Ketika Hati Ingin Resign, Tapi Dompet Masih Ragu, Catat Panduan Emosional dan Finansial untuk Mundur dengan Aman
- Freepik
Lifestyle –Akhir bulan di layar ponselmu, notifikasi mobile banking muncul: saldo tersisa Rp100.000. Di saat yang sama, hati terus berbisik lirih, ‘Aku nggak sanggup lagi kerja di sini’. Antara keinginan untuk melepaskan dan ketakutan akan kondisi finansial yang belum aman, kamu hanya bisa menghela napas panjang. Lelah bukan hanya soal fisik, tapi juga batin yang tak kunjung menemukan damai.
Mundur dari pekerjaan bukan keputusan ringan, apalagi saat isi rekening nyaris kosong. Tapi apakah kita harus menunggu sampai benar-benar hancur dulu baru berani pergi? Artikel ini hadir sebagai pelukan dan peta jalan—untuk kamu yang ingin resign, tapi masih ragu karena dompet belum siap. Baca sampai akhir, karena mungkin di sinilah kamu akan menemukan jawabannya.
Kenapa Ingin Resign? Validasi Dulu Perasaanmu
Sebelum mengambil langkah, penting untuk memahami alasan mendasar di balik keinginan resign. Apakah karena lingkungan kerja yang toksik? Tidak cocok dengan budaya kantor? Atau karena merasa kehilangan makna dalam pekerjaan? Menurut psikolog klinis asal Inggris dan penulis Why Has Nobody Told Me This Before?, Dr. Julie Smith kelelahan emosional akibat pekerjaan bisa menurunkan harga diri dan memperburuk kesehatan mental.
“Ketika seseorang merasa tidak dihargai atau terus-menerus stres, itu akan berdampak pada cara mereka melihat diri sendiri. Maka tak heran banyak orang merasa 'rusak' setelah bertahan terlalu lama,” jelasnya.
Mengakui bahwa kamu lelah adalah langkah pertama. Validasi perasaanmu. Kamu tidak manja. Kamu hanya manusia yang berhak hidup dengan damai.
Ketakutan Finansial Itu Nyata, Tapi Bisa Dikelola
Ketika dompet belum siap, rasa takut menjadi bayangan besar di setiap niat untuk pergi. Namun, seperti disampaikan oleh pakar keuangan personal dan penulis buku I Will Teach You to Be Rich, Ramit Sethi.
“Uang adalah alat untuk kebebasan. Tapi kita juga perlu tahu: kebebasan itu diraih lewat keputusan-keputusan yang sadar, bukan impulsive,” kata dia.
Sethi menyarankan agar setiap orang yang ingin resign menyiapkan minimal 3–6 bulan dana darurat. Tapi bagaimana kalau kondisi sekarang belum ideal? Maka mulailah dari keran kecil dulu: catat semua pengeluaran, kurangi biaya yang tak esensial, dan cari sumber pendapatan tambahan meski kecil. Dalam proses ini, bukan hanya angka yang berubah, tapi juga rasa percaya dirimu.
Buat Rencana Mundur yang Emosional dan Rasional
Jangan resign dengan marah, resignlah dengan sadar. Buatlah “timeline resign” yang mencakup:
- Kapan kamu ingin keluar
- Target dana minimal yang harus terkumpul
- Sumber pendapatan alternatif (freelance, jualan online, dll)
- Langkah mental untuk membangun kembali rasa percaya diri
Profesor psikologi dari University of Houston, Dr. Brené Brown menekankan pentingnya kerentanan dalam pengambilan keputusan besar. Dia menjelaskan, meninggalkan sesuatu yang tidak lagi sehat bukan berarti gagal. Itu adalah bentuk keberanian.
"Jadi, izinkan dirimu membuat rencana mundur yang penuh kasih—pada diri sendiri," kata dia.
Tandai Tanda Bahaya: Kalau Tetap Bertahan, Apa yang Terjadi?
Tak sedikit orang yang memaksakan diri bertahan di pekerjaan karena takut terlihat lemah atau gagal. Tapi kita jarang bertanya: Apa yang dikorbankan untuk terus bertahan? Bayangkan tubuhmu adalah sinyal alarm. Ketika kamu mulai sering sakit kepala tanpa sebab, merasa mual setiap Minggu malam, atau mendadak cemas hanya karena mendengar nada notifikasi kantor—itu bukan hal remeh. Itu adalah tanda-tanda tubuhmu berteriak minta tolong.
Psikolog dari Harvard Medical School dan penulis Emotional Agility, Dr. Susan David menjelaskan bahwa terus menekan emosi negatif tanpa mengenalinya akan menumpuk seperti gunung es. Dan saat akhirnya runtuh, dampaknya bisa jauh lebih parah, baik secara mental, fisik, maupun relasi sosial. Menurut David, ini bukan hanya soal pekerjaan yang tak cocok, tapi bagaimana kamu kehilangan kendali atas hidupmu sendiri.
Tanda bahaya lainnya yang sering diabaikan:
- Kamu mulai menarik diri dari orang-orang terdekat.
- Produktivitasmu menurun drastis, tapi kamu tidak peduli.
- Hal-hal kecil memicu kemarahan atau tangisan.
- Kamu tak lagi tahu siapa dirimu di luar pekerjaan.
Bertahan demi gaji memang masuk akal secara logis. Tapi jika mentalmu perlahan hancur, gaji itu tidak akan cukup untuk menebus terapi jangka panjang atau waktu berharga yang terlewat. Kesehatan mental bukan biaya, melainkan investasi. Kadang, bertahan lebih berisiko daripada melepaskan.
Saat Belum Bisa Resign: Rawat Dirimu Dulu
Tidak semua orang punya privilese untuk langsung resign. Terkadang, kamu harus tetap hadir di ruang kerja yang tidak kamu cintai demi tanggungan, cicilan, atau sekadar bertahan hidup. Tapi bertahan bukan berarti kamu harus berhenti merawat dirimu sendiri. Rawat dirimu seperti kamu merawat orang yang paling kamu cintai. Mulailah dari hal yang paling sederhana tapi berdampak:
- Buat ritual penyembuh setiap pagi atau malam, entah itu membuat teh, journaling, atau mendengarkan musik yang menenangkan.
- Pisahkan identitas dirimu dari pekerjaanmu. Kamu bukan hanya jabatan atau tugas harianmu. Kamu punya jiwa, impian, dan nilai yang tak bisa ditentukan oleh KPI atau evaluasi tahunan.
- Bangun zona aman kecil di rumah atau dalam rutinitas harian, di mana kamu bisa bernapas tanpa merasa dinilai.
- Temui dirimu sendiri lagi. Ingat hobi, gairah, atau mimpi lama yang pernah membuatmu hidup. Kadang, kita hanya perlu disentuh kembali oleh versi diri yang lebih murni.
Menurut profesor psikologi dari Yale University dan pengampu mata kuliah “The Science of Well-Being”, Dr. Laurie Santos tindakan-tindakan kecil yang dilakukan secara konsisten lebih ampuh daripada perubahan drastis yang sulit dipertahankan. Ia menyebutnya sebagai micro habits, kebiasaan mikro yang memperkuat daya tahan emosional.
Jika kamu belum bisa resign hari ini, maka siapkan dirimu agar kuat menghadapi hari esok:
- Cari tahu peluang pendapatan alternatif. Freelance, bisnis kecil, atau bahkan kursus daring untuk upgrade skill.
- Tentukan “tanggal ideal” resign sebagai target psikologis. Ini bisa menjadi harapan yang menumbuhkan motivasi setiap kali kamu merasa hampir menyerah.
- Sadarilah bahwa setiap hari kamu bertahan sambil menyusun rencana adalah bentuk kekuatan. Kamu tidak diam. Kamu sedang membangun jalan keluar, langkah demi langkah.
Kamu bukan lemah karena masih bertahan. Kamu sedang bertumbuh. Dan pertumbuhan itu tidak selalu tampak dari luar, tapi kamu bisa merasakannya dari dalam.
Kumpulkan Dukungan: Jangan Jalan Sendiri
Resign tidak harus kamu pikirkan dan hadapi sendirian. Bicarakan dengan orang terdekat yang bisa dipercaya. Kalau bisa, konsultasikan juga dengan psikolog atau konselor karier.
Banyak platform kini menyediakan layanan konseling daring terjangkau. Di sisi lain, forum pekerja di media sosial juga bisa menjadi tempat bertukar cerita dan strategi. Ingat, kamu tidak sendiri. Banyak yang sedang merasa seperti kamu—ingin pergi tapi masih terikat oleh angka di rekening.
Waktu Terbaik Resign? Saat Kamu Sudah Siap Secara Mental dan Finansial
Jangan menunggu semuanya sempurna, tapi pastikan kamu cukup siap. Resign bukan tentang pelarian, tapi tentang menuju versi dirimu yang lebih utuh. Langkah kecilmu hari ini, menyusun rencana, menabung sedikit demi sedikit, menyadari nilai dirimu adalah bentuk keberanian. Mungkin tak semua orang mengerti kenapa kamu ingin pergi, tapi kamu tahu bahwa jiwamu butuh ruang untuk bernapas.
Mundur dengan Cinta, Bukan dengan Luka
Resign bukanlah tanda kelemahan. Kadang, itu adalah cara paling tulus untuk mencintai diri sendiri. Jika kamu membaca ini sambil menahan air mata atau menekan rasa sesak di dada, ketahuilah: kamu sudah cukup kuat. Dan kamu pantas untuk hidup yang lebih baik.
Bukan dompet saja yang perlu diselamatkan, tapi juga hati dan kesehatan mentalmu. Maka berjalanlah perlahan, tapi pasti. Dunia luar mungkin tak berubah seketika, tapi kamu bisa berubah dari dalam. Dan itu adalah awal dari segala kemungkinan baik.
Jika kamu ingin resign tapi takut karena uang, ingatlah: kamu tidak sendiri. Dan selalu ada jalan jika kamu mau mulai menata langkah dari sekarang.