Generasi Stroberi, Dampak Jangka Panjang dari Pengasuhan yang Terlalu Memanjakan Anak
- Pexels
Lifestyle –Dalam diskusi seputar tantangan generasi muda saat ini, istilah “generasi stroberi” kian populer di kalangan pakar pendidikan, psikologi, hingga dunia kerja. Fenomena ini merujuk pada karakteristik anak muda masa kini yang tampak cerdas dan berprestasi secara lahiriah, namun mudah rapuh ketika menghadapi tekanan atau kegagalan.
Mereka cenderung sensitif, tidak tahan kritik, dan kesulitan mengelola stres. Salah satu akar persoalan yang sering disebut sebagai pemicunya adalah praktik parenting yang terlalu lembek atau memanjakan, yang secara luas dikenal sebagai strawberry parenting.
Strawberry parenting adalah bentuk pola asuh permisif yang terlalu melindungi anak dari pengalaman tidak menyenangkan, seperti konflik, kegagalan, atau tanggung jawab berat. Dalam niat untuk mencintai dan melindungi, orang tua justru kerap menghindarkan anak dari tantangan hidup yang penting untuk pertumbuhan mental mereka.
Hal inilah yang melahirkan generasi dengan ketahanan psikologis rendah, atau disebut sebagai generasi stroberi—indah dan manis di luar, tetapi mudah hancur saat ditekan.
Apa Itu Generasi Stroberi?
Istilah "generasi stroberi" berasal dari Taiwan dan mulai dikenal luas di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Julukan ini diberikan kepada anak muda yang memiliki kemampuan teknologi dan penampilan menarik, namun tidak tahan tekanan dan mudah runtuh secara emosional ketika menghadapi realita kehidupan. Seperti buah stroberi yang tampak segar namun lembek dan mudah rusak, generasi ini dinilai kurang kuat dalam menghadapi tantangan.
Ciri khas generasi stroberi antara lain adalah mudah menyerah, rentan stres, takut gagal, dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap dunia luar tanpa kesiapan mental yang memadai. Banyak dari mereka tumbuh dalam lingkungan keluarga yang memberikan fasilitas serba cukup tanpa tuntutan untuk berusaha keras, serta dilindungi secara berlebihan dari pengalaman negatif.
Peran Pola Asuh dalam Membentuk Generasi Stroberi
Pola asuh merupakan faktor krusial dalam pembentukan karakter dan ketahanan anak. Dalam parenting, dikenal berbagai tipe pola asuh, seperti otoriter, permisif, otoritatif, dan lalai. Strawberry parenting merujuk pada tipe permisif, di mana orang tua cenderung tidak menetapkan batasan yang jelas dan membiarkan anak menghindari rasa tidak nyaman.
Contoh pola asuh permisif yang memanjakan anak termasuk:
- Selalu menuruti keinginan anak agar tidak kecewa.
- Tidak memberlakukan disiplin yang konsisten.
- Menghindari anak dari segala bentuk kegagalan.
- Menyelesaikan semua masalah anak agar mereka tidak kesulitan.
- Tidak memberikan tanggung jawab sesuai usia.
Tindakan-tindakan tersebut, meskipun bermaksud baik, menghalangi anak belajar dari pengalaman penting yang membentuk resiliensi, seperti menghadapi tantangan, mengelola kekecewaan, dan menyelesaikan konflik secara mandiri.
Dampak Jangka Panjang dari Strawberry Parenting
Dampak dari pola asuh yang terlalu memanjakan tidak hanya terlihat dalam perilaku sehari-hari anak, tetapi juga merembet hingga usia dewasa. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan permisif cenderung tidak siap menghadapi kenyataan yang menuntut kerja keras, ketahanan, dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Sejumlah studi menunjukkan bahwa anak yang terlalu dilindungi cenderung mengalami:
- Kesulitan mengatur emosi: Anak mudah marah, frustrasi, atau menangis ketika menghadapi situasi sulit.
- Ketergantungan tinggi: Anak selalu bergantung pada orang tua atau orang lain untuk membuat keputusan.
- Kurangnya tanggung jawab sosial: Anak tidak terbiasa mengurus diri sendiri atau membantu lingkungan.
- Daya juang rendah: Anak mudah menyerah ketika menghadapi tekanan akademik atau sosial.
- Risiko gangguan mental: Seperti kecemasan, depresi, hingga rendahnya kepercayaan diri.
- Dalam dunia kerja, generasi ini kerap sulit beradaptasi dengan tekanan, sulit menerima kritik konstruktif, dan menuntut fasilitas tinggi tanpa kesiapan kontribusi yang sepadan. Hal ini menimbulkan tantangan tidak hanya bagi individu itu sendiri, tetapi juga bagi institusi pendidikan, dunia kerja, dan masyarakat secara luas.
Pandangan Ahli dan Temuan Ilmiah
Menurut Dr. Jean Twenge, seorang psikolog sosial dan penulis buku iGen, lonjakan kasus gangguan mental pada remaja dan dewasa muda dalam dekade terakhir berkaitan erat dengan pola asuh permisif dan tekanan sosial dari media digital. Orang tua yang terlalu protektif menciptakan ketergantungan psikologis yang menghambat kematangan emosi anak.
Studi dari American Psychological Association (APA) juga menegaskan bahwa anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif memiliki tingkat narsisme dan egosentrisme lebih tinggi, karena tidak terbiasa mengelola frustrasi dan empati terhadap orang lain. Sebaliknya, anak-anak yang dibesarkan dengan authoritative parenting—yakni pola asuh seimbang antara kasih sayang dan batasan—memiliki keterampilan adaptasi sosial dan daya juang yang lebih tinggi.
Langkah Preventif: Mendidik Anak yang Tangguh
Untuk menghindari generasi stroberi berikutnya, para ahli parenting menyarankan agar orang tua mulai menerapkan pendekatan pengasuhan yang realistis dan konsisten. Beberapa langkah penting antara lain:
- Membiarkan anak menghadapi kegagalan dan belajar darinya.
- Memberikan tanggung jawab sesuai dengan usia dan tahap perkembangan.
- Menyampaikan batasan secara tegas namun empatik.
- Tidak selalu menyelesaikan masalah anak, tetapi membimbing mereka mencari solusi sendiri.
- Memberi penghargaan atas proses, bukan hanya hasil.
- Keteladanan orang tua juga sangat berperan. Anak-anak yang melihat orang tuanya tangguh, sabar, dan bertanggung jawab akan lebih mudah meniru perilaku tersebut dalam kehidupannya sendiri.