Orang Tua Nggak Paham Matematika, Terus Gimana Bantu Anak Ngerjain PR?
- Pexels
Lifestyle –“Gimana mau ngajarin anak PR matematika, lha wong saya aja dulu tiap ujian remedial!” Kalimat seperti ini mungkin familiar bagi banyak orang tua.
Saat melihat buku PR anak, terutama pelajaran matematika, yang ada justru pusing tujuh keliling. Padahal, anak butuh dibimbing. Lalu harus bagaimana?
Tenang, Anda tidak sendiri. Banyak orang tua mengalami hal serupa. Tapi kabar baiknya, Anda tak harus jadi ahli matematika dulu baru bisa mendampingi anak.
Dengan pendekatan belajar ulang yang menyenangkan dan strategi yang tepat, Anda bisa tetap membantu anak memahami konsep matematika bahkan sekaligus memperbaiki trauma masa lalu soal hitung-hitungan!
Sebelum masuk ke solusi, penting untuk memahami dulu akar masalahnya. Banyak orang tua memiliki pengalaman negatif dengan matematika saat sekolah entah karena cara guru mengajarkan yang membosankan, soal-soal yang terlalu abstrak, atau tekanan nilai.
Menurut profesor pendidikan matematika di Stanford University, Jo Boaler, banyak orang dewasa mengalami math anxiety, yakni kecemasan khusus terhadap pelajaran matematika.
“Math anxiety bisa diturunkan secara tidak sadar kepada anak-anak jika orang tua menunjukkan sikap takut atau tidak percaya diri saat mengerjakan matematika,” ujar Boaler dalam bukunya Mathematical Mindsets.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk berdamai dulu dengan rasa takut matematika sebelum membantu anak. Kuncinya bukan jadi jenius matematika, tapi terbuka untuk belajar ulang bersama.
Langkah-Langkah Belajar Ulang Matematika Bersama Anak
1. Mulai dari Rasa Ingin Tahu, Bukan dari Jawaban
Alih-alih langsung mencari jawaban soal PR anak, mulai dengan pertanyaan:
- “Menurut kamu, soal ini maksudnya apa?”
- “Kita coba pikirkan bareng yuk, gimana cara nyelesainnya?”
Ini membangun pemahaman dan rasa percaya diri anak, serta membuat proses belajar jadi eksploratif, bukan sekadar menghafal.
2. Gunakan Metode Visual dan Alat Bantu
Matematika jadi lebih mudah dipahami jika divisualisasikan. Gunakan benda sehari-hari seperti kancing, tusuk gigi, atau gambar di kertas untuk menjelaskan konsep seperti pecahan, perkalian, atau volume. Kata Boaler, visualisasi membantu otak membangun koneksi antar konsep.
“Siswa yang diajari dengan pendekatan visual cenderung punya pemahaman lebih dalam dan tahan lama,” ujarnya.
3. Manfaatkan Video Interaktif dan Aplikasi Edukasi
Platform seperti Khan Academy (tersedia gratis dalam bahasa Indonesia), Zenius, atau Ruangguru punya banyak video penjelasan matematika dari dasar dengan cara yang seru. Ini bisa jadi penyelamat saat Anda sendiri bingung menjelaskan.
Jangan malu bilang ke anak “Kita lihat bareng video penjelasannya yuk!” Anak akan belajar bahwa belajar bukan soal tahu segalanya, tapi soal mencari tahu.
4. Jadikan Latihan Seperti Permainan
Gunakan permainan seperti kartu angka, teka-teki logika, atau tantangan waktu (misalnya “Coba kerjain 5 soal ini dalam 3 menit!”). Suasana belajar yang menyenangkan membuat anak tidak takut dengan matematika.
5. Bangun Rutinitas Belajar Singkat tapi Konsisten
Belajar tidak harus lama. Cukup 15–20 menit setiap hari, asal konsisten. Buat waktu belajar sebagai momen spesial bersama anak, bukan beban. Sediakan camilan kecil, suasana tenang, dan hindari tekanan.
Jika Tetap Buntu, Apa yang Bisa Dilakukan?
Jika Anda sudah mencoba berbagai cara namun tetap merasa mentok, tidak ada salahnya mencari bantuan tambahan:
- Tanya guru kelas untuk minta penjelasan ulang atau saran buku.
- Ajak belajar kelompok dengan teman anak.
- Pertimbangkan tutor jika PR sudah terlalu kompleks.
Hal terpenting, jangan menyerah dan jangan merasa gagal sebagai orang tua hanya karena tak bisa menjawab soal PR. Justru dengan sikap terbuka dan kesediaan belajar bersama, Anda sedang memberikan pelajaran hidup paling berharga bahwa belajar adalah proses seumur hidup.
Banyak orang tua menganggap PR anak sebagai tugas sekolah semata. Padahal, ini bisa jadi momen kedekatan emosional yang kuat. Saat Anda duduk, belajar, tertawa, dan sesekali sama-sama bingung bersama anak, itu adalah bentuk dukungan nyata yang jauh lebih berharga daripada jawaban yang benar.
Jadi, meski Anda dulu trauma matematika, sekarang adalah waktu terbaik untuk mulai ulang, bukan cuma untuk anak, tapi juga untuk diri sendiri.