Mengecap Saat Makan, Sekadar Kebiasaan atau Tanda Masalah Medis?

Ilustrasi makan
Sumber :
  • Freepik

LifestyleMengecap saat makan bunyi ‘mlap mlap’ atau ‘nyam nyam’ yang muncul dari gerakan lidah dan mulut  sering dianggap mengganggu oleh sebagian orang. Tapi, pernahkah kamu bertanya-tanya kenapa kebiasaan ini bisa muncul? Apakah hanya karena tidak sopan atau ada alasan ilmiahnya?

Sering Terapkan Makan Dulu Baru Berenang? Waspadai Risiko Jantung yang Tersembunyi!

Ternyata, mengecap saat makan bukan hanya masalah etika atau kebiasaan, tapi juga berhubungan dengan cara otak, lidah, dan saraf kita memproses rasa dan tekstur makanan. Dalam artikel ini, kita akan membahas tuntas penyebab mengecap saat makan, dari sisi sensorik, psikologis, hingga kebiasaan keluarga  disertai penjelasan ahli yang valid dan terpercaya.

Mengecap adalah bunyi yang muncul dari gerakan mulut dan lidah saat seseorang mengunyah makanan, biasanya tanpa menutup mulut rapat. Suara ini biasanya terdengar lebih keras saat mengonsumsi makanan bertekstur lembut atau berair, seperti sup, mi, atau buah-buahan.

Deretan Manfaat Luar Biasa dari Terapi Stem Cell untuk Kesehatan

Meskipun bagi sebagian orang mengecap tidak disadari, bunyi ini bisa terasa mengganggu bagi orang di sekitarnya, terutama dalam konteks sosial dan budaya tertentu, termasuk di Indonesia.

Faktor Sensorik dan Rasa: Lidah Butuh "Petunjuk"

Menurut profesor psikologi eksperimental dari University of Oxford yang terkenal karena risetnya tentang persepsi rasa dan multisensori, Dr. Charles Spence mengungkap mengecap bisa membantu seseorang  merasakan makanan lebih baik.

Makan Cepat-Cepat Bikin Gemuk? Ini Penjelasan Ilmiahnya dari Ahli Gizi Terpercaya

“Saat seseorang mengecap, dia sebenarnya sedang menciptakan stimulasi tambahan untuk lidah dan langit-langit mulut. Bunyi dan pergerakan itu memperkuat persepsi rasa,” dia dalam wawancara bersama The Guardian.

Dengan kata lain, suara mengecap bisa memperkaya pengalaman makan karena otak kita menangkap sinyal rasa tidak hanya dari lidah, tetapi juga dari suara dan tekstur. Fenomena ini dikenal sebagai oral somatosensory feedback.

Ini menjelaskan kenapa beberapa orang secara tidak sadar mengecap saat makan makanan yang sangat lezat atau lembut  tubuh mereka sedang berusaha menikmati rasa lebih intens.

Kebiasaan dari Kecil: Pola yang Terbentuk Sejak Dini

Kebiasaan mengecap juga bisa berasal dari pola makan yang dibentuk sejak kecil. Anak-anak yang tidak diajarkan etiket makan secara eksplisit bisa tumbuh dengan gaya makan yang tidak disadari, termasuk mengecap.

Dalam banyak kasus, mengecap diwariskan secara sosial kalau orang tua atau keluarga terbiasa makan dengan suara, anak pun bisa menirunya.

Ahli psikologi perilaku makan, Dr. Susan Albers, dari Cleveland Clinic menyebut kebiasaan makan seperti mengecap seringkali dibentuk dari lingkungan awal anak, dan menjadi bagian dari pola makan otomatis mereka saat dewasa.

Maka tak heran jika mengecap bukan hanya kebiasaan individu, tapi juga budaya keluarga.

Budaya dan Persepsi: Dianggap Sopan di Satu Tempat, Tapi Tidak di Tempat Lain

Persepsi soal mengecap sangat dipengaruhi budaya. Di Jepang misalnya, mengecap saat makan ramen dianggap wajar bahkan sopan, sebagai bentuk apresiasi terhadap rasa makanan. Tapi di Indonesia, Eropa, atau Amerika, kebiasaan ini sering dinilai kurang sopan.

Psikolog budaya Dr. A. David Napier dari University College London menyebut bahwa persepsi terhadap suara makan sangat terkait norma sosial.

“Apa yang dianggap sopan dalam satu budaya bisa sangat bertentangan di tempat lain. Mengecap bisa dilihat sebagai bentuk kenikmatan atau justru sebagai pelanggaran norma,” kata dia.

Hal ini penting untuk dipahami, terutama dalam konteks sosial lintas budaya atau saat makan bersama banyak orang.

Kondisi Medis atau Sensorik: Bukan Sekadar Kebiasaan

Dalam beberapa kasus, mengecap juga bisa menjadi tanda adanya gangguan medis atau saraf tertentu, seperti:

  • Sensory Processing Disorder (SPD): Anak atau orang dewasa dengan gangguan pemrosesan sensorik mungkin lebih sensitif terhadap tekstur makanan dan mengecap sebagai cara tubuhnya mengatasi sensasi tersebut.
  • Autisme atau ADHD: Beberapa orang dengan spektrum autisme atau ADHD cenderung memiliki perilaku repetitif seperti mengecap untuk mengatur stimulasi sensorik.
  • Gangguan saraf wajah (seperti Bell’s palsy): Dapat memengaruhi kontrol otot mulut, sehingga mengecap menjadi lebih sering terjadi tanpa disadari.

Menurut Dr. Temple Grandin, pakar autisme dan profesor di Colorado State University orang dengan gangguan sensorik mungkin melakukan gerakan atau suara tertentu termasuk mengecap untuk mengatur persepsi sensorik yang berlebihan atau justru kurang.

Tips Mengurangi Kebiasaan Mengecap

Jika mengecap sudah menjadi kebiasaan yang mengganggu saat makan bersama, ada beberapa cara praktis yang bisa dilakukan:

1. Makan di Depan Cermin

Melihat diri sendiri saat makan bisa membantu menyadari bunyi dan kebiasaan yang tidak disadari.

2. Kunyah dengan Perlahan

Mengunyah dengan pelan dan mulut tertutup dapat membantu mengurangi suara mengecap secara signifikan.

3. Minum Air di Antara Suapan

Air bisa membantu membasahi mulut dan mengurangi kebutuhan tubuh untuk menciptakan suara saat mengunyah.

4. Minta Feedback dengan Lembut

Jika orang terdekatmu mengecap, beri tahu dengan lembut, bukan dengan kritik keras. Jelaskan bahwa kamu merasa terganggu dan ingin kenyamanan bersama saat makan.