Gaji Cepat Habis Tapi Selalu Ada Keinginan Baru? Ini Penjelasan Psikologinya!
- Freepik
Lifestyle –Setiap kali gajian, rasanya lega. Namun, baru beberapa minggu, uang sudah menipis. Anehnya, meski kebutuhan utama sudah terpenuhi, selalu saja muncul keinginan bar seperti ingin beli gadget terbaru, liburan lebih jauh, atau makan di restoran yang lebih mewah. Fenomena ini bukan hanya soal kebiasaan konsumtif semata.
Dalam psikologi, ada istilah yang menjelaskan mengapa manusia terus merasa kurang meski sudah punya lebih disbeut hedonic adaptation, atau sering disebut hedonic treadmill.
Artikel ini akan membahas apa itu hedonic treadmill, bagaimana ia bekerja, dampaknya pada keuangan dan kebahagiaan, serta strategi mengatasinya.
Pertama mari pahami apa itu disbeut hedonic adaptation atau hedonic treadmill. Secara sederhana, hedonic adaptation adalah kecenderungan manusia untuk cepat terbiasa dengan perubahan baik yang positif maupun negatif. Jadi, meskipun kita mendapat hal baru yang membuat bahagia, perasaan itu biasanya hanya bertahan sebentar sebelum kembali ke titik normal.
Istilah hedonic treadmill digunakan karena mirip dengan berlari di treadmill, meski kita bergerak maju, sebenarnya tetap berada di tempat yang sama. Kita bekerja keras, mendapatkan lebih, tapi kebahagiaan kita cenderung kembali ke level semula.
Bagaimana Hedonic Adaptation Bekerja dalam Urusan Uang
Saat gaji naik, biasanya kita merasa senang dan puas. Kita bisa membeli barang yang dulu tak terjangkau atau meningkatkan kualitas hidup. Namun, dalam waktu singkat, standar itu berubah. Hal yang tadinya dianggap mewah menjadi biasa, dan muncul keinginan baru.
Selain itu, ada faktor perbandingan sosial. Ketika melihat rekan kerja membeli mobil baru atau liburan ke luar negeri, kita merasa terdorong ingin meraihnya juga. Media sosial memperkuat hal ini: foto-foto pencapaian orang lain membuat kita merasa apa yang kita miliki tidak cukup.
Dampak Psikologis dari Hedonic Adaptation
Adaptasi hedonik bisa berdampak serius jika tidak disadari.
- Kepuasan hidup stagnan: meskipun pendapatan meningkat, rasa bahagia tidak bertambah banyak.
- Perasaan tidak pernah cukup: muncul kecemasan dan stres karena selalu merasa ada yang kurang.
- Dampak finansial: uang cepat habis, muncul perilaku konsumtif, bahkan utang akibat memenuhi keinginan yang terus bertambah.
Profesor psikologi di University of California, Dr. Sonja Lyubomirsky telah meneliti adaptasi kebahagiaan selama puluhan tahun. Dalam sebuah wawancara, ia menjelaskan bahwa adaptasi hedonik berarti manusia luar biasa cepat terbiasa dengan perubahan dalam hidup.
Tetapi sisi negatifnya adalah ketika sesuatu menjadi familiar, kita mulai menganggapnya biasa saja. Hedonic treadmill terdengar negatif, karena menggambarkan bahwa sekeras apa pun kita berusaha, pada akhirnya kita akan kembali ke titik yang sama.
Lyubomirsky juga menambahkan bahwa ekspektasi dan perbandingan sosial berperan besar.
“Ketika kita mendapat pekerjaan yang kita inginkan, gaji naik, atau menjalin hubungan baru, awalnya kita bahagia. Namun setelah itu, ekspektasi berubah misalnya kita mulai berpikir, mungkin rumah yang lebih besar akan lebih baik. Selain itu, perbandingan sosial membuat kita melihat orang lain memiliki hal yang lebih bagus, sehingga kita juga ingin lebih banyak lagi,” kata dia.
Penjelasan ini relevan dengan fenomena gaji cepat habis bukan karena kebutuhan tidak tercukupi, melainkan karena keinginan terus berkembang seiring adaptasi dan perbandingan.
Penelitian klasik dari Brickman & Campbell (1971) memperkenalkan teori hedonic treadmill setelah mempelajari bagaimana kebahagiaan orang cenderung kembali ke baseline meski mengalami peristiwa besar, baik positif (menang lotre) maupun negatif (kecelakaan).
Studi lain dari Ed Diener dan rekan-rekan juga menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan berhubungan dengan kebahagiaan hanya sampai titik tertentu. Setelah kebutuhan dasar tercukupi, tambahan pendapatan tidak memberi lonjakan besar dalam kepuasan hidup.
Faktor yang Memperparah Hedonic Adaptation
- Karakter konsumtif: terbiasa membeli sesuatu untuk mendapatkan rasa puas instan.
- Lingkungan sosial: teman atau keluarga yang materialistis bisa membuat standar hidup kita ikut naik.
- Media sosial: eksposur terhadap “hidup sempurna” orang lain menumbuhkan rasa iri dan keinginan untuk mengikuti.
- Norma budaya: dalam banyak masyarakat, kesuksesan diukur dari kepemilikan materi, bukan dari pengalaman atau kualitas hidup.
Strategi Mengurangi Efek Negatifnya
Untungnya, hedonic adaptation bisa dikendalikan. Beberapa strategi berikut dapat membantu:
- Latih rasa syukur (gratitude)
Membiasakan diri mencatat atau menyadari hal-hal yang sudah dimiliki dapat menurunkan rasa “kurang.” - Fokus pada pengalaman, bukan barang
Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman seperti bepergian atau menghabiskan waktu bersama orang terdekat lebih lama meninggalkan rasa bahagia dibanding membeli barang baru. - Batasi perbandingan sosial
Kurangi waktu melihat media sosial atau konten yang memicu rasa iri. Ingat bahwa yang ditampilkan orang lain sering hanya sisi terbaik hidup mereka. - Variasi kecil dalam keseharian
Misalnya, mencoba rute jalan baru ke kantor, memasak menu berbeda, atau melakukan hobi baru. Hal ini membuat otak lebih mudah menghargai hal-hal sederhana. - Kelola keuangan dengan disiplin
Buat anggaran, pisahkan kebutuhan, tabungan, dan keinginan. Disiplin finansial membantu mencegah gaji habis hanya untuk memenuhi dorongan sesaat.