Habis Pulang Kerja Bawaannya Marah-marah? Bisa Jadi Bukan Salahmu, Tapi Otakmu Sedang….
- Pixaby
Lifestyle –Pernah merasa habis pulang kerja, suasana hati langsung buruk? Bawaannya pengin marah, padahal tidak ada pemicu nyata di rumah?
Banyak orang mengalami ini, terutama yang bekerja di lingkungan penuh tekanan. Emosi yang tak stabil sepulang kerja bisa jadi tanda bahwa otak sedang mengalami kelelahan serius, atau yang disebut dengan burnout.
Fenomena ini bukan sekadar lelah biasa, tapi berkaitan erat dengan bagaimana otak memproses stres dan memindahkannya ke situasi lain, termasuk kehidupan di rumah.
Dalam psikologi, kondisi ini dikenal sebagai emotional spillover, yaitu ketika emosi negatif dari satu situasi (misalnya kantor) terbawa ke situasi lain (misalnya rumah). Menurut profesor psikologi dari Yonsei University, Korea Selatan, Dr. Woo Kyung Ahn, hal ini terjadi karena otak tidak memiliki saklar otomatis untuk memisahkan konteks emosional di tempat kerja dan di rumah.
“Apa yang belum selesai diproses di kantor, bisa terbawa hingga ke rumah,”kata dia.
Dr. Ahn menjelaskan bahwa saat kita menghadapi tekanan mental berkepanjangan di tempat kerja seperti target tinggi, konflik antar rekan, atau ketidakjelasan peran bagian otak yang bertugas mengatur emosi (prefrontal cortex) bisa kelelahan. Ketika bagian ini lelah, kita jadi lebih mudah tersulut, impulsif, dan sulit mengendalikan kata-kata atau reaksi.
Burnout: Kelelahan Otak yang Tak Selalu Tampak
Burnout bukan hanya sekadar lelah fisik. Ini adalah kondisi kelelahan emosional dan mental yang mendalam, sering kali tanpa disadari. Dalam Korean Journal of Occupational Health Psychology, Dr. Ahn menyebutkan bahwa burnout mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan emotional regulation, yang membuat seseorang lebih reaktif terhadap hal kecil yang sebenarnya tidak mengancam.
Gejala burnout yang sering diabaikan:
- Mudah tersinggung tanpa alasan jelas.
- Merasa hampa atau tidak bergairah setelah jam kerja.
- Menghindari interaksi sosial, bahkan dengan keluarga.
- Mengalami gangguan tidur, meski sudah kelelahan.
Mengapa Justru Orang Rumah Jadi Sasaran Kemarahan?
Salah satu hal paling menyedihkan dari emotional spillover adalah orang yang tidak bersalah sering jadi pelampiasan. Kenapa ini bisa terjadi?
Dr. Ahn menjelaskan, bahwa di tempat kerja, kita menahan diri karena profesionalisme. Tapi di rumah, otak merasa lebih ‘aman’ untuk mengekspresikan emosi.
Ironisnya, justru orang-orang tersayang yang terkena dampaknya. Hal ini bisa memicu ketegangan dalam hubungan rumah tangga, memperburuk rasa bersalah, dan memperkuat siklus stres.
Tips Menghentikan Emotional Spillover Sebelum Sampai Rumah
Lantas, bagaimana caranya agar stres kerja tidak tumpah ke rumah?
1. Ciptakan Ritualitas Peralihan (Transition Ritual)
Sebelum masuk rumah, sempatkan 10–15 menit untuk membersihkan kepala, bisa lewat mendengarkan musik di mobil, berjalan kaki, atau sekadar tarik napas dalam-dalam.
“Otak butuh waktu untuk berpindah dari mode kerja ke mode pribadi. Jangan langsung masuk rumah dengan membawa energi kerja,” saran Dr. Ahn.
2. Kenali Trigger Pribadi
Apakah kamu selalu marah ketika rumah berantakan? Atau ketika anak-anak berisik? Kenali pola-pola yang memicu ledakan emosi agar bisa diantisipasi sebelumnya.
3. Jangan Langsung Cerita, Tapi Rehat Dulu
Daripada langsung curhat ke pasangan sambil emosi masih panas, lebih baik minta waktu untuk ‘cool down’ sebentar. Misalnya: mandi dulu, minum air hangat, atau duduk tanpa gadget selama 10 menit.
4. Gunakan Jurnal Emosi
Menulis emosi setelah kerja bisa menjadi katarsis. Kamu bisa menuliskan “Apa yang membuatku kesal hari ini?” dan “Apakah perasaan ini layak dibawa ke rumah?”
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Jika kamu merasa terus-menerus mudah marah, sulit merasa bahagia bahkan saat libur, dan hubungan pribadi mulai rusak, ini saatnya mencari bantuan. Konsultasi ke psikolog atau konselor bisa membantumu memahami akar emosi dan mengembangkan strategi mengelola stres yang lebih sehat.
Menurut Dr. Ahn, kesehatan mental bukan soal menjadi kuat atau lemah. Ini tentang seberapa cerdas kita mengenali batas kemampuan diri dan mencari dukungan sebelum terlambat.