Mengintip Perjalanan Sarirasa dari 1974, Ada Kisah Budaya di Setiap Hidangan
- Instagram @sarirasa.group
Kepedulian Lingkungan dari Dapur hingga TPA
Isu keberlanjutan juga menjadi sorotan. Melalui Sarirasa Tanamula, perusahaan mulai menjalankan praktik bisnis sirkular dan pengolahan limbah sejak 2019. Langkah ini tak main-main. Di tengah fakta bahwa hampir 50% sampah Jakarta berasal dari sisa makanan, Sarirasa berhasil mengelola 90% limbahnya secara mandiri—dari dapur hingga kemasan.
Langkah unik juga diterapkan di dapur. Sisa tusuk sate diolah ulang menjadi tatakan gelas, label meja, hingga hiasan dinding. Bahkan, sisa makanan dimanfaatkan sebagai pakan untuk budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF) yang kemudian diolah menjadi pakan ayam beromega-3.
“Kami terus bereksperimen, mencari mitra dan inovasi untuk mengolah limbah secara bertanggung jawab. Target kami adalah mencapai zero waste dalam seluruh lini bisnis Sarirasa,” kata Charles Philliipus Siregar, Direktur Sarirasa Tanamula.
Sarirasa juga telah menerima penghargaan Green Achievement dari Greenhope pada Januari 2025 sebagai apresiasi atas konsistensinya membangun bisnis kuliner yang ramah lingkungan.
Lebih dari Sekadar Restoran
Bagi Sarirasa, restoran bukan hanya tempat makan. Di sana, pelanggan diajak menyusuri warisan budaya yang terasa, terlihat, dan bahkan bisa disentuh. Di TeKoTe, misalnya, minuman jamu tradisional disajikan di atas tatakan dari limbah sate daur ulang. Di Canggu, Bali, sate dinikmati bersama suasana ruang penuh tenun dan batik khas.