Dear Suami, Saat Kamu Pulang, Aku Tak Butuh Ceramah Aku Butuh Didengar
- Freepik
Lifestyle –Pernahkah kamu, para suami, merasa aneh saat melihat istrimu tak terlihat senang ketika kamu pulang kerja? Bukan karena dia tak merindukanmu, tapi karena dia terlalu letih untuk memulai lagi—bercerita, menjelaskan, membela diri. Dan kadang, ketika akhirnya ia bicara, yang didapat bukan pelukan, tapi ceramah. Lalu ia memilih diam.
Tak sedikit istri yang berkata dalam hati, “Aku cuma ingin didengarkan, bukan dinasihati. Bukan dijelaskan kenapa aku salah merasa lelah, salah merasa sedih, atau salah menanggapi anak.” Di titik ini, rumah bukan lagi tempat beristirahat, melainkan arena di mana istri merasa sendirian meski tidak sendiri. Sering kali, masalah bukan pada kurangnya perhatian—melainkan cara perhatian itu disampaikan. Di sinilah komunikasi mulai gagal tanpa kita sadari.
Komunikasi yang Gagal karena Ingin Selalu Memperbaiki
Banyak pasangan mengalami kegagalan komunikasi bukan karena kurangnya niat baik, tetapi karena pendekatannya keliru. Suami, secara refleks, sering merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi saat istri terlihat sedih, marah, atau frustrasi. Maka muncullah kalimat-kalimat seperti:
- “Ya jangan dipikirin lah, santai aja.”
- “Kamu tuh terlalu sensitif.”
- “Tadi kamu harusnya ngomong ke anaknya begini…”
Padahal, menurut psikolog klinis dan pakar pernikahan dari AS, Dr. John Gottman pendekatan memperbaiki ini justru menjadi penghalang utama dalam membangun koneksi emosional. Alih-alih merasa didukung, istri justru merasa tidak dipahami dan distempel bermasalah.
Komunikasi yang sehat dalam pernikahan bukan tentang siapa yang benar atau siapa yang punya solusi tercepat. Tapi tentang menciptakan ruang aman untuk merasa, berpikir, dan berbicara tanpa takut dihakimi. Saat suami berhenti ingin memperbaiki, dan mulai mendampingi, di situlah koneksi emosional mulai tumbuh.