Asal Croissant Bukan dari Prancis? Fakta Unik yang Mengejutkan!
- Pixabay
Meski kipferl menjadi cikal bakal croissant, inovasi Prancislah yang mengubahnya menjadi pastry berlapis seperti yang kita kenal hari ini. Pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1915, Sylvain Claudius Goy mencatatkan resep croissant pertama yang menggunakan teknik laminasi, yaitu melipat adonan dengan lapisan mentega berulang kali untuk menciptakan tekstur berlapis dan renyah.
Berbeda dengan adonan kipferl yang mirip brioche, croissant Prancis menggunakan puff pastry, menghasilkan tekstur yang lebih ringan dan berongga. Teknik laminasi ini, menurut sejarawan kuliner Jim Chevallier, kemungkinan terinspirasi dari tradisi kuliner Arab abad ke-13, yang kemudian disempurnakan di Prancis dengan penggunaan lempengan marmer untuk menjaga suhu adonan.
Perbedaan bahan juga menjadi penanda penting. Di Prancis, croissant dibedakan berdasarkan bentuknya: croissant lurus biasanya terbuat dari mentega murni (full butter), sedangkan croissant berbentuk bulan sabit sering menggunakan margarin atau campuran mentega dan margarin.
Aturan ini menjadi standar tidak tertulis di kalangan pembuat roti Prancis untuk menunjukkan kualitas bahan. Croissant bermentega murni dikenal memiliki aroma dan rasa yang lebih kaya, menjadi favorit para pecinta kuliner.
Evolusi Croissant: Dari Tradisional ke Modern
Croissant tidak hanya bertahan sebagai ikon kuliner Prancis, tetapi juga berevolusi dengan berbagai inovasi. Pada abad ke-20, croissant menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, di mana pastry ini disajikan dengan isian seperti cokelat, keju, atau green tea untuk menyesuaikan selera lokal.
Kreasi modern seperti cronut (perpaduan croissant dan donat), cruffin (croissant dan muffin), croffle (croissant dan waffle), hingga cromboloni (croissant dan bomboloni) menunjukkan fleksibilitas croissant dalam dunia kuliner.