Kental Manis Bikin Anak Aktif atau Hiperaktif? Ini Penjelasannya dari Ahli Gizi
- Freepik
Lifestyle –Banyak orang tua senang saat anak terlihat aktif, ceria, dan bersemangat setelah sarapan atau minum susu bercampur kental manis. Namun, di balik kegembiraan itu, pernahkah terlintas bahwa perilaku aktif tersebut mungkin bukanlah tanda anak sedang sehat dan bertenaga, melainkan efek dari lonjakan gula darah?
Ya, kental manis bukan susu, dan produk ini mengandung kadar gula yang sangat tinggi. Sayangnya, masih banyak orang tua yang salah kaprah dan menganggap kental manis sebagai minuman sehat atau bahkan pengganti susu yang murah meriah. Padahal, kesalahpahaman ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan anak baik secara fisik maupun perilaku.
Kental manis adalah produk yang terbuat dari campuran susu, gula, dan lemak nabati. Namun, yang paling dominan di dalamnya adalah gula. Dalam satu sajian kental manis (sekitar 40 gram atau 2 sendok makan), kandungan gulanya bisa mencapai 20–30 gram, setara dengan 5–7 sendok teh gula pasir.
Padahal, menurut rekomendasi WHO, anak-anak usia 2–11 tahun sebaiknya hanya mengonsumsi gula tambahan maksimal 25 gram per hari dan itu sudah termasuk dari seluruh makanan dan minuman. Artinya, hanya dengan sekali konsumsi kental manis, anak bisa langsung mencapai atau bahkan melebihi batas aman konsumsi gulanya.
Bukan hanya itu, kandungan proteinnya pun sangat minim, tidak setara dengan susu sapi, susu UHT, atau susu formula. Oleh karena itu, BPOM RI sejak tahun 2018 telah menegaskan bahwa kental manis tidak boleh diklaim atau dipromosikan sebagai pengganti susu anak, apalagi untuk anak di bawah usia 5 tahun.
Efek Gula Berlebih pada Perilaku Anak
Lantas, apa hubungannya kental manis dengan perilaku anak yang terlihat “aktif”?
Menurut ahli gizi anak dari Academy of Nutrition and Dietetics (AS), Dr. Sarah Krieger, RDN, ketika anak mengonsumsi makanan atau minuman tinggi gula seperti kental manis, tubuhnya akan mengalami lonjakan kadar glukosa darah secara cepat.
"Lonjakan gula bisa memberikan sensasi energi tinggi sesaat. Anak mungkin jadi lebih ceria, lebih banyak bicara, atau tampak sangat aktif. Tapi efek ini tidak bertahan lama," jelas Krieger.
Setelah beberapa waktu, tubuh akan merespons dengan menurunkan kadar gula darah kembali ke normal, bahkan bisa turun lebih rendah dari sebelum makan. Proses ini memicu kondisi yang dikenal sebagai sugar crash di mana anak mendadak menjadi lemas, rewel, menangis tanpa sebab, sulit fokus, atau tampak kelelahan.
Dalam jangka panjang, kebiasaan mengonsumsi gula tinggi bisa membentuk pola makan yang buruk. Anak bisa jadi lebih sering craving (mencari) makanan manis karena otaknya sudah terbiasa mendapatkan “reward instan” dari gula. Ini bisa berdampak pada gangguan konsentrasi, tidur tidak nyenyak, mood tidak stabil, bahkan perilaku mirip hiperaktif meskipun belum tentu termasuk dalam spektrum ADHD.
Risiko Jangka Panjang: Bukan Sekadar Aktif Sesaat
Aktif secara fisik tentu baik bagi anak, tapi jika sumber energi berasal dari makanan yang miskin nutrisi seperti kental manis, maka itu bukan energi sehat.
Anak yang terlalu sering diberi kental manis berisiko mengalami obesitas anak, kerusakan gigi (karies), penurunan daya tahan tubuh, ketidakseimbangan hormon insulin dan masalah perilaku dan emosi
Apalagi jika kebiasaan konsumsi ini dimulai sejak dini dan berlangsung bertahun-tahun, risiko gangguan metabolik seperti pra-diabetes atau sindrom metabolik bisa muncul di usia muda.
Program Pendampingan gizi ke Masyarakat
Koordinator Divisi Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat MaKes PP Aisyiyah, Dr. dr. Ekorini Listiowati, MMR., mengatakan tujuan program adalah mengubah kebiasaan konsumsi kental manis pada balita. Selain itu, diharapkan penerima manfaat dapat menularkan kepada masyarakat sekitar.
"Harapannya masyarakat yang sudah merasakan manfaat dari pendampingan ini melakukan replikasi, atau menyampaikan ke keluarga lain," kata Ekorini.
Sebanyak 72 pasang orang tua dan balita penerima manfaat dari tiga daerah mengikuti pertemuan mingguan guna mengetahui perkembangan dan hambatan yang dialami orang tua. Pertemuan diisi berbagai kegiatan interaktif, seperti edukasi tentang makanan aman untuk balita, alternatif pengganti kental manis, hingga pelatihan memasak memanfaatkan bahan di sekitar yang mudah dijangkau.
Sebelumnya, mayoritas orang tua mengira kental manis adalah susu biasa yang aman dikonsumsi anak. Kesalahan konsumsi ini berlangsung bertahun-tahun.
Semangat kader Aisyiyah menjadi kunci dalam mengubah kesalahpahaman tersebut. Mereka tidak hanya menyampaikan materi edukasi gizi, tetapi juga menjalin komunikasi yang dekat dan membangun kepercayaan.
Oleh karena itu Makes Aisyiyah berharap semangat ini tidak berhenti pada pendampingan, tetapi terus menular ke lingkungan sekitar penerima manfaat. Makes Aisyiyah percaya bahwa setiap keluarga yang mendapatkan edukasi hari ini, kelak bisa menjadi penggerak di komunitasnya sendiri.
"Harapan kita semua itu adalah semakin banyak masyarakat yang terdampak," ucap Ekorini.
Pakar Kesehatan Universitas Pasundan, dr. Hj. Alma Lucyati, M.Kes., M.Si., MH.Kes., mengapresiasi program pendampingan gizi Makes Aisyiyah ini. Menurutnya, perlu program edukasi semacam ini efektif untuk memberikan edukasi secara komprehensif.
“Saat penyuluhan dilakukan di rumah, edukasi menjadi efektif kepada para orang tua,” tutur Alma.
Lebih lanjut, Ia berharap program seperti ini dapat dicontoh dan direplikasi agar edukasi pola makan yang tepat dan aman semakin menjangkau masyarakat. Sebab, ia melihat tren penyakit pada anak saat ini cukup mengkhawatirkan. Banyak anak mulai terkena penyakit yang umumnya menyerang usia dewasa.
“Jangan heran jika sekarang cuci darah mulai banyak dialami usia muda. Pola makan anak sejak dini sangat menentukan masa depannya,” tegas Alma.