Mengenal Fenomena Quiet Cracking, Bekerja Tanpa Semangat dan Tak Menyadarinya
- Freepik
Lifestyle –Di dunia sekarang, di mana semua orang sibuk mengejar deadline, target, dan tujuan, ada krisis di tempat kerja yang perlahan merayap masuk, sesuatu yang sering kali tidak disadari orang sampai sudah terlambat. Fenomena ini disebut quiet cracking.
Berbeda dengan pengunduran diri yang heboh atau keluar dari pekerjaan secara dramatis, quiet cracking terjadi diam-diam, tanpa tanda besar yang jelas. Namun, ketika ‘pecah’ suatu hari nanti, Anda bisa bangun dengan perasaan benar-benar terputus dari pekerjaan. Sebuah laporan terbaru dari VICE menyoroti masalah yang semakin berkembang ini di dunia kerja.
Melansir laman Times of India, quiet cracking adalah bentuk burnout (kelelahan kerja) yang berjalan lambat dan hampir tak terlihat. Ini bukan kelelahan mendadak yang biasanya kita bayangkan saat mendengar kata burnout. Lebih seperti motivasi, tujuan, dan semangat kerja yang memudar sedikit demi sedikit.
Bayangkan seperti retakan kecil di kaca awalnya tampak sepele, tapi lama-lama melemahkan seluruh struktur hingga akhirnya pecah. Sayangnya, hal ini jauh lebih umum daripada yang kita kira.
Dampak diam-diam dari kehilangan semangat kerja
Laporan Gallup State of the Global Workplace menggambarkan situasi yang mengkhawatirkan. Pada 2024, tingkat keterlibatan karyawan secara global turun menjadi hanya 21%. Ini bukan sekadar masalah tempat kerja ini adalah krisis pribadi yang memengaruhi jutaan orang.
Quiet cracking menggerogoti kesehatan mental, kebahagiaan, dan rasa tujuan hidup seseorang. Faktanya, kehilangan keterlibatan ini menyebabkan kerugian produktivitas sebesar 438 miliar dolar AS tahun lalu saja. Ini bukan hanya soal laba atau kinerja, ini tentang orang-orang yang diam-diam menderita di balik layar.
Bagaimana quiet cracking merayap masuk
CEO dan co-founder Kickresume, sebuah platform karier berbasis AI, Peter Duris, menjelaskannya dengan baik dalam wawancara bersama VICE. Ia mengatakan, quiet cracking itu licik terjadi perlahan, dan ketika orang menyadarinya, mereka secara mental sudah lepas dari pekerjaannya.
Penyebab utama quiet cracking adalah manajemen yang buruk atau terlalu mengontrol (micromanagement), minimnya peluang berkembang, dan merasa tak terlihat di tempat kerja. Saat karyawan tidak merasa dihargai atau tidak melihat masa depan yang jelas, energi dan ambisi mereka mulai hilang. Tugas-tugas sederhana terasa berat, dan bayangan tentang kemajuan karier jadi sulit dibayangkan.
Cara mengatasi quiet cracking
Langkah pertama untuk mengatasinya adalah kesadaran. Perusahaan perlu mengenali tanda-tanda penurunan keterlibatan sedini mungkin, tapi karyawan juga harus berani bersuara.
Menurut Peter Duris (dalam laporan ET), karyawan perlu memulai percakapan dengan atasan tentang perasaan mereka, serta meminta peluang belajar atau berkembang. Sering kali, dukungan dari atasan yang peduli bisa menyalakan kembali semangat yang hilang dan membuat karyawan merasa lebih dihargai.
Quiet cracking bukan sekadar istilah tren, ini adalah alarm peringatan. Ini bukan soal karyawan malas atau tak termotivasi. Ini tentang lingkungan kerja yang lupa pentingnya koneksi dan dukungan antarmanusia.
Jika Anda merasa sangat lelah, kehilangan inspirasi, atau mati rasa terhadap pekerjaan, jangan diabaikan. Menyadari ‘retakan pertama’ mungkin adalah langkah awal untuk memperbaikinya dan menemukan kembali semangat Anda.