Tiket Konser Rp5 Juta Ludes dalam Hitungan Menit, Emosi atau Gengsi yang Bikin Kita Boros?

Ilustrasi konser musik
Sumber :
  • Pixaby

Lifestyle –Tahun 2025 di Indonesia menjadi saksi ledakan konser besar dari artis dunia hingga idol K‑pop dengan harga tiket termahal mencapai Rp5 hingga 7 juta. Fakta mengejutkan, tiket kategori premium ternyata ludes dalam hitungan menit.

5 Rahasia Frugal Living yang Jarang Diketahui, Bikin Keuangan Lebih Terkontrol!

Lantas muncul pertanyaan, Apa yang membuat orang tetap beli tiket mahal itu? Apakah murni karena cinta musik, atau ada motivasi psikologis dan tekanan sosial yang tersembunyi?

Seperti diketahui, pasca pandemi COVID-19 kita menyaksikan revival konser fisik—gelombang Maroon 5, Coldplay, Taylor Swift, hingga sederet artis K‑pop dan solois papan atas tampil di istora besar seperti JIS, GBK, dan Indonesia Arena.

Keuangan Aman di Era Digital, Panduan Gaya Hidup Finansial Cerdas

Konser kini berubah menjadi acara sosial yakni peluang reuni, status symbol, bahkan mood-lifter dari rutinitas kerja. Di satu sisi, mereka berfungsi sebagai escapism—cara lepas dari tekanan harian, dan di sisi lain, ajang selfie dengan lightstick dan poster artis. Mari bahas satu per-satu terkait dengan fenomena tersebut.

 

Otak dan Musik: Dopamin, Euforia, dan Antisipasi

Pesugihan demi Kekayaan, Mengapa Masih Banyak yang Tergoda Jalan Instan?

 

Menurut neuroscientist dan penulis This Is Your Brain on Music, Daniel J. Levitin musik memicu aktivitas di area otak yang sama seperti kebutuhan dasar: makan atau hubungan intim. Musik melepaskan dopamin dan bahkan bisa menyelaraskan gelombang otak orang banyak melalui sinkronisasi beat yang sama, demikian seperti dilansir weird.com. Konser menyajikan pengalaman multisensori yakni gelombang suara, cahaya, kerumunan yang tak bisa diduplikasi lewat streaming. Otak mengantisipasi momen itu, dan itu pun sudah cukup bikin euforia!

 

 

Gengsi Sosial & FOMO: Tekanan Tak Terlihat

 

FOMO (Fear of Missing Out) tersembunyi dalam bentuk tekanan 'Kalau nggak datang, berarti bukan fans sejati'. Unggahan foto/video di front row atau backstage menjadi validasi sosial. Psikolog dari Harvard Susan David menyoroti bahwa media sosial memperkuat persaingan tak kasat mata, meningkatkan rasa minder dan kebutuhan untuk terlihat eksis .

Dalam komunitas fandom, kehadiran langsung di konser dijadikan tolok ukur loyalitas, dan anak muda bahkan merasa 'hilang eksistensi' jika absen dari momen serupa.

 

 

Perilaku Konsumen: Emosi Mengalahkan Logika

 

Profesor perilaku konsumen dunia, Dan Ariely menjelaskan bahwa orang mudah menjustifikasi pengeluaran besar dengan memperlemah alasan rasional. Setelah membeli tiket utama, biaya tambahan seperti merchandise, transportasi, VIP—menjadi terasa ringan. 

Ia juga menyoroti fenomena scarcity, ketika tiket terbatas, secara psikologis kita menilainya lebih berharga, mendorong pembelian cepat dan impulsif. Akhirnya, orang rela menanggung cicilan, utang kartu kredit, atau PayLater—semuanya demi sensasi konser.

 

 

Abort or Not? Manfaat vs Risiko

 

Keuntungan emosional:

 

  • Kenangan seumur hidup: Konser membentuk memori kuat yang bisa dikenang bertahun-tahun.

  • Ikatan sosial & komunitas: Rasa kekeluargaan muncul lewat bernyanyi bersama dan bikin sorakan.

  • Self-care dan hiburan: Melarutkan tekanan kerja, meski hanya sementara.

 

Risiko Finansial:

 

  • Pengeluaran impulsif bisa mengacaukan keuangan, utang bisa menumpuk.

  • Pembenaran emosional membuat rasionalitas menipis.

  • Harus disadari, perasaan puas bisa cepat digantikan dengan penyesalan.

 

 

Tips Cerdas: Jangan Sampai Terjebak Impuls

 

  1. Jeda 24 Jam – Tahan diri sebelum klik “beli” untuk melihat apakah kamu benar ingin, bukan hanya karena tekanan.

  2. Evaluasi alasan pribadi – Apakah ini panggilan hati atau sekadar takut tidak keliatan di media sosial?

  3. Anggap sebagai hiburan, bukan investasi – Anggarkan sebagai bentuk self-care, bukan pengorbanan finansial.

  4. Kurangi cicilan/utang – Jika harus cicilan, pastikan jumlahnya tidak mengganggu kebutuhan pokok.

 

Konser memang memunculkan euforia, status, dan kenangan yang sulit dilupakan. Namun, penting untuk menyadari apakah dorongan kita datang dari emosi sehat atau tekanan sosial.

“Kalau media sosial tak ada—apakah kamu tetap ingin datang?”
Pertanyaan ini bisa bantu kita menimbang, apakah ini keputusan bijak atau hanya bentuk pembuktian diri? Dengan kesadaran emosional dan finansial, kita tetap bisa menikmati konser tanpa bayangan penyesalan.