Kenali Tall Poppy Syndrome, ‘Pemangkasan’ oleh Rekan Kerja Ketika Kamu Sukses

Ilustrasi bekerja di kantor
Sumber :
  • Freepik

LifestyleSetiap pekerja pasti bermimpi untuk naik jabatan, meraih prestasi, atau menjadi sosok yang menonjol di tempat kerja. Namun, kenyataannya kesuksesan tidak selalu disambut hangat.

Skill yang Wajib Dikuasai Pekerja Kalau Gak Mau Tergeser AI di Masa Depan

Dalam beberapa kasus, justru muncul penolakan halus seperti rekan kerja yang meremehkan pencapaianmu, mengucilkanmu dari percakapan, atau bahkan menuduhmu terlalu arogan. Fenomena ini punya nama Tall Poppy Syndrome. Istilah ini berasal dari metafora bunga poppy tertinggi di ladang yang “dipotong” agar tetap sejajar dengan bunga lain.

Pertama kali dikenal di Australia dan Selandia Baru, kini istilah ini digunakan secara global untuk menggambarkan bagaimana orang berprestasi sering dijatuhkan karena dianggap terlalu menonjolMelansir laman Times of India, meski berawal dari Australia, konsep ini sebenarnya ada di banyak budaya dengan istilah berbeda. Di Jepang, ada pepatah terkenal “Paku yang menonjol akan dipalu ke bawah.”

10 Soft Skill Super Penting agar Karier Bersinar di Era Gig Economy

Sementara di Skandinavia, dikenal Hukum Jante yang pada intinya melarang orang “terlalu menonjol.” Artinya sama yakni jangan bersinar terlalu terang, karena akan membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Sebuah penelitian besar berjudul The Tallest Poppy Report yang dipimpin oleh Dr. Rumeet Billan bersama Women of Influence+ melibatkan lebih dari 4.700 profesional dari 103 negara. Hasilnya menunjukkan bahwa 'dipangkas' bukan sekadar perlakuan sepele. Dampaknya nyata, terutama pada perempuan yakni menurunkan rasa percaya diri, memperburuk kesehatan mental, dan mengurangi keterlibatan di tempat kerja.

Bagaimana bentuk Tall Poppy Syndrome di kantor sehari-hari?

1. Dicap “Terlalu Ambisius

9 Etika Dasar dalam Dunia Kerja Bantu Kariermu Makin Cemerlang

Dalam beberapa lingkungan, ambisi dianggap mengganggu alih-alih memotivasi. Rekan kerja bisa melabelinya sebagai kesombongan “Dia terlalu merasa hebat, jadi pantas saja kalau dijatuhkan.” Reaksi ini sering berakar dari rasa tidak aman. Melihat orang lain sukses membuat sebagian orang harus menghadapi kekurangan diri mereka sendiri. Alih-alih menjadikannya motivasi untuk berkembang, mereka justru merendahkan orang yang berhasil.

2. Dikucilkan dan Diperlakukan Tidak Bersahabat

Bisa berupa tidak diajak ke rapat penting, tidak diundang ke acara kantor, atau tidak diberi kesempatan naik jabatan. Atasan bahkan kadang sengaja menahan pegawai berprestasi di posisi lama, lantaran takut produktivitas menurun jika mereka dipromosikan. Akibatnya, kedua pihak sama-sama rugi. Pegawai merasa cemas dan tidak dihargai, sementara perusahaan kehilangan inovasi dan peluang tumbuh. Banyak orang akhirnya memilih diam atau menyembunyikan potensinya agar tidak semakin menonjol.

3. Enggan Menunjukkan Karya Kreatif

Tall Poppy Syndrome tidak hanya terjadi di kantor. Seniman, musisi, hingga pengusaha sering ragu memamerkan karya mereka karena takut dicemooh atau dianggap “cringe.” Laporan The Tallest Poppy Report mencatat bahwa sikap ini memperkuat budaya enggan menghargai pencapaian lokal. Misalnya, di beberapa negara, karya seni dalam negeri justru dianggap kurang berharga dibanding talenta luar. Penyanyi pop lokal sering diejek sebagai tiruan, sementara artis internasional dipuja.

Bagaimana Menghadapinya?

Menghadapi Tall Poppy Syndrome tentu tidak mudah, tapi ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Tetap percaya diri – Jangan biarkan komentar negatif membuatmu meragukan kemampuan diri.
  2. Cari lingkungan pendukung – Bangun jaringan dengan orang-orang yang menghargai pencapaianmu.
  3. Kelola ekspektasi – Tidak semua orang akan senang melihatmu sukses, dan itu wajar.
  4. Fokus pada dampak positif – Ingat bahwa kerja kerasmu membawa manfaat, baik untuk dirimu maupun orang lain.