Baru Pulang Kerja Malah Emosi Lihat Rumah Berantakan? Ini Penjelasan Psikologisnya
- Freepik
Lifestyle –Pulang kerja seharusnya jadi momen untuk melepas penat, bukan malah naik darah. Tapi nyatanya, banyak orang merasa emosi meledak saat membuka pintu rumah dan melihat piring kotor menumpuk, baju berserakan, atau lantai penuh remah makanan.
Kalau kamu sering mengalaminya, tenang, kamu tidak sendiri. Sebab ternyata, kondisi ini bukan sekadar soal perfeksionisme atau “kebiasaan marah-marah”, melainkan bisa dijelaskan secara psikologis.
Psikolog klinis Dr. Lisa Damour, penulis buku The Emotional Lives of Teenagers, menjelaskan bahwa respons emosional yang intens saat melihat rumah berantakan bisa berasal dari berbagai faktor yang berkelindan antara kelelahan mental, ekspektasi sosial, dan kebutuhan akan kontrol.
Transisi Peran yang Tak Mulus dari Profesional ke Domestik
Menurut Damour, banyak orang terutama Perempuan mengalami beban peran ganda setelah pulang kerja.
“Ada ekspektasi tidak tertulis bahwa seseorang akan ‘beralih mode’ dari pekerja menjadi pengelola rumah tangga secara otomatis,” ujarnya.
Ketika rumah tidak dalam keadaan rapi seperti yang diharapkan, proses transisi mental ini terganggu. Otak yang tadinya berjuang menyelesaikan rapat, deadline, atau menghadapi klien, kini malah disambut oleh kekacauan baru yang menuntut energi tambahan.
Akibatnya, muncul rasa frustrasi karena merasa belum bisa beristirahat, bahkan merasa “gagal” sebagai pengelola rumah.
Kelelahan Mental dan ‘Kapasitas Emosi’ yang Sudah Menipis
Damour menjelaskan bahwa kita semua punya batas kapasitas emosi dalam sehari, seperti baterai. Semakin hari berjalan, semakin menipis energi itu, apalagi jika sepanjang hari penuh tekanan.
“Saat kapasitas emosional menipis, otak jadi lebih sensitif terhadap gangguan kecil. Rumah berantakan yang biasanya bisa ditoleransi pun terasa seperti bencana,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kemarahan yang muncul bisa jadi bukan karena kekacauan itu sendiri, tetapi karena kelelahan mental yang memuncak. Ibarat gelas yang sudah penuh, setetes air saja bisa tumpah.
Rasa Tidak Diapresiasi dan Ketimpangan Beban Rumah Tangga
Banyak orang merasa marah bukan hanya karena kondisi rumah berantakan, tetapi karena merasa tidak ada yang peduli untuk membantu.
“Perasaan bahwa hanya Anda yang peduli pada kebersihan rumah bisa melahirkan kemarahan yang bersifat personal, bukan hanya situasional,” kata Damour.
Ini bisa diperburuk jika di rumah ada pasangan, anak, atau anggota keluarga lain yang terlihat santai saja saat rumah berantakan. Rasa kesal pun berubah menjadi perasaan tidak dihargai, bahkan kesepian emosional.
Rumah Itu Tempat Aman. Tapi Ketika Tak Sesuai Ekspektasi, Rasa Aman Itu Retak
Secara psikologis, kita menganggap rumah sebagai safe zone tempat untuk recharge dari kerasnya dunia luar. Namun, ketika rumah justru menyambut kita dengan kekacauan, otak menangkapnya sebagai ancaman terhadap rasa aman dan stabilitas.
“Rasa kecewa dan marah muncul karena kita merasa kehilangan ruang untuk beristirahat, padahal rumah seharusnya menjadi tempat paling netral secara emosional,” ujar Damour.
Inilah mengapa kemarahan yang muncul bisa terasa sangat intens, seperti campuran antara kekecewaan, kelelahan, dan kehilangan kendali.
Solusi Apa yang Bisa Dilakukan Agar Emosi Tak Meledak?
Untungnya, kemarahan ini bisa dikelola. Berikut beberapa strategi yang disarankan Dr. Lisa Damour:
a. Berikan Jeda Transisi Saat Pulang
Sediakan waktu 10–15 menit setelah sampai rumah untuk istirahat sebentar sebelum mulai mengurus rumah. Duduk, mandi, atau sekadar rebahan sejenak bisa membantu meredakan tekanan emosi.
b. Komunikasikan Beban Emosional, Bukan Sekadar Keluhan
Alih-alih marah-marah, cobalah ungkapkan perasaan dengan cara yang lebih jujur secara emosional, seperti, “Aku capek banget dan merasa sendirian menghadapi ini semua.” Cara ini membuka ruang empati daripada perlawanan.
c. Buat Sistem Tanggung Jawab Bersama
Diskusikan pembagian tugas rumah tangga secara adil. Tidak harus setara secara angka, tapi harus terasa setara secara emosional. Anak-anak pun bisa dilibatkan sesuai usia.
d. Kurangi Standar Perfeksionisme
Tak semua bagian rumah harus selalu rapi. Fokuskan energi hanya pada area utama seperti dapur atau ruang keluarga. Jangan memaksakan diri merapikan semuanya sekaligus.
e. Sadari dan Validasi Perasaanmu
Mengakui bahwa kamu sedang capek, kecewa, atau marah itu sah. Validasi perasaanmu sendiri bisa mengurangi dorongan untuk melampiaskannya secara reaktif.