Jakarta Kehilangan Identitas, Deretan Makanan Khas Ini Mulai Punah

Monumen nasional
Sumber :
  • Pexels

Lifestyle –Jakarta, tidak hanya dikenal dengan dinamika perkotaannya yang sibuk, tetapi juga sebagai pusat budaya Betawi yang kaya akan warisan kuliner. Makanan khas Betawi, yang mencerminkan perpaduan budaya Melayu, Tionghoa, Arab, dan Belanda, telah lama menjadi bagian dari identitas kota ini. 

Rahasia Donat Empuk yang Bikin Ketagihan, Yuk Coba di Rumah!

Namun, di tengah modernisasi dan globalisasi, sejumlah kuliner tradisional seperti kue lupis, kue kremes, gemblong, dan bahkan kerak telor yang ikonik mulai sulit ditemukan. Hilangnya makanan-makanan ini mengancam identitas kuliner Jakarta, yang telah diwariskan turun-temurun. 

Berikut ini adalah keunikan masing-masing kuliner tersebut, tantangan pelestariannya, serta pentingnya menjaga warisan budaya ini agar tidak lenyap dari peradaban kuliner ibu kota.

Kue Lupis: Camilan Ketan yang Terlupakan

5 Perbedaan Martabak dan Terang Bulan, Ternyata Asal-Usulnya Jauh Banget

Ilustrasi lupis

Photo :
  • Indonesia Kaya

Kue lupis adalah jajanan tradisional Betawi yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus daun pisang dan direbus selama berjam-jam hingga teksturnya kenyal. Biasanya disajikan dengan taburan kelapa parut dan siraman gula merah cair, kue lupis menawarkan perpaduan rasa manis dan gurih yang sederhana namun memikat. 

7 Cara Bikin Donat Empuk dan Lembut, Cocok untuk Jualan atau Camilan di Rumah

Proses pembuatannya yang memakan waktu dan kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari resep tradisional membuat kue lupis kian langka. Pedagang kue lupis kini hanya dapat ditemukan di pasar tradisional tertentu, seperti di kawasan Setu Babakan, pusat budaya Betawi. Minimnya promosi dan pergeseran selera masyarakat ke makanan modern menjadi ancaman besar bagi kelestarian kuliner ini.

Kue Kremes: Kerenyahan yang Mulai Hilang

Kue kremes, atau sering disebut kue kembang goyang, adalah camilan renyah berbentuk bunga yang terbuat dari adonan tepung beras, santan, dan telur. Adonan ini dicetak dengan alat khusus dan digoreng hingga menghasilkan tekstur yang ringan dan renyah. Nama "kembang goyang" berasal dari cetakan yang digoyang-goyang saat proses penggorengan untuk melepaskan adonan. 

Kue ini biasanya hadir dalam acara adat Betawi, seperti pernikahan atau Lebaran, namun keberadaannya kini terbatas pada pedagang tradisional atau toko oleh-oleh khusus, seperti Betawi Online Gallery di Jakarta Selatan. Kurangnya inovasi dalam penyajian dan distribusi membuat kue kremes sulit bersaing dengan camilan modern yang lebih praktis dan menarik bagi generasi muda.

Gemblong: Manisnya Kenangan Betawi

Ilustrasi Gemblong

Photo :
  • Indonesia Kaya

Gemblong adalah jajanan Betawi yang terbuat dari ketan putih yang digoreng dan dilapisi gula merah karamel. Teksturnya yang kenyal di dalam dan renyah di luar, dengan aroma gula merah yang khas, menjadikan gemblong camilan favorit di masa lalu. Sayangnya, gemblong kini jarang ditemukan di pasar atau warung makan.

Proses pembuatannya yang membutuhkan ketelitian dalam mengatur keseimbangan adonan dan lapisan gula membuatnya kurang diminati oleh pedagang baru. Selain itu, bahan baku seperti ketan berkualitas tinggi dan gula merah asli semakin sulit didapat dengan harga terjangkau, memperparah kelangkaan gemblong di Jakarta.

Kerak Telor: Ikon Kuliner yang Terancam

Kerak Telor

Photo :
  • Indonesia Kaya

Kerak telor, makanan yang dianggap sebagai ikon kuliner Betawi, terbuat dari beras ketan putih, telur (ayam atau bebek), ebi (udang kering), dan kelapa sangrai, yang dimasak di atas wajan kecil dengan bara api hingga membentuk kerak renyah. Proses memasaknya yang unik, di mana wajan dibalik menghadap api, menciptakan aroma khas yang sulit ditiru. 

Meski kerak telor masih sering muncul di acara budaya seperti Pekan Raya Jakarta atau di lokasi wisata seperti Kota Tua dan Monas, keberadaannya mulai terbatas pada momen-momen tertentu. Menurut sejarah, kerak telor tercipta pada era kolonial Belanda di kawasan Menteng sekitar tahun 1920-an, sebagai adaptasi dari omelet Belanda dengan bahan lokal seperti ketan dan kelapa. Namun, perubahan gaya hidup masyarakat urban dan minimnya regenerasi pedagang kerak telor membuat kuliner ini terancam punah.

Tantangan Pelestarian Kuliner Tradisional

Pelestarian makanan khas Betawi seperti kue lupis, kue kremes, gemblong, dan kerak telor menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, modernisasi telah menggeser preferensi masyarakat, terutama generasi muda, ke makanan cepat saji dan tren kuliner global. 

Kedua, proses pembuatan yang rumit dan waktu yang lama membuat pedagang enggan melanjutkan usaha ini, terutama dengan persaingan harga yang ketat. Ketiga, kurangnya edukasi dan promosi tentang nilai budaya kuliner Betawi menyebabkan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan warisan ini. 

Padahal, kuliner Betawi tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga cerminan sejarah dan identitas budaya yang telah terbentuk selama berabad-abad melalui akulturasi berbagai etnis di Jakarta.

Upaya Menjaga Warisan Kuliner

Beberapa langkah telah dilakukan untuk menjaga kelestarian kuliner Betawi. Komunitas budaya di Setu Babakan, Jakarta Selatan, misalnya, aktif mempromosikan makanan tradisional melalui festival dan pelatihan memasak. 

Tokoh masyarakat dan pelaku usaha kuliner juga mulai mengemas ulang makanan tradisional dengan sentuhan modern, seperti menyajikan kue lupis dalam kemasan praktis atau memasarkan kerak telor melalui platform daring. 

Selain itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta berupaya mengintegrasikan kuliner Betawi dalam acara wisata dan promosi budaya. Namun, upaya ini masih memerlukan dukungan yang lebih luas dari masyarakat, pelaku usaha, dan media untuk memastikan bahwa kuliner-kuliner ini tidak hanya bertahan, tetapi juga kembali populer di kalangan generasi muda.