Gentle Parenting di Tengah Zaman Modern, Bisakah Orang Tua yang Sibuk Menghindari Strawberry Parenting?
- Freepik
Lifestyle –Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tuntutan kehidupan yang semakin kompleks, orang tua masa kini dihadapkan pada dilema besar dalam mengasuh anak. Di satu sisi, mereka ingin menerapkan pendekatan pengasuhan modern yang empatik dan mendukung tumbuh kembang emosional anak.
Di sisi lain, keterbatasan waktu, tekanan pekerjaan, serta kelelahan fisik dan mental kerap kali membuat praktik pengasuhan menjadi tidak konsisten. Fenomena ini melahirkan pertanyaan penting: bisakah orang tua yang sibuk tetap menjalankan gentle parenting secara efektif tanpa terjebak dalam strawberry parenting, sebuah bentuk pola asuh permisif yang memanjakan anak secara berlebihan?
Memahami Gentle Parenting dan Tujuannya
Gentle parenting adalah pendekatan parenting yang menekankan pada empati, komunikasi terbuka, dan pengasuhan tanpa kekerasan. Pola ini bertujuan membangun hubungan yang sehat antara orang tua dan anak melalui pemahaman emosi, batasan yang jelas, serta keterlibatan aktif dalam proses belajar anak. Tidak seperti pola asuh otoriter yang mengandalkan hukuman atau pola asuh permisif yang menghindari konflik, gentle parenting berada di tengah: tegas namun penuh kasih.
Pendekatan ini juga tidak bertujuan menjadikan anak selalu nyaman, melainkan menumbuhkan kesadaran diri, tanggung jawab, serta kemampuan mengelola emosi. Anak didampingi untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka secara alami, bukan sekadar diatur secara sepihak. Gentle parenting menumbuhkan anak yang resiliens, empatik, dan mampu menghadapi realitas kehidupan secara konstruktif.
Tantangan Orang Tua Modern Menerapkan Gentle Parenting
Meski terdengar ideal, praktik gentle parenting dalam kehidupan nyata tidak selalu mudah, terutama bagi orang tua dengan jadwal padat. Realitas zaman modern menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua harus membagi perhatian antara pekerjaan, rumah tangga, dan kehidupan sosial. Kondisi ini sering kali membuat mereka tidak punya cukup energi untuk mendengarkan anak secara utuh, menyusun strategi disiplin yang sehat, atau merespons emosi anak dengan tenang.