6 Sisi Gelap Makanan Korea yang Jarang Diketahui Banyak Orang
- Freepik
Lifestyle –Makanan Korea sudah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda Indonesia. Dari restoran Korean BBQ yang menjamur, jajanan Korea yang mudah ditemukan di mal, hingga viralnya video mukbang yang menggoda selera, semua hal tentang kuliner Korea seolah disambut dengan antusias.
Popularitas K-Food kian tak terbendung, apalagi setelah didukung oleh gelombang Korean Wave (Hallyu) lewat drama, idol K-pop, dan konten-konten media sosial.
Namun di balik semua kelezatan dan tampilan estetiknya, ada sisi lain dari makanan Korea yang jarang diketahui banyak orang, sisi gelap yang jarang dibahas secara terbuka. Mulai dari kandungan gizi yang tidak seimbang, budaya makan ekstrem, hingga masalah etika konsumsi, makanan Korea ternyata menyimpan sejumlah hal yang patut jadi perhatian.
Apa saja sisi gelap yang tersembunyi di balik popularitas kuliner Korea ini? Berikut ulasannya.
1. Terlalu Banyak Garam dan Fermentasi
Kimchi, doenjang, gochujang, dan aneka banchan (lauk pendamping) dalam makanan Korea memang menggugah selera, tapi semuanya berbasis fermentasi dan mengandung kadar garam yang cukup tinggi. Jika dikonsumsi berlebihan, makanan-makanan ini berpotensi meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan masalah ginjal.
Orang Korea sendiri memiliki tingkat konsumsi garam yang cukup tinggi dibanding rata-rata global, dan ini telah menjadi perhatian dunia kesehatan Korea Selatan selama bertahun-tahun.
2. Makanan Fermentasi Bisa Menyebabkan Gangguan Pencernaan
Meski makanan fermentasi sering dipromosikan sebagai “baik untuk usus”, kenyataannya tidak semua orang cocok dengan makanan seperti kimchi, doenjang, atau makgeolli. Fermentasi yang kuat bisa menimbulkan gas berlebihan, perut kembung, hingga masalah lambung bagi sebagian orang, terutama yang belum terbiasa dengan pola makan Korea.
3. Kecanduan Gochujang dan Saus Fermentasi
Banyak orang tidak sadar bahwa gochujang, saus cabai fermentasi khas Korea, mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi. Saat dikonsumsi terus-menerus, saus ini bisa menimbulkan efek adiktif karena kombinasi rasa pedas, manis, dan asin yang memicu dopamin (hormon kesenangan).
4. Mukbang, Budaya Makan Berlebihan demi Hiburan
Fenomena mukbang, menonton orang makan dalam porsi besar, sempat booming di Korea dan kini populer di Indonesia. Namun, di balik konten hiburannya, mukbang mengandung bahaya tersendiri. Banyak YouTuber Korea mengalami gangguan makan, stres, hingga masalah kesehatan akibat konsumsi berlebihan yang tidak alami demi mengejar penonton dan penghasilan.
Beberapa di antaranya bahkan menjalani pola “binge and purge” (makan lalu memuntahkan) yang berdampak serius bagi kesehatan fisik dan mental.
5. Masalah Etika, Konsumsi Daging Anjing
Meskipun makan anjing menjadi hal haram menurut hukum Korsel. Ada sanksi penjara tiga tahun atau denda hingga 30 juta won, sebagian kecil wilayah di Korea Selatan masih mempertahankan budaya makan daging anjing, terutama dalam bentuk sup “boshintang”.
Budaya ini jelas menuai kontroversi di mata internasional, termasuk masyarakat Indonesia yang lebih sensitif terhadap isu kesejahteraan hewan.
6. Ketergantungan pada Daging dan Produk Hewani
Meskipun beberapa makanan Korea terlihat berbasis sayur (seperti kimchi), pada praktiknya masakan Korea sangat bergantung pada produk hewani: daging, kaldu tulang, seafood, hingga telur. Ini menyulitkan para vegetarian atau vegan yang ingin menikmati K-Food tanpa harus kompromi pada pilihan makanannya.
Bahkan sup kaldu bening pun biasanya dibuat dari tulang sapi (seolleongtang) atau ayam (samgyetang), bukan kaldu sayur.