Anak Tantrum Sulit Ditenangkan, Waspada Oppositional Defiant Disorder

Ilustrasi anak menangis
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –  Anak tantrum adalah bagian dari perkembangan si kecil yang kerap membuat orang tua harus menghela napas panjang. Dari menangis keras, berteriak, hingga melempar barang, semua itu kerap muncul ketika balita merasa frustrasi atau tidak mendapatkan keinginannya.

Jangan Disepelekan! Ini Gejala Awal Anak Mulai Kecanduan Gadget

Umumnya, fase ini akan berangsur mereda seiring bertambahnya usia dan perkembangan kemampuan anak mengelola emosi. Namun, ada kalanya perilaku marah dan menentang ini berlangsung terus-menerus, bahkan semakin menguat hingga mengganggu kehidupan keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial anak.

Dalam kasus seperti ini, orang tua perlu mewaspadai kemungkinan adanya Oppositional Defiant Disorder (ODD), sebuah gangguan perilaku yang berbeda dari tantrum biasa. Berikut ulasan mengenai perbedaan tantrum normal dan OOD yang perlu Ayah dan Ibu tahu.

Apa Itu Oppositional Defiant Disorder (ODD)?

Simak Perbedaan Odading dan Donat, Ini Fakta Menarik yang Jarang Diketahui

Oppositional Defiant Disorder atau Gangguan Oposisi Defian adalah kondisi yang ditandai pola perilaku marah, menentang, dan membangkang yang konsisten. Berbeda dengan tantrum biasa yang bersifat sesekali, ODD cenderung muncul hampir setiap hari dan berlangsung selama minimal enam bulan. Anak dengan ODD tidak hanya sulit diatur, tetapi juga menunjukkan sikap yang merugikan hubungan sosial dan mengganggu proses belajar.

Gejala Spesifik ODD

1. Sering Marah dan Kesal

Anak tampak mudah tersinggung, cepat marah, dan menunjukkan emosi negatif berlebihan bahkan untuk hal-hal sepele. Dalam beberapa kasus, amarah ini disertai sikap mendendam.

2. Perilaku Menantang

Jangan Ikut Tantrum! Tips Kelola Emosi saat Hadapi Anak yang Sulit Diatur

Membantah perintah, menolak mengikuti aturan, atau sengaja mengganggu orang lain menjadi perilaku yang hampir rutin. Sikap ini bukan sekadar “menguji batas” seperti pada anak kecil umumnya, melainkan pola konsisten yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

3. Memiliki Sikap Pendendam

Salah satu ciri khas ODD adalah kecenderungan membalas dendam. Anak bisa menunjukkan perilaku ini setidaknya dua kali dalam enam bulan terakhir, yang menjadi indikator penting dalam penilaian klinis.

4. Sering Menyalahkan Orang Lain

Alih-alih mengakui kesalahan, anak dengan ODD kerap menuduh orang lain sebagai penyebab masalah atau perilaku buruk yang mereka lakukan.

Perbedaan ODD dan Tantrum Normal

Tantrum normal biasanya muncul pada usia 1–4 tahun ketika anak belum mampu mengungkapkan perasaan atau kebutuhan dengan kata-kata. Frekuensinya cenderung menurun seiring bertambahnya usia dan perkembangan keterampilan komunikasi. Selain itu, tantrum normal jarang memengaruhi fungsi anak di sekolah atau hubungan sosial jangka panjang.

Sebaliknya, ODD bersifat lebih persisten. Gejalanya muncul hampir setiap hari, bahkan di berbagai situasi, baik di rumah maupun di sekolah. Dampaknya juga signifikan, mulai dari konflik berkepanjangan dengan orang tua, kesulitan akademis, hingga permasalahan pertemanan.

Deteksi Dini dan Penanganan

Menghadapi anak dengan ODD membutuhkan pendekatan yang berbeda dari mengatasi tantrum biasa. Orang tua perlu menyadari bahwa ini bukan sekadar masalah “nakal” atau kurang disiplin, melainkan gangguan perilaku yang memerlukan penanganan profesional.

Jika gejala ODD terlihat konsisten dan intens, konsultasi dengan ahli kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater anak sangat disarankan. Penanganan biasanya melibatkan terapi perilaku, pelatihan pengasuhan untuk orang tua, dan dukungan dari sekolah untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak.

Tantrum memang bagian dari perjalanan tumbuh kembang, tetapi ketika perilaku menentang dan marah menjadi pola yang konsisten dan mengganggu, saatnya orang tua mengambil langkah serius. Memahami perbedaan antara tantrum normal dan Oppositional Defiant Disorder adalah kunci untuk memberikan dukungan yang tepat.

Dengan deteksi dini, intervensi yang sesuai, dan dukungan keluarga. Ini dilakukan karena setiap anak memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan kontrol diri dan hubungan sosial yang sehat.