Kenapa Kita Sering Merasa Stuck di Pekerjaan hingga Malas Kerja?
- Freepik
Selain makna, manusia juga butuh tantangan agar merasa berkembang. Melansir Self-Determination Theory (SDT) yang dikembangkan oleh psikolog Edward L. Deci dan Richard Ryan, ada tiga kebutuhan psikologis dasar yang mendorong motivasi seperti kompetensi, otonomi, dan keterhubungan.
Jika kebutuhan akan kompetensi yaitu perasaan mampu dan berkembang, tidak terpenuhi, kita cenderung kehilangan semangat. Tugas yang terlalu monoton atau tidak memberi ruang belajar baru akan membuat kita cepat jenuh. Inilah mengapa banyak orang yang sudah bekerja bertahun-tahun pada posisi yang sama merasa stagnan.
SDT menekankan bahwa manusia selalu mencari kesempatan untuk bertumbuh. Jika pekerjaan tidak menyediakan tantangan baru, motivasi intrinsik menurun drastis. Hasilnya, muncul rasa stuck yang membuat kita bertanya-tanya apakah sebaiknya bertahan atau mencari jalan baru.
Kebosanan dan Boreout
Banyak orang mengira burnout hanya terjadi karena terlalu banyak bekerja. Padahal, ada kondisi lain yang disebut boreout yaitu kelelahan emosional karena kurangnya stimulasi, tantangan, dan makna dalam pekerjaan.
Sebuah artikel di Psychology Today menjelaskan bahwa kebosanan di tempat kerja bisa menjadi ’jalan licin’ menuju burnout profesional. Ketika pekerjaan terasa kosong dan membosankan, otak kita kehilangan rasa terlibat. Perlahan, muncul gejala apatis, kelelahan mental, hingga depresi ringan.
Psikolog organisasi Sonia Valente menjelaskan bahwa kebosanan tidak selalu buruk. Menurutnya, kebosanan bisa menjadi sinyal penting bahwa seseorang membutuhkan perubahan.