Tragedi Pembantaian di Toko Merah Kota Tua dan Aura Mistis yang Masih Terasa
- Instagram/tokomerah.jkt
Lifestyle –Di jantung kawasan Kota Tua Jakarta, berdiri sebuah bangunan bersejarah yang dikenal sebagai Toko Merah, terletak di Jalan Kali Besar Barat No. 11, Tambora, Jakarta Barat. Bangunan dengan arsitektur khas Tionghoa-Eropa ini bukan hanya destinasi wisata populer, tetapi juga menyimpan kisah kelam yang mengguncang sejarah Batavia.
Tragedi pembantaian massal etnis Tionghoa pada 1740, yang dikenal sebagai Geger Pecinan atau Tragedi Angke, menjadikan Toko Merah saksi bisu kekejaman masa lalu. Hingga kini, aura mistis yang melekat pada bangunan ini menarik perhatian wisatawan, baik pecinta sejarah maupun pencari cerita supranatural.
Toko Merah dibangun pada 1730 oleh Gustaaf Willem Baron van Imhoff, seorang saudagar Belanda yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1743-1750). Bangunan megah seluas 2.471 meter persegi ini awalnya berfungsi sebagai kediaman pribadi van Imhoff, dirancang dengan gaya arsitektur Tionghoa-Eropa yang khas, dengan pilar-pilar bergaya Eropa dan dinding bata merah tanpa plester yang menjadi ciri khasnya.
Warna merah inilah yang kemudian memberi nama "Toko Merah" pada abad ke-19, ketika bangunan ini beralih fungsi menjadi toko milik Oey Liauw Kong. Sebelumnya, bangunan ini juga pernah menjadi kediaman beberapa Gubernur Jenderal VOC, seperti Jacob Mossel (1750-1761) dan Petrus Albertus van der Parra (1761-1775), serta sempat difungsikan sebagai hotel pada 1786-1808.
Tragedi Geger Pecinan 1740
Pada 9 Oktober 1740, sebuah peristiwa berdarah mengguncang Batavia. Atas perintah Gubernur Jenderal Adrian Valckenier, pasukan VOC melakukan pembantaian massal terhadap etnis Tionghoa di Batavia, yang dianggap mengancam dominasi Belanda karena populasinya yang terus bertambah. Tragedi yang berlangsung selama 13 hari ini merenggut sekitar 24.000 nyawa, meskipun pihak Belanda mengklaim jumlah korban berkisar antara 5.000 hingga 10.000.
Pembantaian ini tidak hanya melibatkan pembunuhan, tetapi juga penyiksaan, pemerkosaan, dan penjarahan. Di depan Toko Merah, mayat-mayat bergelimpangan, dan Kali Besar yang berada di depan bangunan berubah menjadi merah pekat akibat darah para korban.