Kenapa Daster Jadi 'Seragam Nasional' Wanita di Rumah? Ini Kata Psikolog dan Sosiolog
- Tokped @Batik Solo 98
Psikolog Harvard, Dr. Susan David, dan penulis buku Emotional Agility, menyebutkan bahwa manusia secara alami mencari simbol kenyamanan untuk menandai batas antara dunia luar dan dunia dalam. Ketika seseorang mengenakan sesuatu yang menandai istirahat atau rumah, otak merespons dengan lebih relaks, jelasnya.
Daster, bagi perempuan, adalah sinyal untuk otak bahwa ini waktunya istirahat, atau setidaknya, berada di ruang pribadi. Tak heran, banyak perempuan langsung merasa lega setelah melepas baju kantor dan mengganti dengan daster kesayangan. Seperti ada beban yang ikut dilepaskan bersama resleting baju.
Simbol Kebebasan dan Kendali atas Diri Sendiri
Daster bukan cuma soal rasa nyaman, tapi juga tentang pilihan. Di dunia yang penuh tuntutan, daster memberi ruang kebebasan bagi perempuan untuk memilih tanpa ribet. Ingin masak, ngepel, Zoom meeting, atau rebahan? Daster bisa.
Faktanya, banyak perempuan WFH selama pandemi melaporkan bahwa mereka merasa lebih produktif saat memakai daster. Aneh? Tidak juga. Daster memberi mereka rasa bebas, dan ketika stres berkurang, produktivitas pun naik.
Daster juga bisa dilihat sebagai bentuk 'pengambilalihan kontrol', saat di luar rumah perempuan kerap tunduk pada ekspektasi sosial, di rumah, dengan daster, merekalah yang punya aturan. Ini bentuk empowerment yang tidak selalu disadari.
Sayangnya, daster juga sering distigma. Ada anggapan bahwa perempuan yang seharian pakai daster itu malas, tak merawat diri, atau tidak menarik. Ini pandangan yang sangat sempit. Menurut psikolog sosial Dr. Brené Brown, kita hidup di masyarakat yang sering kali mengukur nilai seseorang dari tampilan luar.