Mengapa Berat Badan Sulit Turun? Mungkin Genetikmu yang Berperan!

ilustrasi diet
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Pernahkah kamu merasa telah mencoba segala macam diet, olahraga rutin, namun berat badan tetap sulit turun? Sementara temanmu bisa makan sesuka hati tanpa takut jarum timbangan bergeser? Jika ya, bisa jadi jawabannya terletak jauh lebih dalam—di dalam genetikmu sendiri. Hubungan antara genetik dan berat badan kini menjadi salah satu fokus utama dalam dunia nutrisi dan kesehatan modern.

Genetik memengaruhi hampir semua aspek tubuh manusia, termasuk bagaimana tubuh memproses makanan, membakar kalori, dan menyimpan lemak. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai studi ilmiah telah menunjukkan bahwa ada gen tertentu yang bisa membuat seseorang lebih rentan mengalami kenaikan berat badan dibandingkan yang lain, meskipun mereka memiliki pola makan dan aktivitas fisik yang serupa. Artinya, faktor genetik bukan sekadar mitos atau alasan, tapi merupakan bagian nyata dari teka-teki berat badan seseorang.

Salah satu gen yang paling sering dikaitkan dengan regulasi berat badan adalah gen FTO (fat mass and obesity-associated gene). Orang yang memiliki varian tertentu dari gen ini diketahui memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami obesitas. Gen ini memengaruhi rasa lapar, selera makan, dan kecenderungan untuk memilih makanan tinggi kalori. Dalam konteks ini, seseorang yang memiliki varian FTO tertentu mungkin merasa lebih cepat lapar atau kesulitan mengendalikan porsi makan.

Selain FTO, ada pula gen MC4R yang berkaitan dengan pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi. Kombinasi dari beberapa gen bisa menciptakan efek yang kompleks, sehingga pola penambahan berat badan seseorang bisa sangat unik. Ini menjelaskan mengapa dua orang dengan pola hidup serupa bisa mengalami hasil yang sangat berbeda dalam hal pengendalian berat badan.

Namun, memiliki gen obesitas tidak berarti seseorang pasti akan menjadi gemuk. Genetik hanyalah satu bagian dari faktor yang lebih luas. Lingkungan, kebiasaan hidup, pola makan, tingkat stres, dan kualitas tidur juga memainkan peran besar. Bahkan, studi epigenetik menunjukkan bahwa gen bisa diaktifkan atau dinonaktifkan tergantung pada gaya hidup seseorang. Dengan kata lain, meskipun gen memberikan kecenderungan, tindakan sehari-hari tetap menjadi kunci utama.

Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan nutrisi berbasis genetik atau nutrigenomik mulai berkembang. Melalui tes DNA sederhana, seseorang bisa mengetahui bagaimana tubuhnya merespons berbagai jenis makanan, tingkat kebutuhan akan karbohidrat, protein, dan lemak, serta potensi risiko metabolik yang berkaitan dengan berat badan. Dari hasil ini, pola makan bisa disesuaikan secara personal agar lebih sesuai dengan kebutuhan biologis masing-masing individu.

Misalnya, seseorang dengan gen yang cenderung kurang efisien dalam memproses karbohidrat mungkin akan mendapatkan hasil yang lebih baik dengan pola makan rendah karbohidrat. Sementara orang lain dengan gen yang memetabolisme lemak lebih lambat mungkin perlu menghindari makanan tinggi lemak jenuh untuk mencegah penumpukan lemak tubuh. Personalisasi diet seperti ini memberikan peluang lebih besar untuk mencapai berat badan ideal secara berkelanjutan.