Jangan Paksa! Begini Cara Efektif Dampingi Anak Belajar untuk UTS

Ilustrasi ibu mengajari anak belajar
Sumber :
  • Freepik

LifestyleSetiap kali Ujian Tengah Semester (UTS) tiba, banyak orang tua merasa perlu mengawasi anaknya belajar ekstra keras. Tak jarang, orang tua menggunakan cara yang cenderung memaksa, meminta anak belajar berjam-jam, membatasi waktu bermain secara ketat, bahkan menegur keras jika anak terlihat kurang serius.

5 Kebiasaan Sederhana untuk Hidup Lebih Tenang, Bahagia dan Bebas Stres

Sekilas, hal ini terlihat seperti bentuk perhatian. Namun, apakah cara memaksa benar-benar efektif? Faktanya, tekanan justru bisa menimbulkan stres, membuat anak enggan belajar, dan bahkan menurunkan hasil akademik.

Artikel ini akan membahas perbedaan mendampingi dengan memaksa, dampak negatif paksaan, serta cara menciptakan suasana belajar yang nyaman agar anak siap menghadapi UTS dengan tenang.

Resign di Usia 30, Bijak atau Nekat di Tengah Kondisi Perekonomian Saat ini?

Pendampingan berarti memberikan dukungan, bimbingan, serta fasilitas yang membantu anak belajar dengan tenang dan efektif. Sementara memaksa lebih sering diwarnai tekanan, ancaman, atau hukuman jika anak tidak sesuai ekspektasi.

Dengan kata lain, mendampingi membuka jalan bagi anak untuk tumbuh sebagai pembelajar mandiri, sedangkan memaksa justru menutup peluang tersebut.

Dampak Negatif Memaksa Anak Belajar

7 Hal Sederhana yang Membuat Hidup Bebas Stres

Orang tua sering berpikir bahwa semakin keras anak belajar, semakin bagus hasilnya. Padahal, menurut berbagai penelitian, tekanan berlebihan justru merugikan. Dampak yang bisa muncul antara lain:

  • Stres dan kecemasan meningkat. Anak lebih sibuk memikirkan hukuman atau omelan dibanding memahami materi.
  • Motivasi intrinsik hilang. Belajar yang seharusnya menyenangkan berubah menjadi beban.
  • Kinerja akademik menurun. Stres mengganggu konsentrasi dan daya ingat.
  • Gangguan kesehatan. Anak bisa mengalami sulit tidur, sakit kepala, atau keluhan fisik lain akibat stres.
  • Hubungan orang tua-anak terganggu. Komunikasi lebih sering diwarnai konflik dibanding dukungan.

Mengapa Orang Tua Sering Memaksa?

Ada beberapa alasan yang membuat orang tua jatuh pada pola ini:

  • Ingin anak mendapat nilai tinggi sebagai bentuk prestasi.
  • Khawatir anak tertinggal dari teman-temannya.
  • Tekanan dari lingkungan sekolah atau keluarga besar.
  • Kurang memahami bahwa belajar efektif tidak selalu berarti belajar lama.

Motivasi orang tua sebenarnya positif, yakni ingin yang terbaik untuk anak. Hanya saja, cara yang digunakan perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan efek sebaliknya.

Pendidik dan psikolog pendidikan terkenal, Maria Montessori menekankan pentingnya pendampingan yang tidak mengekang. Ia mengatakan bahwa penting bagi orang tua atau guru untuk membimbing anak tanpa membuatnya merasa terlalu diawasi, sehingga anak selalu merasa bisa mendapat bantuan ketika diperlukan, tetapi tidak terhalang untuk mengalami dan belajar sendiri.

“Lingkungan harus kaya dengan motivasi yang menumbuhkan ketertarikan pada aktivitas, serta mendorong anak untuk menjalani pengalamannya sendiri,” kata dia menekankan.

Pesan ini sangat relevan untuk orang tua masa kini. Artinya, semakin anak merasa nyaman, dihargai, dan bebas bereksperimen, semakin besar pula motivasi mereka untuk belajar dengan sungguh-sungguh.

Cara Efektif Mendampingi Anak Belajar Jelang UTS

  1. Buat target realistis bersama anak.
    Libatkan anak saat membuat jadwal belajar.
    Dengan begitu, anak merasa memiliki kendali atas prosesnya.
  2. Ciptakan suasana belajar yang kondusif.
    Sediakan ruang tenang, cahaya cukup, dan minim gangguan. Pastikan anak merasa aman dan rileks saat belajar.
  3. Berikan apresiasi positif.
    Fokuslah pada usaha, bukan hanya hasil. Katakan, “Bagus, kamu sudah berusaha mengerjakan soal sulit,” alih-alih hanya menilai nilai akhirnya.
  4. Biarkan anak memilih metode belajarnya.
    Ada anak yang lebih suka membaca, ada yang lebih nyaman dengan audio atau latihan soal.
    Berikan fleksibilitas sesuai gaya belajar mereka.
  5. Jaga keseimbangan belajar dan istirahat.
    Terapkan pola belajar dengan jeda, seperti metode Pomodoro (25 menit belajar, 5 menit istirahat).
    Pastikan anak cukup tidur.
  6. Dengarkan keluhan anak.
    Jika anak merasa stres, ajak bicara dengan tenang. Tanyakan apa yang membuat mereka kesulitan dan tawarkan solusi bersama.
  7. Jadi fasilitator, bukan pengawas.
    Tugas orang tua bukan memastikan anak duduk di meja belajar berjam-jam, melainkan menyediakan sarana, dorongan, dan suasana yang mendukung.