Suka Ngomong Mau Resign Tapi Paling Lama Bertahan di Kantor, Kenapa Banyak Orang Seperti Ini?

Ilustrasi Mau Resign Tapi Tak Jadi
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Gaji masih cukup. Di rekening memang tinggal seratus ribu, tapi bukan itu yang membuatmu ingin resign. Bukan karena uang—melainkan karena rasanya seperti jalan di atas bara setiap hari. Atasan yang tak pernah puas, kolega yang lebih suka menyalahkan daripada mendukung, suasana kerja yang dingin dan penuh tekanan. Rasanya, bahkan sebelum masuk kantor pun sudah lelah duluan hanya karena membayangkan hari seperti apa yang akan dihadapi.

Quarter-Life Clarity: Kenapa Usia 30-an Justru Momen Terbaik untuk Ganti Haluan Kerja?

Kalimat “Aku pengin resign” kembali keluar dari mulutmu. Bukan sekali dua kali, tapi nyaris setiap harinya. Tapi seperti biasa, keesokan harinya kamu tetap bangun, tetap datang ke kantor, dan tetap menjalani hari dengan hati yang kosong. Kenapa begitu banyak orang yang bilang ingin resign, tapi justru mereka yang paling lama bertahan? Apa yang sebenarnya terjadi dalam pikiran dan hati mereka? Mari kita gali bersama—bukan hanya dari sisi logika, tapi juga dari luka yang tak terlihat oleh orang lain.

Keinginan resign sering kali muncul bukan karena seseorang malas atau tidak bersyukur, melainkan karena akumulasi kelelahan mental yang sulit dijelaskan. Setiap hari kamu masuk kerja dengan energi yang terus menipis. Bukan karena pekerjaan terlalu berat secara teknis, tetapi karena atmosfer kantor yang menyedot semangatmu sedikit demi sedikit.

Antara Bertahan dan Mundur: Beratnya Memutuskan Resign Saat Jadi Sandwich Generation

Mungkin kamu harus menghadapi atasan yang tak pernah memberi apresiasi, hanya tahu menuntut tanpa pernah bertanya “Apa kamu baik-baik saja?” Mungkin kamu bekerja dalam tim yang kompetitif secara tidak sehat, di mana semua orang hanya fokus menyelamatkan diri sendiri.

Menurut ekonom tenaga kerja dari Barnard College dan IZA, Prof. Daniel Hamermesh dalam banyak kasus, keputusan untuk bertahan lebih lama bukan karena pekerjaan itu baik, tetapi karena risiko kehilangan penghasilan jangka pendek terasa lebih mengancam dibanding potensi perbaikan jangka panjang.

Fenomena “Silent Resignation”: Tubuh Datang, Jiwa Menghilang

Ingin Resign Tapi Masih Ragu? Mungkin Ini Tanda Kamu Sedang Alami Decision Fatigue

Silent resignation adalah fase ketika seseorang masih berada secara fisik di tempat kerja, tapi secara emosional sudah menyerah. Kamu datang, menyelesaikan pekerjaan karena kewajiban, bukan lagi karena rasa bangga atau kepuasan. Pekerjaan jadi rutinitas mekanis tanpa makna. Rapat hanya jadi formalitas, kontribusi terasa dipaksakan, dan jam istirahat menjadi satu-satunya waktu yang kamu nantikan.

Halaman Selanjutnya
img_title