Menopause Bisa Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung? Ini Jawaban Ahli

Ilustrasi jantung
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Banyak perempuan melewati masa menopause dengan fokus pada gejala yang tampak seperti gelombang panas, tidur terganggu, perubahan suasana hati, atau siklus menstruasi yang mulai tak menentu. Namun, di balik semua perubahan itu, diam-diam ada satu organ vital yang juga terdampak yakni jantung.

Bukan Cuma Pahala, Puasa Arafah Ternyata Ada 6 Efek Dahsyat untuk Kesehatan!

 

Menopause bukan sekadar akhir dari masa subur, tapi juga awal dari serangkaian perubahan biologis yang memengaruhi sistem tubuh secara menyeluruh, terutama sistem kardiovaskular. Tanpa disadari, risiko penyakit jantung mulai meningkat pada tahap ini, bahkan untuk perempuan yang sebelumnya sehat.

Kenapa Tubuh Bengkak dan Berat Badan Naik Drastis? Waspadai Bisa Jadi Pertanda Ginjal Bocor

 

Profesor kedokteran di Harvard Medical School dan kepala preventif di Brigham and Women's Hospital, Dr. JoAnn E. Manson,menyebut bahwa penurunan estrogen yang terjadi saat menopause memainkan peran penting dalam perubahan fungsi pembuluh darah dan metabolisme, yang bisa meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Mengenal Tanda-Tanda Anak Stres, Orang Tua Jangan Anggap Drama!

 

Namun sayangnya, masih banyak perempuan yang belum menyadari bahwa penyakit jantung adalah penyebab kematian nomor satu pada wanita setelah menopause. Kelelahan, sesak napas ringan, dan detak jantung tidak beraturan seringkali disalahartikan sebagai bagian normal dari penuaan, padahal bisa jadi tanda awal yang tidak boleh diabaikan.

 

Artikel ini akan mengupas bagaimana menopause memengaruhi jantung, apa yang dikatakan para ahli dari institusi medis ternama, serta langkah pencegahan penting agar Anda tetap sehat dan kuat menjalani fase hidup ini.

 

Hubungan Antara Menopause dan Penyakit Jantung

Saat seorang wanita memasuki menopause, tubuhnya mengalami penurunan produksi hormon estrogen secara drastis. Estrogen adalah hormon utama yang memberi banyak perlindungan bagi tubuh perempuan selama masa reproduktif. Salah satu fungsi terpentingnya adalah menjaga elastisitas dan fleksibilitas pembuluh darah, membantu mereka berkontraksi dan relaksasi dengan baik. Estrogen juga membantu mengatur kadar kolesterol, mencegah penumpukan plak di dinding arteri, serta memelihara tekanan darah tetap stabil.

 

Namun, saat menopause tiba, kadar estrogen menurun drastis. Profesoe kedokteran di Harvard Medical School, Dr. JoAnn E. Manson menyebut bahwa penurunan ini menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih kaku dan rentan terhadap inflamasi, serta meningkatkan risiko pembentukan plak aterosklerotik, yang merupakan pemicu utama serangan jantung dan stroke.

 

“Estrogen seperti perisai bagi jantung. Ketika itu menghilang, jantung jadi lebih rentan terhadap berbagai ancaman," ujar Dr. Manson.

 

Selain itu, setelah menopause, tubuh perempuan lebih mudah mengalami sindrom metabolik, yaitu kumpulan kondisi seperti kadar kolesterol LDL meningkat, HDL menurun, penumpukan lemak di perut, peningkatan tekanan darah dan resisten insulin. Semua faktor ini memperbesar risiko penyakit jantung secara signifikan. Bahkan perempuan yang sebelumnya memiliki gaya hidup sehat bisa mengalami perubahan metabolik yang signifikan dalam beberapa tahun pertama menopause.

 

Tak sampai di situ, sebelum menopause, perempuan cenderung menyimpan lemak di sekitar pinggul dan paha, yang secara medis dianggap lebih ‘aman’ terhadap risiko jantung. Tapi setelah estrogen menurun, distribusi lemak bergeser ke bagian perut yang dikenal sebagai lemak visceral. Lemak ini membungkus organ dalam dan sangat aktif secara hormonal, meningkatkan peradangan dan mengganggu fungsi pembuluh darah. Penelitian dari Johns Hopkins University menunjukkan bahwa akumulasi lemak visceral setelah menopause berkorelasi erat dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan diabetes tipe 2.

 

Menopause juga sering datang bersamaan dengan gangguan tidur kronis, kecemasan, dan depresi ringan hingga sedang. Hal ini bukan hanya berdampak pada kesehatan mental, tapi juga memengaruhi ritme jantung, tekanan darah, dan sistem kekebalan tubuh. Menurut British Menopause Society, perempuan menopause dengan insomnia berisiko lebih tinggi mengalami hipertensi dan takikardia (detak jantung terlalu cepat), terutama jika tidak ditangani dengan pendekatan menyeluruh—baik medis maupun gaya hidup.

 

Sementara itu, dalam studi yang dilakukan di University of Leeds, Inggris, menunjukkan bahwa setelah menopause, pembuluh darah menjadi lebih responsif terhadap stres dan lebih lambat kembali ke keadaan normal. Ini berarti ketika perempuan mengalami stres emosional, tekanan darah mereka cenderung meningkat lebih cepat dan bertahan lebih lama, menciptakan risiko tambahan terhadap serangan jantung yang disebut sebagai “broken heart syndrome” atau takotsubo cardiomyopathy.

 

“Kami melihat bagaimana jantung perempuan bereaksi lebih intens terhadap kehilangan hormonal—dan itu bukan hanya metaforis,” ujar profesor kardiologi di University of Leeds, Dr. Chris Gale

 

 

Tanda-Tanda yang Sering Diabaikan

Banyak perempuan tidak menyadari bahwa gejala penyakit jantung bisa sangat berbeda dengan pria. Jika pria biasanya mengalami nyeri dada hebat, wanita justru bisa menunjukkan tanda-tanda lebih halus seperti:

 

  • Kelelahan luar biasa meskipun tidak banyak aktivitas
  • Sesak napas ringan
  • Mual, keringat dingin
  • Nyeri di rahang atau punggung bagian atas
  • Gangguan tidur dan kecemasan tanpa sebab jelas

 

Langkah Pencegahan untuk Menjaga Jantung Setelah Menopause

Meski risiko meningkat, banyak langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan dampak menopause terhadap jantung:

 

  • Jaga pola makan sehat: Konsumsi makanan tinggi serat, rendah lemak jenuh, dan kaya antioksidan. Diet Mediterania sangat direkomendasikan oleh para ahli.
  • Aktif bergerak: 30 menit aktivitas fisik setiap hari dapat menurunkan tekanan darah dan memperbaiki profil lipid.
  • Kelola stres: Latihan pernapasan, meditasi, dan terapi kognitif bisa membantu menjaga keseimbangan hormon stres.
  • Cek kesehatan secara rutin: Tes kolesterol, tekanan darah, dan kadar gula darah minimal setahun sekali.
  • Tidur cukup dan berkualitas: Kurang tidur meningkatkan inflamasi dan memperburuk metabolisme tubuh.