Semakin Dewasa, Semakin Sering Nangis Diam-Diam, Ada Apa dengan Kita?
- Pixaby
Lifestyle –Kita mungkin sudah tidak ingat kapan terakhir kali menangis di depan seseorang. Tapi kita ingat persis rasanya menangis diam-diam di kamar mandi, saat menyetir malam hari, atau ketika lampu kamar sudah dimatikan. Menangis tanpa suara. Tanpa pelukan. Tanpa pengakuan.
Semakin bertambah usia, semakin dalam pula cara kita menyimpan luka. Sebagai orang dewasa, kita dituntut untuk terlihat kuat, tegar, dan tahan banting. Namun di balik wajah tenang dan senyum sopan itu, sering kali ada hati yang sesak karena terlalu lama menanggung semuanya sendirian.
Saat masih kecil, menangis adalah hal yang biasa. Kita bisa menangis karena jatuh, dimarahi, atau sedih menonton kartun. Tapi begitu dewasa, kita mulai belajar bahwa air mata sebaiknya disimpan. Kita takut dianggap lemah, cengeng, atau tidak profesional.
Maka kita mulai menahan diri. Kita menangis hanya saat tidak ada yang melihat. Tekanan untuk terlihat kuat ini datang dari berbagai arah lingkungan kerja, keluarga, bahkan pasangan.
Kita merasa harus menjadi penopang, bukan yang ditopang. Harus memberi solusi, bukan menunjukkan keraguan. Lama-lama, kita tidak hanya menahan air mata, tapi juga menahan cerita, rasa lelah, dan semua perasaan yang ingin diungkapkan.
Menurut seorang psikolog klinis dan penulis buku Emotional First Aid, Dr. Guy Winch, banyak orang dewasa menyimpan luka emosional tanpa sadar.
“Saat kita menekan rasa sakit emosional, itu tidak hilang melainkan tersimpan dan muncul dalam bentuk lain, seperti kelelahan, kecemasan, atau bahkan air mata yang kita jatuhkan diam-diam,” kata dia dikutip dari laman Verywell mind.