Kenapa Banyak Orang Dewasa Sulit Bahagia?
- Freepik
Lifestyle –Pernahkah kamu merasa hidup sudah cukup baik dari luar pekerjaan ada, keluarga harmonis, kehidupan sosial berjalan namun tetap saja ada rasa kosong, gelisah, atau sulit benar-benar menikmati kebahagiaan? Banyak orang dewasa mengalami hal ini. Salah satu penyebab utamanya adalah luka batin masa lalu yang belum pulih.
Artikel ini akan membahas bagaimana luka batin memengaruhi kesehatan mental, memicu perfeksionisme, hingga membuat kita kesulitan menikmati momen. Juga, akan dibahas pandangan seorang ahli tentang pentingnya menyembuhkan 'anak batin' (inner child) agar hidup bisa lebih ringan dan bahagia.
Luka batin sering disebut juga sebagai “inner child wound” atau luka pada anak batin. Ini merujuk pada pengalaman masa kecil yang menyakitkan bisa berupa penolakan, pengabaian, kritik berlebihan, hingga pengalaman traumatis yang tidak pernah benar-benar diproses. Luka tersebut kemudian terbawa hingga dewasa dalam bentuk pola pikir, perasaan, dan perilaku tertentu.
Ketika kecil, kita mungkin tidak memiliki kapasitas untuk memahami atau melawan perlakuan yang menyakiti. Maka, memori itu tersimpan dalam alam bawah sadar, membentuk keyakinan negatif seperti “aku tidak cukup baik”, “aku hanya berharga kalau sempurna”, atau “aku tidak layak dicintai”.
Dampak Luka Batin pada Kesehatan Mental Dewasa
Ketika luka batin belum sembuh, gejalanya bisa muncul dalam banyak bentuk, misalnya:
- Rasa cemas dan khawatir berlebihan
- Depresi ringan atau rasa putus asa
- Sulit membangun kedekatan emosional dengan orang lain
- Pola hubungan yang berulang, seolah “menarik” situasi yang mirip dengan luka masa lalu
- Perasaan tidak pernah cukup, meski sudah berusaha keras
Rasa tidak aman ini membuat banyak orang dewasa merasa terus-menerus harus membuktikan sesuatu, atau justru menarik diri karena takut ditolak lagi.
Luka Batin dan Perfeksionisme
Salah satu cara luka batin mengekspresikan diri adalah lewat perfeksionisme. Orang dengan luka batin sering berusaha menjadi sempurna agar diterima dan disayangi. Perfeksionisme menjadi ’tameng’ untuk menutupi rasa rendah diri.
Namun, perfeksionisme justru melelahkan. Karena standar yang terlalu tinggi, seseorang jadi terus merasa gagal, stres, dan tidak pernah puas. Padahal, akar masalahnya bukan pada pencapaian, melainkan pada luka emosional yang belum dipulihkan.
Luka Batin dan Kesulitan Menikmati Momen
Banyak orang dewasa sulit benar-benar hadir di momen saat ini. Pikiran mereka mudah larut pada masa lalu (penyesalan, rasa sakit, trauma) atau masa depan (kecemasan, rasa takut gagal).
Rasa bersalah, ruminasi, dan kecenderungan mengontrol berlebihan membuat kebahagiaan sederhana terasa jauh. Akhirnya, meski ada hal-hal baik dalam hidup, tetap saja muncul rasa hampa.
Jalan Menuju Penyembuhan
Psikolog yang mengembangkan metode Inner Bonding, Margaret Paul menekankan pentingnya hubungan sehat dengan ’anak batin’ di dalam diri.
“Menjadi orang dewasa batin yang penuh kasih untuk anak batin dalam diri kita adalah kunci untuk hidup yang produktif dan bahagia, sekaligus kemampuan menjalin keintiman yang sehat,” kata dia.
Artinya, kita perlu menghadapi bagian diri yang terluka dengan kasih sayang, bukan penolakan. Menyembuhkan luka batin bukan berarti melupakan masa lalu, melainkan membangun hubungan baru dengan diri sendiri dari posisi orang dewasa yang penuh penerimaan.
Luka batin tidak bisa hilang dalam semalam. Namun, ada langkah-langkah yang bisa membantu:
- Menyadari dan mengakui luka
Alih-alih menyangkal, cobalah akui bahwa luka itu ada. Menyadari perasaan marah, sedih, atau kecewa adalah langkah awal penyembuhan. - Mencari bantuan profesional
Terapi psikologi, konseling, atau metode penyembuhan inner child bisa membantu. Ada banyak pendekatan, mulai dari terapi kognitif hingga EMDR. - Berlatih kasih sayang pada diri sendiri
Ganti dialog internal negatif dengan kata-kata yang suportif. Ingatkan diri bahwa kamu layak dicintai tanpa harus sempurna. - Latihan refleksi dan mindfulness
Menulis jurnal, meditasi, atau latihan pernapasan membantu hadir di saat ini. Perlahan, ini mengurangi kecenderungan hidup di masa lalu atau masa depan. - Bangun kebiasaan menikmati hal kecil
Mulai dari hal sederhana mulai dari menikmati secangkir teh hangat, berjalan di alam, atau tertawa bersama teman. Ini melatih otak untuk mengenali kebahagiaan sehari-hari.