Anak Picky Eater di Era Makan Bergizi Gratis, Begini Solusinya
- Freepik
Lifestyle –Pemerintah Indonesia melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) berupaya mengatasi masalah gizi anak sekolah dengan menyediakan asupan makanan sehat secara rutin. Program ini menjadi langkah strategis untuk mendukung tumbuh kembang anak dan menurunkan angka stunting. Namun, di balik niat baik tersebut, muncul tantangan baru: banyak anak yang tetap memilih-milih makanan atau bersikap sebagai picky eater.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting—mengapa anak tetap enggan makan makanan bergizi meskipun tersedia secara gratis dan bervariasi?
Fenomena picky eater bukan sekadar persoalan selera. Banyak faktor yang melatarbelakanginya, termasuk pengaruh lingkungan rumah, kebiasaan makan orang tua, persepsi terhadap makanan, serta kondisi kesehatan tertentu. Dalam konteks program makan bergizi gratis, anak picky eater bisa menjadi hambatan untuk memastikan program berjalan optimal. Maka, memahami penyebabnya dan menerapkan pendekatan yang tepat sangat diperlukan agar anak memperoleh manfaat maksimal dari program ini.
Penyebab Anak Picky Eater Meski Makanan Bergizi Tersedia
Anak dengan kebiasaan makan selektif umumnya menunjukkan ketidaktertarikan terhadap makanan tertentu, terutama sayur atau makanan dengan rasa dan tekstur yang tidak familiar. Menurut berbagai studi, penyebab utama kebiasaan picky eater adalah faktor internal seperti sensitivitas sensorik terhadap rasa, warna, atau aroma, serta faktor eksternal seperti kebiasaan makan dalam keluarga.
Selain itu, kondisi medis seperti gangguan oral motorik atau infeksi rongga mulut seperti karies gigi juga dapat membuat anak enggan mengunyah makanan tertentu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dokter anak dan pakar gizi yang menyebut bahwa anak dengan masalah pada mulut cenderung menolak makanan berserat atau tekstur keras karena merasa tidak nyaman.
Dalam konteks program MBG, meskipun makanan disajikan dalam porsi yang lengkap dan sehat, anak yang tidak terbiasa dengan jenis makanan tersebut cenderung menolaknya. Misalnya, sayur lodeh, ikan bumbu kuning, atau sup ayam dengan wortel mungkin terasa asing bagi anak yang di rumah hanya terbiasa makan nasi dengan telur goreng dan saus.