40% Pekerja Memilih Toilet Sebagai Tempat Untuk Menangis, Kenapa? Ini Alasannya
- Pixaby
Lifestyle –Menangis di kantor sering kali dianggap tabu. Banyak pekerja berusaha menahan air mata agar tidak terlihat lemah atau tidak profesional di hadapan rekan kerja.
Namun, ketika emosi sudah terlalu penuh dan tidak ada tempat untuk meluapkannya, toilet kantor kerap menjadi tempat aman untuk menangis diam-diam. Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu negara, tetapi juga di banyak tempat kerja di seluruh dunia.
Alih-alih sekadar menghakimi atau menganggapnya sebagai hal sepele, menangis di toilet sebenarnya menyimpan pesan penting. Ini bisa menjadi tanda bahwa pekerja sedang menghadapi tekanan berat atau lingkungan kerja yang kurang mendukung. Lalu, seberapa umum fenomena ini?
Fenomena menangis di kantor bukan hal langka. Survei yang dilakukan oleh Modern Health dan dilansir Forbes pada Maret 2025 menemukan bahwa hampir 40% pekerja menangis di kantor dalam sebulan terakhir karena tekanan kerja yang tinggi. Angka ini menunjukkan bahwa stres dan beban emosional di dunia kerja semakin meningkat.
Studi lain yang dipublikasikan dalam British Journal of Social Psychology menyebutkan bahwa menangis di tempat kerja memiliki dampak ganda. Di satu sisi, pekerja yang menangis dianggap lebih hangat dan empatik. Namun, di sisi lain, mereka juga bisa dipersepsikan sebagai kurang kompeten.
Di beberapa perusahaan besar di New York, fenomena ini bahkan memiliki istilah khusus yakni bathroom club. Istilah ini merujuk pada kebiasaan staf muda dan profesional dengan tekanan tinggi yang menangis diam-diam di toilet sebagai bentuk pelepasan emosi.
Penyebab Pekerja Menangis di Toilet Kantor
Menurut psikolog sekaligus pendiri klinik mental health A Kind Place di Singapura, Ooi Sze Jin ada beberapa alasan mengapa pekerja lebih memilih menangis di toilet kantor:
1. Stres dan kelelahan ekstrem (burnout)
Banyak pekerja yang harus menahan emosi mereka sepanjang hari. Ketika tekanan kerja terus menumpuk, tubuh dan pikiran akhirnya mencari jalan keluar.
“Ledakan emosi bisa terjadi ketika seseorang sudah didorong sampai batasnya setelah terlalu lama menekan perasaan,” jelas Ooi.
Menangis di toilet menjadi pilihan karena dianggap aman dan bisa memberikan sedikit kelegaan dari tekanan.
2. Kurangnya pengakuan atau bullying di tempat kerja
Pekerja yang merasa tidak dihargai atau bahkan mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari atasan maupun rekan kerja cenderung mengalami emosi negatif yang berlebihan.
“Ketika pekerja merasa tidak dihargai atau bahkan dibully, mereka mulai merasa tidak berarti atau seolah-olah tidak terlihat. Perasaan negatif yang menumpuk inilah yang akhirnya memicu ledakan emosi,” tambah Ooi.
Rasa tidak dihargai ini sering kali membuat pekerja mencari tempat untuk meluapkan perasaan mereka tanpa terlihat orang lain.
3. Kesulitan mengatur emosi
Kemampuan mengelola emosi berbeda pada setiap orang. Pekerja yang tidak terbiasa mengekspresikan perasaan dengan sehat cenderung “meledak” ketika menghadapi situasi sulit. Toilet kantor pun menjadi tempat pelarian karena memberikan privasi.
Mengapa Toilet yang Dipilih? Perspektif Psikologi Organisasi
Menurut Affective Events Theory dalam psikologi organisasi, emosi yang muncul di tempat kerja bisa memengaruhi kebahagiaan dan kepuasan kerja seseorang. Ketika ada pemicu emosi negatif seperti kritik tajam, konflik dengan rekan kerja, atau tekanan deadline, pekerja cenderung mencari cara untuk menenangkan diri.
Toilet dianggap sebagai safe space karena:
- Memberikan privasi yang cukup.
- Jauh dari pengawasan atasan atau rekan kerja.
- Memberikan waktu untuk menenangkan diri sebelum kembali bekerja.
Dampak Internal dan Eksternal
Menangis sesekali di toilet mungkin terasa melegakan. Namun, jika kebiasaan ini terjadi terus-menerus, ada dampak yang perlu diperhatikan:
- Kesehatan mental dan fisik terganggu
Tekanan yang menumpuk bisa memicu stres akut, kelelahan emosional, gangguan tidur, bahkan masalah pencernaan. - Produktivitas menurun
Perasaan tertekan membuat pekerja sulit fokus sehingga pekerjaan menjadi terhambat. - Persepsi negatif di tempat kerja
Menurut studi dari Kim Elsbach, Ph.D., menangis di kantor terutama jika terlihat rekan kerja atau atasan dapat menimbulkan persepsi bahwa pekerja tersebut kurang mampu mengendalikan diri. Hal ini bisa memengaruhi peluang promosi dan kepercayaan atasan.
Strategi Mengatasi dan Rekomendasi
Fenomena ini seharusnya menjadi alarm bagi perusahaan untuk memperhatikan kesejahteraan mental karyawan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Sediakan dukungan emosional di tempat kerja
Perusahaan dapat menyediakan fasilitas konseling, membentuk peer support group, atau menghadirkan ruang aman bagi karyawan yang membutuhkan waktu untuk menenangkan diri.
2. Latih kemampuan regulasi emosi
Pelatihan tentang mindfulness, teknik relaksasi, atau coping strategy bisa membantu karyawan lebih mampu mengelola emosi mereka di tempat kerja.
3. Hilangkan stigma menangis
HR dan pimpinan perlu memahami bahwa menangis bukan tanda kelemahan. Edukasi ini dapat mengubah budaya kerja agar lebih suportif.
4. Evaluasi beban kerja dan gaya manajemen
Lingkungan kerja yang toxic atau beban kerja berlebihan perlu segera diperbaiki. Manajer sebaiknya lebih terbuka terhadap feedback dan menghindari praktik yang memicu burnout atau bullying.
Menangis di toilet kantor bukanlah tanda kelemahan, tetapi sinyal bahwa ada tekanan yang perlu diatasi. Baik perusahaan maupun karyawan perlu menyadari bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan produktivitas.
Seperti yang diungkapkan oleh psikolog Ooi Sze Jin, menangis adalah reaksi manusiawi yang muncul ketika seseorang sudah terlalu lama menahan emosi. Dengan membangun lingkungan kerja yang suportif dan menyediakan dukungan yang tepat, fenomena ini bisa diminimalkan, dan karyawan dapat kembali merasa aman serta nyaman di tempat kerja.