Ingin Resign Tapi Masih Ragu? Mungkin Ini Tanda Kamu Sedang Alami Decision Fatigue
- Freepik
Lifestyle –Kamu bangun pagi dengan dada sesak. Masuk kerja rasanya seperti melangkah ke medan perang. Atasanmu penuh tekanan, tidak pernah puas, dan senang menyalahkan. Deadline menumpuk, pekerjaan yang bukan jobdesk tiba-tiba menjadi tanggung jawabmu. Sementara rekan kerja? Sibuk menghindar dan lepas tangan.
Di sela napas yang berat, kamu bertanya ke diri sendiri: “Kenapa aku masih di sini? Harusnya aku sudah resign sejak lama.” Tapi setelah itu, kamu kembali terdiam. Terjebak dalam lingkaran ragu dan takut. Sehari berlalu. Lusa pun begitu. Minggu berganti, kamu masih di tempat yang sama—lelah, bingung, dan tak kunjung bisa mengambil keputusan besar.
Jika kamu mengalami hal ini, besar kemungkinan kamu sedang mengalami decision fatigue, bukan karena kamu lemah, tapi karena mentalmu terlalu penat untuk memilih.
Apa itu Decision Fatigue?
Decision fatigue adalah istilah psikologis untuk menggambarkan kondisi ketika kemampuan seseorang dalam membuat keputusan menjadi menurun akibat terlalu banyak pilihan atau tekanan untuk memilih. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Roy Baumeister, psikolog ternama dari Florida State University, yang menyatakan bahwa setiap keputusan menguras energi mental.
Setiap hari kita dihadapkan dengan ratusan pilihan: dari hal sepele seperti memilih pakaian atau menu makan siang, hingga yang besar seperti memutuskan untuk bertahan di pekerjaan yang toxic atau resign tanpa jaminan penghasilan. Semakin banyak keputusan yang harus diambil, semakin menipis pula "baterai" mental kita.
Kondisi ini mirip dengan otot yang kelelahan setelah dipakai terus-menerus. Ketika otak terus dipaksa memilih, apalagi dalam situasi penuh tekanan dan ketidakpastian, kita akan sampai pada titik di mana kemampuan membuat keputusan baik jadi tumpul. Kita bisa: