Kenapa Kita Sering Merasa Stuck di Pekerjaan hingga Malas Kerja?

Ilustrasi malas bekerja
Sumber :
  • Freepik

LifestylePernahkah kamu merasa jalan di tempat dalam pekerjaan? Bangun pagi rasanya berat, semangat kerja menguap, dan setiap hari terasa seperti pengulangan tanpa arah. Banyak orang menyebutnya dengan istilah stuck atau terjebak dalam rutinitas kerja.

Stuck dan Nggak Semangat Kerja Bisa Jadi Pertanda....

Fenomena ini bukan sekadar rasa malas sesaat, tapi ada penjelasan psikologis di baliknya. Psikologi motivasi menjelaskan bahwa perasaan stuck bisa muncul karena tiga hal utama yakni hilangnya makna dalam pekerjaan, kebutuhan akan tantangan baru yang tidak terpenuhi, dan kebosanan yang berkepanjangan.

Artikel ini akan membahas ketiganya secara mendalam, sekaligus memberi jalan keluar agar kita bisa kembali menemukan energi dalam karier.

Apa itu Boreout yang Bisa Sebabkan Kamu di PHK Diam-Diam

Pertama mari bahas alasan mengapa sesorang stuck dalam pekerjaannya. Salah satu alasan paling umum seseorang merasa stuck adalah hilangnya makna dalam pekerjaan. Pekerjaan terasa hanya sekadar rutinitas, tanpa nilai atau kontribusi yang berarti.

Padahal, menurut banyak riset, manusia butuh merasakan bahwa apa yang ia lakukan membawa dampak, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Ahli budaya kerja, Jennifer Moss, pernah mengatakan bahwa makna dan rasa pemenuhan sangat erat kaitannya dengan pekerjaan kita, tapi saat ini hal itu hilang.

Merasa Bosan Begitu-begitu saja Setiap Harinya? Hati-hati Bisa Jadi Kamu Alami Languishing

”Sekitar sepertiga karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaannya karena hilangnya rasa bermakna. Ketika makna hilang, motivasi pun ikut menurun. Kita bekerja hanya karena kewajiban, bukan karena dorongan dari dalam diri. Akibatnya, rasa lelah emosional mudah muncul dan produktivitas pun merosot,” kata dia.

Kebutuhan Akan Tantangan Baru

Selain makna, manusia juga butuh tantangan agar merasa berkembang. Melansir Self-Determination Theory (SDT) yang dikembangkan oleh psikolog Edward L. Deci dan Richard Ryan, ada tiga kebutuhan psikologis dasar yang mendorong motivasi seperti kompetensi, otonomi, dan keterhubungan.

Jika kebutuhan akan kompetensi yaitu perasaan mampu dan berkembang, tidak terpenuhi, kita cenderung kehilangan semangat. Tugas yang terlalu monoton atau tidak memberi ruang belajar baru akan membuat kita cepat jenuh. Inilah mengapa banyak orang yang sudah bekerja bertahun-tahun pada posisi yang sama merasa stagnan.

SDT menekankan bahwa manusia selalu mencari kesempatan untuk bertumbuh. Jika pekerjaan tidak menyediakan tantangan baru, motivasi intrinsik menurun drastis. Hasilnya, muncul rasa stuck yang membuat kita bertanya-tanya apakah sebaiknya bertahan atau mencari jalan baru.

Kebosanan dan Boreout

Banyak orang mengira burnout hanya terjadi karena terlalu banyak bekerja. Padahal, ada kondisi lain yang disebut boreout yaitu kelelahan emosional karena kurangnya stimulasi, tantangan, dan makna dalam pekerjaan.

Sebuah artikel di Psychology Today menjelaskan bahwa kebosanan di tempat kerja bisa menjadi ’jalan licin’ menuju burnout profesional. Ketika pekerjaan terasa kosong dan membosankan, otak kita kehilangan rasa terlibat. Perlahan, muncul gejala apatis, kelelahan mental, hingga depresi ringan.

Psikolog organisasi Sonia Valente menjelaskan bahwa kebosanan tidak selalu buruk. Menurutnya, kebosanan bisa menjadi sinyal penting bahwa seseorang membutuhkan perubahan.

“Kebosanan bukan sekadar tanda ketidakpuasan, tetapi bisa menjadi dorongan untuk menciptakan kesejahteraan dan kreativitas baru,” kata dia.

Artinya, rasa bosan bisa kita jadikan bahan refleksi, apakah saatnya mencari tantangan baru, mengubah cara kerja, atau bahkan mengganti jalur karier.

Dinamika “Stuck”: Ketika Tiga Faktor Bertemu

Bayangkan siklus ini yang mana pekerjaan tidak lagi terasa bermakna maka tantangan baru tidak tersedia,  akhirnya muncul kebosanan mendalam. Ketika tiga faktor ini bertemu, kita merasa benar-benar terjebak.

Rasa stuck bukanlah kondisi sepele. Jika dibiarkan, ia bisa menurunkan kepercayaan diri, membuat kita kehilangan rasa percaya akan potensi diri, bahkan memengaruhi kesehatan mental. Namun, dengan memahami akar masalahnya, kita bisa lebih mudah mencari solusi.

Solusi Praktis Berdasarkan Self-Determination Theory

Edward L. Deci melalui Self-Determination Theory menawarkan kerangka untuk memulihkan motivasi. Tiga kebutuhan dasar ini bisa kita gunakan sebagai panduan mencari jalan keluar dari rasa stuck:

1. Kompetensi:

  • Cari peluang untuk belajar keterampilan baru, entah melalui pelatihan, sertifikasi, atau mengambil proyek lintas divisi.
  • Tanyakan pada atasan tentang peluang rotasi kerja agar bisa mengeksplorasi bidang lain.

2. Otonomi:

  • Negosiasikan cara kerja yang lebih fleksibel, misalnya dalam pengaturan waktu atau metode menyelesaikan tugas.
  • Ambil inisiatif untuk mengatur prioritas sendiri sehingga merasa lebih memiliki kendali.

3. Keterhubungan & Makna:

Ingat kembali dampak pekerjaan terhadap orang lain. Misalnya, layanan yang kita berikan membantu pelanggan, atau laporan yang kita buat memengaruhi keputusan penting.

Ikuti proyek yang sesuai dengan nilai pribadi agar terasa lebih dekat dengan tujuan hidup.

Selain itu, gunakan kebosanan sebagai alarm alami. Jika merasa apatis, luangkan waktu untuk merenung: apa yang sebenarnya hilang dari pekerjaan saat ini? Apakah kita butuh belajar, butuh perubahan peran, atau bahkan butuh pindah jalur karier?