Rasanya Ingin Mukul Bos Pas Dia Marah-marah? Mungkin Ini Penjelasan Psikologisnya
- Freepik
Lifestyle –Tak sedikit dari kita yang pernah berada dalam situasi sudah kerja seharian penuh, memenuhi target, lembur, tapi masih saja dimarahi atasan karena hal kecil atau permintaan tambahan yang tampaknya tak masuk akal. Dalam hati, muncul dorongan “Rasanya pengin mukul aja!”
Tentu saja, sebagian besar dari kita tidak benar-benar akan melakukannya. Tapi kenapa rasa frustrasi itu muncul begitu kuat? Apakah kita sedang tidak waras, atau justru ini adalah respons yang manusiawi?
Psikolog klinis Dr. Leon Seltzer menyebut fenomena ini sebagai displaced aggression atau agresi yang dialihkan, sebuah ledakan emosional yang lahir dari tekanan berulang, rasa tidak dihargai, dan ekspektasi tinggi yang tak realistis di tempat kerja.
Perasaan Tak Dianggap: Akar Emosi yang Dalam
Menurut Dr. Seltzer, manusia punya kebutuhan dasar untuk merasa dihargai. Ketika kerja keras tak mendapat pengakuan, sementara kesalahan kecil langsung dibesar-besarkan, otak meresponsnya sebagai ancaman terhadap harga diri.
“Semakin seseorang merasa tidak dihargai atau tidak berdaya, semakin besar kemungkinan kemarahannya menjadi kronis dan tersalurkan ke arah yang salah," kata Dr. Leon Seltzer, dikutip dari Psychology Today, (2011).
Di kantor, kita tidak bisa begitu saja melawan. Struktur hierarki membuat banyak orang menekan amarahnya dan terpaksa memasang wajah datar, meskipun di dalam kepala sedang memutar berbagai skenario balas dendam.
Displaced Aggression: Kenapa Bos Jadi Sasaran Imajiner?
Fenomena displaced aggression atau agresi teralihkan terjadi saat kita tidak bisa melampiaskan emosi kepada sumber utamanya (misalnya atasan), sehingga otak mencari tempat lain untuk memindahkan energi negatif tersebut.
Uniknya, kadang justru bos itulah yang jadi imajinasi tempat pelampiasan, bukan secara nyata, tapi dalam bentuk pikiran atau fantasi agresif seperti “kalau dia bukan bos gue, udah gue pukul!”
Hal ini sejalan dengan studi perilaku kerja oleh American Psychological Association (APA) yang menyatakan bahwa tekanan tanpa jalan keluar meningkatkan kemungkinan munculnya fantasi kekerasan pasif (non-actionable violent thoughts).
Bukan Cuma Tentang Bos: Tapi Tentang Rasa Tidak Berdaya
Dr. Seltzer menjelaskan, amarah yang muncul bukan hanya karena satu orang, tapi lebih pada situasi sistemik. Target tak realistis, tuntutan yang bertambah, komunikasi satu arah semua berkontribusi membentuk rasa frustrasi kolektif.
Ketika seseorang merasa tidak punya kendali terhadap nasibnya di tempat kerja, maka tubuh dan pikiran merespons dengan cara bertahan salah satunya adalah menumbuhkan kemarahan internal yang sulit diturunkan.
Bahayanya Jika Terus Dipendam
Menyimpan emosi seperti ini terus-menerus bisa menyebabkan berbagai masalah, baik psikologis maupun fisik. Dr. Seltzer menyebutkan bahwa agresi yang ditekan dalam jangka panjang bisa berubah menjadi depresi, ledakan marah tiba-tiba, sindrom burnout, gangguan kecemasan, hingga psikosomatik yakni sakit fisik yang dipicu emosi.
Namun yang paling mengkhawatirkan adalah ketika seseorang melampiaskan emosi pada pihak yang salah, misalnya keluarga di rumah atau rekan kerja yang sebenarnya tidak terlibat.
Cara Sehat Mengelola Emosi Saat Dimarahi Atasan
Daripada menyalurkan amarah ke dalam pikiran destruktif, ada beberapa cara sehat untuk memproses emosi tersebut:
a. Sadari Apa yang Sebenarnya Anda Rasakan
Apakah Anda marah, kecewa, merasa tak dihargai, atau merasa gagal? Memberi nama pada emosi adalah langkah pertama untuk mengelolanya.
b. Ambil Jeda Sebentar
Jika memungkinkan, keluar sebentar, tarik napas, atau duduk di ruang kosong selama 5 menit. Memberi ruang fisik bisa membantu meredakan ketegangan psikis.
c. Tulis atau Ceritakan
Menuliskan apa yang membuat Anda kesal dalam jurnal atau membicarakannya dengan rekan tepercaya bisa membantu otak "memproses" emosi secara logis.
d. Komunikasi Asertif
Jika sudah memungkinkan, sampaikan ketidaknyamanan Anda secara profesional. Kalimat seperti “Saya merasa sudah bekerja semaksimal mungkin, dan akan lebih semangat jika apresiasi disampaikan juga” bisa membuat atasan lebih sadar tanpa membuat konflik.
Kapan Harus Cari Bantuan Profesional
Jika perasaan frustrasi ini terus muncul dan mulai mengganggu produktivitas, tidur, atau hubungan dengan orang lain, sebaiknya berkonsultasi dengan psikolog. Banyak layanan HR modern kini menyediakan akses ke konselor kerja atau employee assistance program.
Jika Anda sering merasakan ini, bukan berarti Anda orang yang tidak sabar atau mudah marah. Bisa jadi, Anda hanya butuh ruang untuk didengar dan dihargai.