuki masa menopause, menghindari kedua hal ini menjadi langkah penting menjaga tulang tetap kuat.
4. HRT (Terapi Penggantian Hormon)
Untuk beberapa perempuan, dokter mungkin merekomendasikan terapi penggantian hormon (HRT) untuk membantu menjaga kadar estrogen tetap stabil. Namun, HRT memiliki efek samping dan risiko tertentu, sehingga harus dibahas bersama dokter.
5. Pemeriksaan Rutin
Bagi perempuan menopause, sangat penting melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk pemeriksaan kepadatan tulang setidaknya setiap 2-3 tahun sekali.
Dengarkan Tulang Anda
Perimenopause dan menopause bukan akhir dari vitalitas, tetapi masa transisi yang penting untuk mengenal tubuh lebih dalam. Osteopenia mungkin tidak menunjukkan gejala, tapi bukan berarti bisa diabaikan. Justru dengan mengetahui risikonya lebih awal, Anda memiliki peluang lebih besar untuk menjaga kualitas hidup di masa tua.
Jangan menunggu sampai patah tulang pertama. Jadikan informasi ini sebagai alarm lembut agar kita semua, khususnya para perempuan usia 40-an dan 50-an, mulai lebih peduli pada kekuatan tulangnya. Ingatlah, kesehatan tulang bukan soal usia—tapi soal perhatian.