Anak Sering Berantem Sama Kakak atau Adiknya? Ini Cara Orang Tua Menyikapinya dengan Bijak
- Freepik
Lifestyle –Pernahkah rumah terasa gaduh karena si kakak dan adik ribut? Ada yang berebut mainan, ada yang saling tuduh, bahkan kadang sampai teriak-teriakan. Kondisi ini sering membuat orang tua bingung, apakah harus langsung memarahi, membiarkan saja, atau menengahi dengan cara tertentu?
Pertengkaran antar saudara sebenarnya hal yang umum terjadi. Dalam psikologi keluarga, fenomena ini disebut sibling rivalry atau persaingan antar saudara. Meski wajar, jika dibiarkan berlarut-larut tanpa arahan yang tepat, konflik ini bisa menimbulkan luka emosional jangka panjang.
Apa Itu Sibling Rivalry & Mengapa Terjadi?
Sibling rivalry adalah bentuk persaingan, kecemburuan, atau perebutan perhatian antar saudara kandung. Biasanya terjadi karena:
- Perbedaan usia dan kebutuhan: kakak ingin privasi, adik ingin ditemani.
- Kepribadian yang berbeda: ada yang pendiam, ada yang ekspresif.
- Perhatian orang tua: anak bisa merasa kurang diperhatikan dibanding saudaranya.
- Perbedaan perlakuan: walau tidak disengaja, orang tua kadang terlihat lebih berpihak.
- Datangnya adik baru: kakak merasa posisinya tergeser.
Jika tidak dikelola, sibling rivalry bisa menimbulkan stres, rendahnya rasa percaya diri, bahkan memengaruhi hubungan sosial anak di luar rumah.
Menurut penelitian Ross & Lazinski (2007) dalam Child Development, ketika orang tua dilatih untuk memediasi konflik antar anak, hasilnya positif.
“Anak-anak yang orang tuanya menggunakan mediasi lebih sering mencapai kompromi, lebih konstruktif menyelesaikan masalah, dan lebih mampu memahami perspektif saudaranya dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang tidak menggunakan mediasi,” jelasnya.
Studi ini menunjukkan bahwa pertengkaran bukan sekadar masalah, melainkan kesempatan anak untuk belajar negosiasi, kompromi, dan empati, tentu jika orang tua mampu menyikapinya dengan bijak.
Penelitian di Indonesia oleh Muarifah & Fitriana (Universitas Ahmad Dahlan) juga menemukan bahwa pola asuh demokratis (yang adil, mendengarkan anak, dan memberi ruang berpendapat) serta kecerdasan emosional anak berkorelasi negatif dengan tingkat sibling rivalry. Semakin sehat pola asuh dan semakin baik regulasi emosi anak, semakin jarang mereka bertengkar.
Cara Orang Tua Menyikapi dengan Bijak
1. Jangan Membandingkan Anak
Kalimat seperti “Lihat kakakmu lebih pintar” atau “Adikmu lebih penurut” hanya akan menambah api persaingan. Fokuslah pada kekuatan unik masing-masing anak.
2. Bersikap Adil, Bukan Sama Rata
Adil bukan berarti selalu sama. Anak berbeda usia tentu punya kebutuhan berbeda. Yang penting, anak merasa diperhatikan sesuai kebutuhannya.
3. Ajarkan Regulasi Emosi
Bantu anak mengenali dan menyebut emosinya seperti “Kamu marah karena mainanmu diambil, ya?” Dengan begitu, anak belajar bahwa marah itu wajar, tapi cara mengekspresikannya harus sehat.
4. Latih Resolusi Konflik
Gunakan teknik mediasi: minta anak saling mendengarkan, kemudian ungkapkan solusi. Orang tua berperan sebagai fasilitator, bukan hakim yang langsung menunjuk siapa salah.
5. Berikan Waktu Khusus untuk Tiap Anak
Luangkan waktu one-on-one, misalnya 15 menit sehari, agar setiap anak merasa istimewa. Dengan begitu, mereka tidak merasa harus berebut perhatian.
6. Dorong Aktivitas Kerja Sama
Ajak anak melakukan kegiatan yang membutuhkan kolaborasi seperti menyusun lego bersama, memasak kue, atau membereskan kamar. Aktivitas ini mengajarkan bahwa mereka bisa lebih kuat jika kompak.
7. Terapkan Aturan Keluarga
Tetapkan aturan jelas seperti “Tidak boleh memukul”, “Harus saling mendengarkan”. Konsistensi sangat penting agar anak tahu batas perilaku.
Implementasi Praktis: Contoh Situasi & Respon
- Berebut mainan
Alih-alih langsung berkata “Giliran adik!”, orang tua bisa menengahi: “Coba adik jelaskan kenapa ingin main itu.” “Sekarang kakak jelaskan versinya.” Ata “Bagaimana kalau adik main dulu 5 menit, lalu gantian kakak?”
- Kakak merasa iri karena adik dapat perhatian lebih
Katakan: “Ibu memang sedang membantu adik makan, tapi setelah ini ibu akan bacakan buku khusus untuk kakak.”
Dengan respon seperti ini, anak belajar bahwa konflik bisa diselesaikan tanpa teriak atau menang sendiri.
Kapan Perlu Bantuan Profesional?
Pertengkaran ringan masih wajar. Namun, orang tua perlu waspada bila:
- Anak melakukan kekerasan fisik berulang.
- Ada tanda intimidasi serius.
- Anak menunjukkan gangguan tidur, cemas berlebihan, atau menarik diri.
- Persaingan berubah menjadi kebencian mendalam.
Dalam kondisi seperti ini, konsultasi dengan psikolog anak atau konselor keluarga sangat dianjurkan agar konflik tidak berkembang menjadi trauma emosional.