Mi Instan Lebih Buruk dari Nasi Uduk? Ini Fakta Sarapan yang Jarang Disadari!

mie instan
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pagi hari sering jadi waktu paling sibuk, karena buru-buru, banyak dari kita memilih sarapan yang simpel dan cepat disiapkan. Dua pilihan paling populer? Mi instan dan nasi uduk. Keduanya bisa ditemukan dengan mudah, murah, dan tentunya mengenyangkan. Tapi kalau harus memilih yang lebih sehat, mana yang lebih aman untuk tubuh?

Bisa Bikin Gemuk, Kalori Semangkuk Seblak Setara Nasi Padang? Ini Hitungannya!

Banyak orang mengira mi instan lebih ringan karena tak mengandung santan, tak berminyak, dan hanya berupa mie kuah atau goreng. Tapi benarkah mi instan lebih sehat dari nasi uduk? Atau justru sebaliknya?

Mari kita bongkar dulu kandungan gizinya. Dalam satu bungkus mi instan (misalnya mi goreng instan standar), biasanya terdapat:

  • Kalori: 380–450 kkal
  • Lemak total: 17–22 gram
  • Lemak jenuh: 7–10 gram
  • Karbohidrat: 50–60 gram
  • Protein: 7–8 gram
  • Sodium: 1.000–1.200 mg
  • Serat: < 2 gram
Kalap di Restoran All You Can Eat Saat Long Weekend? Waspadai 5 Bahayanya untuk Tubuh!

Mi instan tidak hanya tinggi kalori, tapi juga tinggi lemak jenuh dan garam (sodium). Hal yang lebih mengejutkan, kandungan serat dan nutrisinya sangat minim karena sebagian besar berasal dari tepung olahan dan bumbu sintetis.

Sekarang bandingkan dengan satu porsi nasi uduk komplit (nasi, telur rebus, tempe goreng, sambal, dan mentimun kecil):

  • Kalori: 500–600 kkal
  • Lemak: 20–25 gram
  • Karbohidrat: 60–70 gram
  • Protein: 10–15 gram
  • Sodium: ±600–800 mg
  • Serat: 3–4 gram (dari tempe dan timun)
Air Rebusan Mi Harus Diganti? Ini Alasannya Kalau Kamu Nggak Mau ‘Minum Lilin’

Secara kalori, nasi uduk memang lebih tinggi. Tapi nasi uduk menawarkan protein, lemak alami, dan serat yang berasal dari bahan asli seperti telur, tempe, dan sayuran. Selain itu, nasi uduk biasanya dimasak dengan santan, yang masih lebih alami dibanding lemak trans dari mi instan.

Apa Dampaknya Jika Dimakan Rutin?

Sarapan mi instan setiap hari bisa tampak praktis, tapi efeknya pada tubuh bisa jauh dari ideal. Konsumsi tinggi sodium (garam) bisa meningkatkan tekanan darah dan memperberat kerja ginjal. Lemak jenuh yang berlebih dapat menumpuk di pembuluh darah dan meningkatkan risiko kolesterol tinggi.

Selain itu, mi instan yang kaya karbohidrat olahan dan minim serat bisa menyebabkan lonjakan gula darah yang cepat. Setelah 1–2 jam, kadar gula darah akan turun drastis, dan tubuh merespons dengan rasa lapar, lemas, dan mengantuk. Inilah kenapa setelah sarapan mi instan, banyak orang justru merasa mager atau kurang semangat.

Sementara itu, nasi uduk walau tinggi lemak dan karbohidrat, tetap memiliki protein dan sedikit serat yang membantu menjaga kenyang lebih lama. Bila dikonsumsi dalam porsi wajar dan tidak setiap hari, nasi uduk tidak terlalu buruk  terutama bila dibandingkan dengan makanan ultra-proses seperti mi instan.

Apalagi bila ditambahkan roti tawar dan teh manis, kombinasi sarapan yang sangat umum,  maka indeks glikemik sarapan jadi semakin tinggi. Tubuh pun bisa kelaparan lebih cepat walau terlihat sudah makan banyak.

Menurut spesialis nutrisi klinis dari Yale-Griffin Prevention Research Center, Dr. David L. Katz, kita perlu lebih berhati-hati dengan makanan ultra-proses seperti mi instan, tak peduli kapan kita mengonsumsinya termasuk untuk sarapan.

"Mi instan mengandung kalori kosong yang minim nilai gizi. Tingginya sodium dan rendahnya kandungan serat menjadikannya pilihan yang buruk untuk memulai hari," jelas Dr. Katz.

Ia menambahkan bahwa sarapan ideal seharusnya mencakup karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, dan serat. Sayangnya, komposisi ini hampir tidak ditemukan dalam sebungkus mi instan. Bahkan jika mi instan diberi topping telur, tetap saja kandungan natrium dan lemak jenuh dari bumbu tetap tinggi.

Sebaliknya, nasi uduk  meski tergolong tinggi kalori setidaknya terbuat dari bahan-bahan nyata, seperti nasi, santan, telur, dan tempe. Komponen ini masih memiliki nilai gizi utuh dibanding bahan sintetis.

Dr. Katz menyarankan, jika memang ingin makan mi instan, kurangi bumbunya separuh, dan tambahkan sayuran segar serta telur rebus sebagai sumber protein. Dengan begitu, kamu bisa menyeimbangkan nutrisi dan mengurangi dampak buruknya.

Kalori sering jadi kambing hitam saat bicara soal makanan tidak sehat. Tapi sebenarnya, yang lebih penting adalah apa saja yang membentuk kalori tersebut.

Mi instan memang terlihat lebih "ringan" daripada nasi uduk, tapi kandungan natriumnya jauh lebih tinggi dan nutrisi alaminya sangat minim. Sementara nasi uduk, walau berkalori lebih besar, setidaknya mengandung protein dan serat alami dari lauk dan sayur.

Jadi jika kamu berpikir mi instan lebih aman daripada nasi uduk karena 'nggak pakai santan' atau 'cuma sedikit', mungkin saatnya berpikir ulang.