Benarkah PMS Bisa Merusak Hubungan? Ini Fakta Emosional yang Jarang Dibicarakan
- Freepik
Solusi: Mengubah PMS dari Ancaman Menjadi Peluang
Langkah pertama adalah kesadaran dan edukasi. Perempuan perlu memahami siklus tubuhnya sendiri dan memberi ruang untuk merawat diri saat PMS datang. Begitu pula pasangan, penting untuk meluangkan waktu mempelajari apa itu PMS dan bagaimana gejalanya bisa bervariasi.
Komunikasi terbuka adalah kunci. Tidak ada salahnya memberi tahu pasangan bahwa kamu sedang dalam fase PMS dan mungkin akan lebih sensitif dalam beberapa hari ke depan. Dengan menyampaikan ini lebih awal, pasangan akan lebih siap dan tidak tersinggung jika suasana hati berubah mendadak. Ini bukan tentang membenarkan perilaku negatif, tapi menciptakan ruang yang aman untuk saling memahami.
Selain itu, pasangan juga bisa ikut membantu meredakan gejala PMS secara tidak langsung. Kehadiran yang penuh perhatian, sikap yang lembut, dan tidak buru-buru menghakimi, bisa menjadi bentuk dukungan emosional yang sangat berarti. Bahkan hal-hal kecil seperti menemani beristirahat, membuatkan teh hangat, atau membiarkan pasangan menangis tanpa banyak bertanya, bisa menjadi penyelamat suasana.
Jika PMS berdampak sangat besar pada hubungan dan kualitas hidup, tidak ada salahnya berkonsultasi ke profesional. Konselor pernikahan, terapis pasangan, atau dokter kandungan bisa membantu memberikan panduan yang tepat. Kadang, hanya dengan memahami apa yang sedang terjadi secara medis dan emosional, sebuah hubungan bisa diselamatkan dari salah paham yang tidak perlu.
Terapi pasangan juga bisa membantu menciptakan pola komunikasi yang sehat, terutama jika salah satu pihak merasa kesulitan memahami reaksi pasangannya. Menghadapi PMS bukan hanya tanggung jawab satu pihak—ini adalah tantangan bersama yang bisa dikelola dengan empati, pengertian, dan komitmen untuk terus belajar satu sama lain.
PMS memang bisa memengaruhi hubungan dengan pasangan, tetapi bukan berarti harus menjadi ancaman. Justru dari sinilah kita bisa belajar tentang pentingnya kepekaan, komunikasi, dan dukungan dalam hubungan yang sehat. Ketika keduanya mampu saling memahami bahwa perubahan emosi bukan tanda kelemahan, tetapi bentuk kebutuhan tubuh yang sedang meminta perhatian, maka hubungan bisa tumbuh lebih kuat.