Kenapa Laki-Laki Terlihat Lebih Tersiksa Saat Demam hingga Sering Ucapkan 'Mau Sekarat'? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Ilustrasi pria demam
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Pernah dengar kalimat 'Aku kayak mau mati' dari teman laki-laki atau bahkan suami yang lagi demam 38 derajat? Ditambah mereka akan meringkuk di kasur, lengkap dengan tisu di tangan dan tatapan nanar ke langit-langit kamar, dia bilang, “Kayaknya ini akhir hidupku.” Padahal, sehari sebelumnya dia masih bisa main futsal, naik motor tanpa jaket, dan makan gorengan tanpa takut angin malam.

Kenapa Ibu Rumah Tangga Sering Merasa Bersalah Padahal Sudah Berusaha Maksimal?

 

Fenomena pria yang terlihat super dramatis saat demam ini bukan hal baru. Bahkan sudah jadi bahan guyonan universal di media sosial. Tapi benarkah itu semua hanya karena pria “manja”? Atau ada penjelasan ilmiah yang lebih dalam di balik ekspresi sekarat itu?

Bukan Manja, Tapi Butuh Dihargai: Pentingnya Validasi Emosi untuk Ibu Rumah Tangga

 

Yuk, kita bedah bersama kenapa laki-laki bisa merasa seperti akan meninggal padahal cuma demam.

Motivasi Senin Tanpa Toxic Positivity: Hadapi Hari Sulit dengan Cara Realistis dan Sehat

 

 

Istilah “Man Flu”: Lelucon atau Fakta?

 

Istilah Man Flu sudah lama beredar dalam budaya populer, menggambarkan pria yang tampak 'lebih menderita' dari perempuan saat terserang flu. Bahkan dalam keluarga atau hubungan, kadang istri atau pasangan suka bilang, “Ah, kamu mah baru demam dikit udah heboh.”

 

Tapi menariknya, istilah ini pernah jadi bahan studi ilmiah sungguhan. Pada 2017,  seorang profesor dari Memorial University di Kanada, Dr. Kyle Sue, menulis artikel di British Medical Journal berjudul The Science Behind Man Flu. Dalam tulisannya, ia menyimpulkan bahwa memang ada kemungkinan biologis pria mengalami gejala flu yang lebih berat daripada perempuan. Apakah itu berarti pria tidak lebay? Mungkin tidak sepenuhnya.

Secara biologis, sistem imun pria dan wanita memang berbeda. Perempuan dilindungi oleh hormon estrogen, yang ternyata mampu meningkatkan respons imun terhadap virus dan infeksi. Sementara hormon testosteron yang dominan pada pria justru bisa menekan sistem kekebalan tubuh.

 

Menurut studi yang diterbitkan dalam jurnal Brain, Behavior, and Immunity, perempuan umumnya menghasilkan respon antibodi yang lebih kuat saat terkena infeksi virus seperti flu. Artinya, tubuh perempuan bisa melawan virus lebih cepat dan efisien dibanding tubuh pria.

 

“Ada kemungkinan pria lebih rentan terhadap infeksi pernapasan akut dan mengalami gejala yang lebih parah, sehingga mereka butuh istirahat lebih banyak,” kata Dr. Sue menjelaskan.

 

Bayangkan dua mobil, satu punya rem ABS canggih dan satunya rem manual yang kadang suka blong. Keduanya bisa jalan, tapi saat hujan deras, mobil yang punya ABS akan lebih stabil. Dalam hal ini, sistem imun perempuan adalah mobil dengan rem ABS itu.

 

Di luar soal imun, ada juga perbedaan cara otak pria dan wanita memproses rasa sakit. Studi di Stanford University menyatakan bahwa pria menunjukkan aktivasi otak yang lebih besar di bagian yang mengatur rasa takut dan nyeri saat mengalami ketidaknyamanan fisik. Dengan kata lain, ketika demam datang, pria tidak hanya merasa sakit fisik, tapi juga secara emosional merasa lebih 'terancam'.

 

Sebagai perbandingan, bayangkan kamu kehilangan sinyal internet di rumah. Buat sebagian orang, ini menyebalkan. Tapi buat yang bekerja dari rumah, kehilangan sinyal bisa terasa seperti dunia runtuh. Begitu juga perasaan pria terhadap demam, lebih dari sekadar suhu tubuh, ini tentang kehilangan kontrol.

 

 

Tekanan Sosial: Harus Kuat, Tapi Tidak Boleh Mengeluh

 

Sepanjang hidup, banyak pria dibesarkan dengan pesan 'Jangan cengeng'. Mereka diajarkan untuk menahan rasa sakit, tidak mengeluh, dan selalu terlihat kuat. Akibatnya? Ketika akhirnya mereka benar-benar sakit, tubuh dan emosi meledak bersamaan semacam 'hak cuti' yang akhirnya digunakan penuh-penuh.

 

Sosiolog dari University of Cambridge menjelaskan bahwa budaya maskulinitas sering menekan pria untuk menunjukkan ketangguhan, sehingga saat jatuh sakit, mereka merasa 'boleh' menjadi lemah sejenak. Fenomena ini sama seperti seseorang yang selama ini selalu terlihat kuat dan sabar di kantor, lalu tiba-tiba menangis di rumah hanya karena tidak bisa membuka tutup botol saus sambal. Yang keluar bukan soal sausnya, tapi akumulasi tekanan hidup.

 

 

Butuh Perhatian atau Validasi Emosi yang Tertunda?

 

Ketika sakit, beberapa pria bukan hanya butuh obat, tapi juga perhatian, validasi, dan ruang untuk merasa dimengerti. Psikolog asal AS, Dr. Ronald Levant, menyebut bahwa banyak pria cenderung mengalami alexithymia yakni kesulitan mengekspresikan emosi secara verbal. Oleh karena itu, saat tubuh mereka mulai 'memaksa istirahat', pria bisa secara tidak sadar mengubah sensasi fisik menjadi ekspresi emosional. Jadi, "Aku kayak mau mati" bisa berarti, “Aku butuh disayang, dipedulikan, dan diperhatikan.” Ini bukan soal lemah, tapi soal komunikasi emosi yang belum terlatih. Sama seperti laptop yang tiba-tiba error hanya karena tidak pernah dimatikan seminggu penuh.

 

Kembali ke studi Dr. Kyle Sue yang cukup viral itu. Ia meninjau berbagai penelitian imunologi dan menemukan bahwa laki-laki:

 

  • Lebih sering dirawat di rumah sakit karena flu.

  • Lebih tinggi risikonya meninggal karena infeksi virus pernapasan.

  • Butuh waktu pemulihan lebih lama dibanding perempuan.

 

Meskipun beberapa peneliti menyebut ini perlu dikaji lebih lanjut, hasil tersebut cukup membuka mata bahwa Man Flu bisa saja bukan sekadar bahan candaan.

 

 

Perlu Khawatir atau Tidak?

 

Meski terkesan dramatis, demam pada pria tidak selalu perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Namun, ada tanda-tanda bahaya yang tetap harus diperhatikan, baik pada pria maupun wanita:

 

  • Demam lebih dari 3 hari tidak turun.

  • Sulit bernapas atau dada terasa nyeri.

  • Linglung atau kesadaran menurun.

  • Tidak bisa makan/minum sama sekali.

 

Kalau gejala seperti itu muncul, tentu wajib ke dokter. Tapi kalau cuma bersin-bersin, badan pegal, dan ingin dibikinin teh hangat, ya itu masih wajar, dan sedikit kasih sayang bisa jadi obat tambahan.

 

 

Tips untuk Pria Saat Menghadapi Demam

 

  1. Terima bahwa tubuhmu sedang butuh istirahat.
    Jangan lawan—justru melawan bisa memperparah kondisi.

  2. Minum air hangat dan tidur cukup.
    Sepele, tapi sangat manjur.

  3. Jangan malu bilang butuh bantuan.
    Butuh dimasakin bubur? Bilang aja. Itu bukan kelemahan.

  4. Tunda pekerjaan jika memang tidak mampu.
    Tubuhmu bukan mesin fotokopi yang bisa dipaksa bekerja terus.

 

 

Tips untuk Pasangan dan Orang Terdekat

 

  • Berikan empati, bukan ejekan.
    Kadang pelukan lebih manjur daripada paracetamol.

  • Validasi rasa sakitnya, meski terlihat ‘berlebihan’.
    Jangan buru-buru bilang “kamu lebay”, cukup bilang, “Kamu pasti nggak nyaman ya?”

  • Tawarkan bantuan tanpa membuatnya merasa ‘lemah’.
    “Kamu butuh apa?” adalah kalimat sederhana tapi menenangkan.

 

Memang, ada sisi lucu dari pria yang rebahan seharian karena demam ringan. Tapi di balik itu, ada campuran biologi, budaya, dan emosi yang saling tumpang tindih. Pria bukan lebay, mereka hanya belum punya cukup ruang untuk belajar menunjukkan kelemahan dengan sehat.

 

Jadi lain kali ketika ada pria bilang, “Aku kayak mau mati,” mungkin yang ia maksud adalah, “Aku butuh waktu untuk pulih, dan boleh nggak aku lemah sebentar?” Lalu kita, bisa jadi orang pertama yang memberinya ruang itu.

 

 

Jika kamu menyukai artikel ini, jangan ragu bagikan ke teman atau pasanganmu. Siapa tahu, mereka jadi lebih paham dan kamu jadi lebih sabar saat harus bikin teh hangat lagi-lagi jam 2 pagi.