Rempah Jadi Andalan Kuliner Lokal, Kenapa Belum Bisa Merajai Global?
- Pixabay
Lifestyle –Indonesia, sebagai negara tropis, memiliki kekayaan rempah-rempah yang telah menjadi bagian dari identitas kuliner dan budaya sejak zaman kolonial. Rempah seperti cengkeh, lada, kayu manis, dan pala tidak hanya memperkaya cita rasa makanan, tetapi juga memiliki nilai historis yang tinggi, bahkan menjadi incaran bangsa Eropa seperti VOC berabad lalu.
Namun, meskipun memiliki potensi besar, Indonesia masih tertinggal dari negara tetangga dalam memanfaatkan rempah sebagai komoditas halal unggulan di pasar global. Apa yang membuat Indonesia belum mampu bersaing, dan bagaimana rempah dapat dioptimalkan dalam sektor kuliner dan pariwisata?
Peran Rempah dalam Kuliner Indonesia
Dalam konteks kuliner, rempah-rempah Indonesia menjadi tulang punggung berbagai hidangan tradisional seperti rendang, soto, gulai, dan opor ayam. Rempah seperti kunyit, jahe, lengkuas, dan serai biasanya diolah dengan cara ditumbuk halus, ditumis, atau direbus untuk mengeluarkan aroma dan rasa yang kuat.
Misalnya, bumbu dasar seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai sering dicampur dengan rempah untuk menciptakan cita rasa yang kompleks. Teknik memasak seperti menumis bumbu hingga harum atau merebus rempah dalam santan menjadi kunci kelezatan masakan Indonesia.
Selain itu, rempah juga diolah menjadi minuman sehat, seperti wedang jahe atau teh rempah, yang kini populer di kalangan generasi muda yang peduli kesehatan.
Tantangan Kualitas dan Produktivitas Rempah
Meski memiliki nilai kuliner yang tinggi, sektor rempah Indonesia menghadapi tantangan serius. Siti menyoroti menurunnya kualitas rempah akibat penggunaan pupuk kimia yang mengontaminasi unsur hara tanah dan tanaman rempah yang sudah tua. Untuk mengatasi hal ini, ia menyarankan intervensi pemerintah dalam tata kelola pertanian rempah, seperti peremajaan tanaman dan penggunaan pupuk organik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Mei 2025 menunjukkan nilai ekspor kopi, teh, dan rempah-rempah Indonesia mencapai US$294,7 juta (setara Rp4,8 triliun), namun angka ini belum mencerminkan potensi maksimal rempah sebagai komoditas unggulan.
Potensi Rempah Indonesia di Pasar Global
Menurut Siti Nur Azizah Ma'ruf, Ketua Umum Perhimpunan Saudagar Muslimah Indonesia, rempah Indonesia masih diminati di pasar internasional, terutama di Eropa, karena cita rasanya yang khas dan otentik. Namun, Indonesia kurang gesit dalam mempromosikan rempah sebagai bagian dari produk halal yang diekspor.
“Kita kalah oleh negara-negara lain dalam hal ekspor produk halal, karena tidak memperhitungkan bahwa produk rempah ini juga merupakan bagian dari produk halal yang kita ekspor,” ujar Siti, dalam acara peluncuran MoreFood Expo Indonesia. Padahal, dengan meningkatnya permintaan global terhadap produk halal, terutama di tengah tren gaya hidup sehat, rempah memiliki peluang besar untuk menjadi andalan ekspor.
Peluang Rempah dalam Pariwisata Halal
Selain untuk ekspor, rempah juga berpotensi besar dalam sektor pariwisata. Siti menekankan pentingnya mempromosikan rempah sebagai bagian dari pengalaman wisata kuliner yang halal. Misalnya, wisatawan dapat diajak mengenal rempah melalui tur ke perkebunan cengkeh di Maluku atau pasar tradisional di Yogyakarta, sambil menikmati makanan dan minuman berbasis rempah. Lewat acara yang digelar pada 7-10 Mei 2026 di JIEXPO mendatang, para pelaku industri makanan, pengolahan, dan kemasann akan dipertemukan dengan buyer terkurasi dari berbagai sektor industri baik dalam maupun luar negeri. Narasi sejarah rempah yang kaya, seperti peran Indonesia sebagai “kepulauan rempah” pada masa kolonial, dapat menjadi daya tarik tambahan.
Untuk menarik generasi muda, rempah dapat diolah secara kreatif, seperti kopi dengan campuran kayu manis atau teh rempah dengan jahe dan serai, yang tidak hanya lezat tetapi juga mendukung gaya hidup sehat.