Kenapa Daster Jadi 'Seragam Nasional' Wanita di Rumah? Ini Kata Psikolog dan Sosiolog
- Tokped @Batik Solo 98
“Kita terjebak dalam budaya ‘harus selalu terlihat sempurna’, padahal manusia punya momen istirahat dan autentik,” ungkapnya dalam TED Talk populernya.
Perempuan dengan daster bukan berarti tidak peduli. Justru, itu bisa menjadi tanda bahwa mereka tahu prioritas, kenyamanan, efisiensi, dan kepraktisan saat menghadapi banyak peran di rumah mulai dari ibu, manajer keuangan, guru darurat, hingga koki keluarga.
Ruang Emosional di Balik Daster: Kisah yang Tak Terucap
Banyak perempuan punya daster favorit yang warnanya sudah pudar, motifnya kuno, tapi tetap dipakai karena... ya, nyaman dan penuh kenangan, itu karena daster menyimpan memori. Mungkin itu daster yang dibeli saat awal menikah, saat baru punya anak, atau daster warisan ibu. Pakaian ini bukan sekadar kain, tapi ruang emosional. Tempat di mana perempuan menangis diam-diam, tertawa kecil sendirian, atau sekadar menghela napas setelah hari yang panjang.
Psikolog keluarga dari Stanford, Dr. Laura Markham, menyebutkan bahwa baju rumah bisa jadi emotional anchor, sesuatu yang membuat kita merasa terhubung dengan diri kita yang paling asli. Dan daster sering kali memainkan peran itu untuk perempuan.
Daster tidak pernah sekadar pakaian. Ia adalah simbol: dari sejarah budaya, dari kebebasan memilih, dari ruang aman, sampai kenyamanan psikologis. Daster adalah pelindung emosi saat hari melelahkan, teman setia saat ingin rebahan, dan saksi bisu perjuangan para ibu, istri, dan perempuan pekerja di rumah.
Jadi, kalau kamu pernah merasa minder karena “cuma pakai daster”, sekarang kamu tahu daster justru bukti bahwa kamu tahu apa yang penting—kenyamanan, efisiensi, dan cinta pada diri sendiri dan hey, siapa bilang perempuan dengan daster tak bisa menaklukkan dunia? Mungkin dia justru sedang menaklukkan dunianya, dari dalam rumah yang penuh makna.