Bukan Sekedar Pelit! Ternyata Ada Alasan Psikologis di Balik Rojali & Rohana

Ilustrasi fenomena Rojali di mall
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Belakangan ini media sosial dipenuhi istilah baru yang unik yakni Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya). Istilah ini sering dipakai pedagang, terutama pemilik bisnis online, untuk menyebut calon pembeli yang hanya melihat-lihat atau banyak bertanya tanpa jadi membeli.

Arc’teryx Peringatkan Pembukaan Toko Tidak Resmi di Jakarta, Begini Tips Belanja Aman

Contohnya bisa ditemui di berbagai live platform e-commerce ada pengguna yang bertanya detail tentang ukuran, warna, stok, atau cara pengiriman, tetapi ujung-ujungnya tidak checkout. Fenomena serupa juga terjadi di toko offline, di mana sekelompok orang masuk, melihat-lihat barang, bahkan mencoba produk, lalu pergi tanpa membeli apa pun.

Meski istilah ini terdengar lucu, banyak pedagang yang mengeluhkan perilaku ini karena merasa membuang waktu atau kehilangan potensi penjualan. Tapi, apakah benar mereka yang tergolong Rojali dan Rohana sekadar pelit? Atau ada faktor lain yang memengaruhi perilaku ini?

Mengenal Lebih Dekat Rojali & Rohana

Bukan Soal Gaji! 10 Kebiasaan Boros Hambat Jadi Orang Kaya Kekayaan Menurut Filosofi Warren Buffett

Rojali dan Rohana pada dasarnya adalah fenomena window shopping, baik secara fisik maupun digital. Dalam konteks toko online, mereka bisa menambahkan barang ke keranjang belanja tetapi tidak pernah membayar. Sedangkan di toko offline, mereka hanya ingin melihat-lihat barang tanpa ada niat serius untuk membeli.

Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru dan bukan hanya ada di Indonesia. Di banyak negara lain, perilaku serupa juga terjadi. Dalam psikologi konsumen, window shopping bisa menjadi bagian dari proses belanja normal, di mana calon pembeli ingin membandingkan harga, mengecek kualitas produk, atau sekadar mencari informasi sebelum membuat keputusan.

Alasan Psikologis di Balik Fenomena Ini

8 Etika Belanja yang Wajib Dipahami Rojali dan Rohana agar Tidak Bikin Kesal Peritel di Mal

Ada beberapa alasan psikologis mengapa orang memilih menjadi Rojali atau Rohana:

  1. Self-control atau pengendalian diri.
    Banyak orang sengaja menunda keputusan membeli untuk menghindari pembelian impulsif. Mereka ingin memastikan bahwa barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan.
  2. FOMO (Fear of Missing Out).
    Ada juga yang sekadar ingin tahu harga, tren, atau promo terbaru. Meski belum ada niat membeli, mereka tidak ingin ketinggalan informasi.
  3. Financial insecurity.
    Kondisi keuangan yang terbatas membuat sebagian orang hanya bisa melihat-lihat atau bertanya-tanya dulu, sambil berharap suatu hari bisa membeli.

Menurut psikolog yang dikenal sebagai spesialis perilaku belanja dan penulis buku To Buy or Not to Buy: Why We Overshop and How to Stop, Dr. April Benson, Ph.D., window shopping bisa menjadi cara aman untuk menikmati sensasi belanja tanpa mengeluarkan uang.

“Window shopping bisa jadi cara aman untuk merasakan kenikmatan berbelanja tanpa benar-benar mengeluarkan uang. Namun, jika berlebihan, ini bisa memicu frustrasi,” jelas Dr. Benson dalam wawancara dengan The New York Times.

Dengan kata lain, banyak Rojali dan Rohana yang sebenarnya bukan berniat merugikan pedagang, tetapi mereka menggunakan window shopping sebagai pelarian emosional atau mekanisme mengendalikan keinginan belanja.

Dampak Positif dan Negatif dari Rojali & Rohana

Fenomena ini bisa membawa dampak positif dan negatif, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha.

  • Dampak positif bagi konsumen:
  • Membantu menahan diri dari pembelian impulsif.
  • Memberikan waktu untuk berpikir sebelum memutuskan membeli.
  • Bisa menjadi “hiburan gratis” yang menurunkan stres.
  • Dampak negatif:
  • Bisa membuang banyak waktu tanpa hasil nyata.
  • Memicu rasa frustrasi karena melihat barang yang diinginkan tapi tidak bisa dibeli.
  • Bagi pedagang, interaksi yang tidak berujung transaksi bisa menguras tenaga dan sumber daya.

Dr. Benson menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan.

“Kita perlu membedakan antara penundaan keputusan belanja yang sehat dengan pola menghindari komitmen karena takut mengeluarkan uang,” tegasnya.

Tips dari Ahli: Cara Menyikapinya

Untuk Konsumen

  1. Jadikan window shopping sebagai mindful spending. Tetapkan tujuan jelas apakah ingin membandingkan harga atau sekadar mencari inspirasi?
  2. Batasi waktu atau frekuensi hanya melihat-lihat, agar tidak terjebak pada kebiasaan yang membuang waktu.
  3. Jika memang butuh barang tersebut, tetapkan anggaran dan jadwal pembelian agar tidak terus-menerus menunda.

Untuk Pedagang

  1. Jangan terlalu emosional menghadapi Rojali dan Rohana; ini adalah perilaku umum.
  2. Berikan pengalaman belanja yang menyenangkan agar calon pembeli punya alasan untuk kembali.
  3. Gunakan strategi follow-up yang tidak terlalu agresif, misalnya mengingatkan barang yang ditinggalkan di keranjang belanja.

Fenomena Rojali dan Rohana yang sedang viral sebenarnya adalah bagian dari proses belanja yang wajar. Banyak orang hanya ingin mengendalikan diri, mencari informasi, atau menikmati sensasi belanja tanpa harus mengeluarkan uang.

Namun, jika kebiasaan ini dilakukan berlebihan, baik konsumen maupun pedagang bisa merasakan dampak negatifnya. Oleh karena itu, penting untuk memahami motivasi di balik perilaku ini. Seperti yang dikatakan Dr. Benson, window shopping bisa bermanfaat jika dilakukan dengan sadar dan seimbang.

Jadi, apakah kamu termasuk Rojali atau Rohana karena strategi hemat atau sekadar kebiasaan yang sudah melekat?r