Apakah Kesurupan Bisa Dijelaskan Secara Ilmiah?
- Pixaby
Lifestyle – Fenomena kesurupan kerap dianggap sebagai kejadian mistis atau supranatural di berbagai budaya. Namun, di dunia ilmiah, kesurupan mulai ditelaah dari sudut pandang psikologi dan neuroscience. Apakah kesurupan sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah? Artikel ini mengupas hubungan antara kesurupan dengan sugesti dan hipnosis, serta pendapat dari para ahli terkemuka seperti Dr. David Spiegel dan pakar lainnya. Dengan pendekatan ini, kita akan memahami bahwa kesurupan lebih dari sekadar mitos, melainkan fenomena psikologis yang kompleks.
Pertama mari kita kupas apa itu kesurupan. Kesurupan secara umum diartikan sebagai kondisi di mana seseorang kehilangan kendali atas dirinya dan bertingkah laku tidak seperti biasanya, seringkali disertai dengan hilangnya kesadaran normal. Di banyak budaya, kesurupan dikaitkan dengan roh, makhluk halus, atau energi gaib yang masuk ke tubuh seseorang. Misalnya, dalam tradisi Indonesia, kesurupan sering disebut sebagai 'kerasukan'
Namun, dari sisi ilmiah, kesurupan dianggap sebagai bentuk altered state of consciousness (keadaan kesadaran yang berubah) yang dapat melibatkan gangguan fungsi kognitif dan perilaku. Meskipun pengalaman ini sering disertai fenomena aneh, banyak ilmuwan berpendapat bahwa kesurupan bukanlah akibat dari kekuatan gaib, melainkan fenomena psikologis dan neurologis yang dapat dipelajari.
Konsep Sugesti dalam Psikologi
Sugesti adalah proses di mana seseorang menerima dan menyesuaikan diri dengan ide atau perintah dari luar tanpa pertimbangan kritis. Dalam psikologi, sugesti berperan penting dalam memengaruhi pikiran dan perilaku, terutama dalam keadaan trance atau kondisi mental yang reseptif.
Berbagai penelitian menunjukkan bagaimana sugesti dapat mengubah persepsi dan tindakan seseorang. Contohnya, dalam eksperimen klasik Milgram, orang-orang dapat diperintahkan melakukan tindakan tertentu hanya karena sugesti dari figur otoritas. Efek placebo juga merupakan contoh nyata bagaimana sugesti memengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang. Dalam konteks kesurupan, sugesti bisa membuat seseorang masuk ke kondisi trance yang dalam, di mana perilaku dan kesadaran mereka sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan keyakinan yang ada.
Hipnosis dan Kesurupan: Hubungan dan Penjelasan Ilmiah
Hipnosis adalah kondisi kesadaran yang sangat fokus dan sangat reseptif terhadap sugesti. Menurut Dr. David Spiegel, profesor psikiatri dari Stanford University, hipnosis dapat digunakan untuk mengubah persepsi, sensasi, emosi, dan perilaku seseorang tanpa membuat mereka kehilangan kendali diri sepenuhnya.
Dalam konteks kesurupan, hipnosis dapat dianggap sebagai kondisi trance yang dipicu oleh sugesti kuat dari lingkungan sekitar atau dari diri sendiri. Penelitian neuroimaging menunjukkan bahwa saat hipnosis berlangsung, aktivitas otak di bagian korteks prefrontal dan anterior cingulate cortex berubah. Area ini berperan dalam pengendalian perhatian dan kesadaran diri, yang menunjukkan bahwa seseorang dalam keadaan hipnosis bisa mengalami perubahan signifikan dalam kontrol diri dan persepsi.
Dengan demikian, kesurupan bisa dilihat sebagai fenomena psikologis dan neurobiologis yang terjadi karena kombinasi sugesti, kondisi mental tertentu, dan aktivitas otak yang berubah.
Selain Dr. Spiegel, ada beberapa pakar lain yang mengaitkan kesurupan dengan mekanisme psikologis dan neurobiologis terkait fenomena kesurupan. Psikolog klinis terkemuka Dr. Steven Jay Lynn menjelaskan bahwa kesurupan merupakan bentuk gangguan disosiatif, yaitu gangguan di mana seseorang terputus dari kesadaran normalnya yang dipicu oleh sugesti kuat dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya. Dengan kata lain, kesurupan adalah respons psikologis terhadap tekanan lingkungan dan ekspektasi budaya.
Selain itu, pendiri Hypnosis Motivation Institute, Dr. John Kappas juga menegaskan bahwa hipnosis dan sugesti dapat menjadi kunci dalam memahami dan menangani fenomena kesurupan. Melalui hipnosis, individu dapat diajak masuk ke kondisi trance, yang secara neurofisiologis mirip dengan kesurupan.
Selain itu, riset neuroscience terbaru menunjukkan bahwa gelombang otak theta—gelombang yang biasa muncul saat meditasi atau tidur ringan—berperan besar dalam trance dan kesurupan. Aktivitas gelombang theta ini memungkinkan seseorang mengalami perubahan persepsi dan kesadaran yang mendalam.
Faktor psikologis lain seperti stres tinggi, kepercayaan budaya yang kuat terhadap roh atau kekuatan gaib, dan tingkat sugestibilitas individu juga berperan penting dalam meningkatkan kemungkinan terjadinya kesurupan.
Meskipun banyak bukti mendukung bahwa kesurupan dapat dijelaskan lewat sugesti dan hipnosis, fenomena ini tetap kompleks dan tidak selalu mudah diukur dengan metode ilmiah. Beberapa kasus kesurupan mungkin melibatkan faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami, termasuk aspek spiritual dan budaya yang sangat kuat.
Para ilmuwan sepakat bahwa penjelasan ilmiah tidak harus menghilangkan makna budaya dan kepercayaan yang ada, melainkan justru melengkapi pemahaman tentang fenomena ini. Oleh karena itu, pendekatan multidisipliner—menggabungkan psikologi, neuroscience, antropologi, dan studi budaya sangat penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh.
Kesurupan yang selama ini sering dianggap sebagai fenomena mistis ternyata memiliki penjelasan ilmiah yang kuat melalui konsep sugesti dan hipnosis. Menurut para ahli seperti Dr. David Spiegel dan Dr. Steven Jay Lynn, kesurupan merupakan kondisi trance atau gangguan disosiatif yang dipicu oleh sugesti dan dipengaruhi oleh konteks sosial serta budaya.
Aktivitas otak yang berubah selama kesurupan menunjukkan bahwa fenomena ini bukan hanya soal kepercayaan, tapi juga proses neurobiologis yang nyata. Meski demikian, pendekatan ilmiah harus tetap menghormati nilai budaya dan spiritual yang ada. Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat kesurupan sebagai fenomena psikologis yang kompleks dan membuka peluang untuk penanganan yang lebih tepat, khususnya dalam bidang kesehatan mental.