Capek Pulang Kerja tapi Masih Harus Bimbing Anak? Begini Caranya Biar Nggak Naik Darah

Ilustrasi ibu mengajari anak belajar
Sumber :
  • Freepik

LifestyleBagi banyak ibu bekerja, pulang ke rumah bukan berarti selesai dari semua tanggung jawab. Justru, setumpuk pekerjaan rumah dan kewajiban lain menanti, termasuk mendampingi anak belajar.

Stuck dan Nggak Semangat Kerja Bisa Jadi Pertanda....

Kondisi ini sering membuat ibu merasa kewalahan, sudah lelah secara fisik dan mental, masih harus mengatur kesabaran saat menghadapi anak yang sulit fokus. Tak jarang, emosi pun meledak dan suasana belajar berubah jadi penuh ketegangan.

Padahal, mendampingi anak belajar seharusnya bisa jadi momen berharga untuk menjalin kedekatan. Kuncinya adalah cara mengelola energi, emosi, dan strategi komunikasi.

Kok Pulang Kantor Malah Makin Stres? Ini Penjelasan Psikologinya

Artikel ini membahas langkah praktis agar ibu tetap sabar meski lelah, berdasarkan rekomendasi pakar psikologi anak.

Dampak Stres pada Ibu Setelah Bekerja

Setelah seharian menghadapi tekanan di kantor, tubuh dan pikiran butuh waktu untuk pulih. Bila langsung berhadapan dengan anak yang rewel atau susah fokus, wajar jika ibu cepat tersulut emosi.

Demo hingga Penjarahan, Bagaimana Situasi Sebuah Negara Mempengaruhi Mental Warganya?

Kondisi ini disebut dengan ego depletion, yaitu saat kemampuan mengendalikan diri menurun karena kelelahan. Kelelahan emosional bukan hanya berdampak pada mood ibu, tapi juga memengaruhi anak.

Suasana belajar yang penuh teguran dan bentakan bisa membuat anak merasa tertekan, bahkan mengurangi motivasi belajar. Karena itu, sebelum memulai sesi belajar, penting bagi ibu untuk menyiapkan kondisi diri terlebih dahulu.

Tips Praktis untuk Tetap Tenang dan Efektif

1. Ambil “Cool Down Time”

Begitu tiba di rumah, jangan langsung buru-buru memanggil anak untuk belajar. Ambil waktu 10–15 menit untuk menenangkan diri. Bisa dengan mandi, minum teh hangat, atau sekadar menarik napas dalam.

Psikolog anak Dr. Jazmine menyarankan orang tua untuk menenangkan diri dulu sebelum melanjutkan interaksi positif dengan anak.

“Orang tua perlu menyadari bahwa kehilangan kesabaran adalah hal manusiawi. Hal yang penting adalah bagaimana kita memperbaikinya dan melanjutkan dengan komunikasi yang lebih hangat,” kata dia.

2. Atur Rutinitas Belajar yang Jelas

Anak lebih mudah fokus bila memiliki jadwal yang konsisten. Misalnya, belajar dimulai 30 menit setelah makan malam atau setelah istirahat sore. Today’s Parent menekankan bahwa rutinitas terstruktur membantu menurunkan stres dan meningkatkan produktivitas.

Dengan begitu, ibu tidak perlu repot mengingatkan berulang kali. Anak pun lebih siap karena sudah terbiasa dengan pola tersebut.

3. Rancang Tempat Belajar yang Nyaman

Lingkungan belajar yang tenang sangat menentukan suasana hati anak. Sediakan meja belajar dengan alat tulis lengkap, jauh dari distraksi TV atau ponsel. Mengutip New Mexico Kids, lingkungan minimal distraksi membuat anak lebih mudah fokus dan mengurangi konflik saat belajar.

4. Terapkan Teknik Kolaboratif

Alih-alih bersikap otoriter dengan kalimat “Ayo cepat kerjakan, kan gampang!”, coba ubah pendekatan menjadi kolaboratif. Misalnya, “Yuk kita cari jawabannya bareng-bareng.”

Model disiplin positif menekankan pada kerja sama, saling menghormati, dan memberi batasan yang jelas. Anak merasa lebih dihargai dan tidak ditekan, sehingga lebih kooperatif.

5. Kelola Break dan Reward dengan Bijak

Jangan memaksa anak belajar terus-menerus tanpa jeda. Terapkan metode belajar singkat, misalnya 20 menit belajar lalu istirahat 5 menit. Istirahat bisa berupa jalan kecil, minum air, atau ngobrol ringan.

Nemours KidsHealth menyarankan istirahat aktif yang singkat agar anak tetap bisa kembali fokus. Selain itu, berikan reward sederhana seperti pujian tulus, stiker, atau pelukan setelah anak menyelesaikan tugas.

6. Gunakan Komunikasi yang Menenangkan

Psikolog anak Reem Raouda menekankan pentingnya komunikasi yang menciptakan rasa aman. Ia menyebut ada “frasa ajaib” yang bisa membantu anak lebih mendengar dan kooperatif, seperti:

  • “Saya percaya kamu.”
  • “Mari kita cari jalan keluar bersama.”
  • “Saya mendengarkan.”
  • “Saya ada untuk kamu, apa pun yang terjadi.”

“Anak lebih kooperatif ketika mereka merasa aman secara emosional, dihormati, dan terhubung. Membangun kerja sama jangka panjang terjadi melalui koneksi, bukan tekanan,” Menurut Raouda, mengutip laman New York Times.

7. Ajarkan Regulasi Emosi pada Anak

Bimbing anak untuk mengenali dan mengelola emosinya. Misalnya, ajak mereka menarik napas dalam ketika mulai frustrasi, atau bantu menyebutkan perasaan “Kamu kesal karena soalnya susah, ya?”

Mengutip Parents, anak belajar regulasi emosi dari contoh orang tuanya. Ketika ibu mampu mengendalikan diri, anak pun belajar meniru cara yang sama untuk mengelola stres.