Kenapa Kita Harus Kerja Meski Pekerjaan Sering Bikin Stres?
- Freepik
Lifestyle –Kalau dipikir-pikir, kerja itu seperti cinta kadang bikin bahagia, tapi sering juga bikin pusing kepala. Banyak orang mengeluh muak kerja, merasa tertekan dengan target, atau bahkan sampai mengalami burnout.
Nah, burnout sendiri adalah kondisi kelelahan emosional, mental, dan fisik akibat stres kerja berkepanjangan. Gejalanya bisa berupa rasa lelah terus-menerus, kehilangan motivasi, mudah marah, bahkan merasa pekerjaannya tidak ada artinya lagi.
Istilah ini pertama kali populer berkat penelitian psikolog Dr. Christina Maslach, yang menjelaskan burnout sebagai reaksi emosional yang muncul ketika pekerjaan kehilangan makna, terlalu membebani, dan individu merasa tidak dihargai.
Fenomena ini semakin sering terjadi di era kerja modern, terutama dengan tekanan target yang tinggi, jam kerja panjang, dan ekspektasi besar dari lingkungan sekitar. Tidak heran jika banyak orang bertanya-tanya kalau kerja bikin stres dan burnout, kenapa kita tetap harus bekerja?
Kerja dan Identitas Psikologis
Menurut psikologi, pekerjaan bukan hanya soal mencari nafkah, tapi juga soal identitas. Bayangkan saat seseorang ditanya, “Kamu kerja apa?” Pertanyaan itu menunjukkan bahwa profesi sering kali melekat pada jati diri kita. Pekerjaan bisa memberi rasa bangga, status sosial, bahkan tujuan dalam hidup.
Tanpa pekerjaan, sebagian orang merasa kehilangan arah. Hal ini sejalan dengan pandangan para psikolog bahwa kerja berperan penting dalam pembentukan konsep diri. Sederhananya, kita merasa lebih berarti ketika tahu kita punya peran dan kontribusi yang jelas.
Kerja sebagai Sumber Tekanan
Di sisi lain, kerja juga bisa jadi sumber stres terbesar dalam hidup. Target menumpuk, atasan yang sulit diajak kompromi, rekan kerja yang toksik, atau jam kerja yang tak kenal waktu semua itu bisa membuat energi mental terkuras habis.
Riset menunjukkan bahwa stres kerja kronis bisa memicu kecemasan, depresi, hingga masalah fisik seperti hipertensi dan gangguan tidur. Tidak heran kalau banyak orang mengaku muak kerja, bahkan bermimpi hidup tanpa harus bekerja.
Kerja untuk Keseimbangan Mental
Meski bikin stres, kenyataannya kerja juga bisa memberi keseimbangan mental. Kok bisa? Karena pekerjaan menghadirkan struktur dalam hidup kita. Ada rutinitas, ada tujuan, dan ada aktivitas yang membuat hari terasa lebih teratur.
Psikologi positif juga menemukan bahwa rasa produktif sering kali meningkatkan kebahagiaan. Ketika kita menyelesaikan tugas, sekecil apa pun, otak melepaskan hormon dopamin yang memberi perasaan puas. Jadi meskipun lelah, ada kepuasan batin tersendiri dari hasil kerja yang kita capai.
Kenapa Tetap Harus Kerja?
Pertanyaan besar pun muncul, kalau kerja sering bikin stres, kenapa kita tetap harus kerja? Jawabannya ada pada makna.
Kerja memberi kita rasa kontrol terhadap hidup kita bisa mengatur penghasilan, menabung, dan merencanakan masa depan. Kerja juga memberi rasa kontribusi, karena lewat pekerjaan kita bisa membantu orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal yang lebih penting dari itu semua, kerja membuat kita merasa hidup lebih berarti. Tanpa pekerjaan, risiko munculnya rasa hampa, kesepian, atau bahkan kehilangan harga diri bisa lebih besar.
Strategi Menghadapi Stres Kerja
Tentu saja, bukan berarti kita harus pasrah dengan stres kerja. Ada beberapa cara yang bisa membantu menjaga kesehatan mental di tengah tekanan pekerjaan:
- Self-care – Olahraga, tidur cukup, dan makan sehat bisa membuat tubuh lebih tahan menghadapi stres.
- Manajemen waktu – Jangan menunda pekerjaan. Atur prioritas agar energi tidak habis untuk hal-hal yang kurang penting.
- Coping mechanism sehat – Bicarakan masalah dengan teman, pasangan, atau psikolog. Kadang sekadar didengar sudah cukup melegakan.
- Ambil cuti jika perlu – Istirahat bukan berarti malas, tapi bentuk menjaga diri agar tetap produktif jangka panjang.
- Cari makna dalam pekerjaan – Fokus pada hal positif, misalnya siapa yang terbantu dari pekerjaan kita atau keahlian apa yang kita kembangkan.
Dr. Christina Maslach, menjelaskan meski burnout terjadi ketika kita merasakan pekerjaan kehilangan makna, terlalu membebani, dan individu merasa tidak dihargai. Namun, kerja tetap penting karena memberi struktur, identitas, serta peluang untuk berkembang.
Hal ini menegaskan bahwa meski pekerjaan bisa menjadi sumber kelelahan mental, ia juga bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan diri. Kuncinya bukan menghindari kerja, melainkan menemukan cara agar kerja tetap sehat dan bermakna.