Krisis Matcha di Depan Mata, Menu Andalan Kafe Kekinian Terancam Naik Harga
- Pixabay/ Xie
Tak hanya itu, fenomena viral di media sosial selama musim gugur tahun lalu semakin mempercepat lonjakan permintaan. Beberapa distributor besar seperti Tealife yang berbasis di Singapura bahkan terpaksa menerapkan batas pembelian.
Pendiri Tealife, Yuki Ishii, mengatakan permintaan matcha dari pelanggan mereka meningkat sepuluh kali lipat pada 2024 dan terus naik, meskipun suplai dari Jepang semakin terbatas.
Produksi Seret, Harga Matcha Meroket
Menurut data Asosiasi Produksi Teh Jepang, produksi tencha di tahun 2024 mencapai 5.336 ton, hampir tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya. Lonjakan ini disebabkan oleh semakin banyaknya petani yang beralih menanam teh hijau jenis ini.
Namun, untuk tahun 2025, asosiasi tersebut memperkirakan akan terjadi penurunan produksi. “Saya pikir banyak yang berharap panen tahun ini akan lebih baik untuk mengurangi kekurangan pasokan, tapi tampaknya harapan itu tidak menjadi kenyataan,” kata Marc Falzon, pemilik perusahaan penggilingan Ooika yang berbasis di New Jersey, AS, dan membeli teh langsung dari para petani di Uji.
Pemerintah Jepang sendiri mencatat ekspor teh hijau, termasuk matcha, meningkat sebesar 25 persen secara nilai menjadi 36,4 miliar yen atau sekitar Rp321 miliar pada 2024. Secara volume, ekspor naik 16 persen. Namun tingginya permintaan ini tak sebanding dengan suplai yang tersedia.
Harga tencha pun melonjak tajam. Dalam lelang di Kyoto bulan Mei lalu, harga mencapai 8.235 yen per kilogram, naik 170 persen dari tahun sebelumnya dan jauh melampaui rekor harga tahun 2016 yakni 4.862 yen per kg.