Tahan Tangan, Gunakan Otak, Cara Hadapi Rekan Kerja Culas

Ilustrasi hadapi rekan kerja culas
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Punya rekan kerja culas dan manipulatif memang bisa bikin kepala panas. Mereka suka mengambil kredit ide, memutarbalikkan fakta, atau menjilat atasan dengan cara menjatuhkan orang lain. Rasanya wajar kalau dalam hati muncul keinginan untuk membalas atau bahkan memukul.

Melawan Rekan Kerja Culas dan Toxic dengan Elegan, Taktik Psikologi yang Efektif

Tapi, sebelum emosi meledak, ada baiknya kita ingat kekerasan hanya akan memperburuk posisi kita. Hal yang jauh lebih kuat adalah kemampuan mengendalikan diri, menyusun strategi komunikasi, dan menjaga reputasi profesional.

Artikel ini akan mengajak Anda untuk menahan tangan, menggunakan otak, dan membangun “tameng” yang efektif menghadapi kolega manipulatif.

5 Hal yang Dianggap Sepele Tapi Bisa Bikin Anak Jadi Manipulatif, Orang Tua Harus Waspada!

Pertama kita untuk mengenali pola rekan kerja kita yang culas dan jangan sampai terpancing dramanya. Manipulator punya pola khas:

  • Gaslighting – membuat orang lain meragukan diri sendiri.
  • Credit stealing – mengambil ide atau kerja keras orang lain seolah milik mereka.
  • Playing victim – berpura-pura jadi korban agar simpati jatuh padanya.
  • Divide and conquer – memecah belah tim untuk keuntungan pribadi.

Langkah pertama adalah mengamati dan mencatat. Jangan hanya berdasarkan perasaan, tetapi tuliskan kejadian, tanggal, siapa saja yang terlibat, dan dampaknya. Catatan ini kelak bisa jadi ‘senjata’ bila masalah harus diangkat ke atasan atau HR.

Tenang Sebelum Bertindak

Rahasia Membuat Rekan Kerja Culas Kapok dengan Cara Elegan!

Salah satu kesalahan paling umum ketika menghadapi kolega manipulatif adalah merespons dengan spontan. Akibatnya, kita terkesan emosional, padahal dialah yang salah. Beberapa teknik sederhana:

  • Tarik napas dalam 4–6 detik, hembuskan perlahan.
  • Jangan langsung balas email atau pesan provokatif, beri jeda 24 jam.
  • Ceritakan ke rekan tepercaya untuk mendapat perspektif lain.

Tujuannya sederhana yakni jangan biarkan mereka mengendalikan emosi kita.

Komunikasi Asertif: Tegas, Bukan Kasar

Saat waktunya berbicara, gunakan komunikasi asertif. Rumus yang bisa dipakai adalah SBI + Permintaan (Situation–Behavior–Impact + Request):

  • Situasi: “Dalam rapat klien kemarin…”
  • Perilaku: “…kamu menyebut ide X seolah berasal darimu…”
  • Dampak: “…klien memberi pujian padamu, padahal itu bagian saya; ini memengaruhi evaluasi kerja saya.”
  • Permintaan: “Ke depan, tolong sebutkan kontribusi sesuai pemiliknya, dan hari ini mohon kirim email klarifikasi ke klien.”

Dengan format ini, Anda tetap sopan, objektif, tapi jelas menegaskan batas.

Boundary Setting: Batasi Akses, Jaga Energi

Kalau sudah tahu kolega itu manipulatif, jangan beri mereka terlalu banyak ruang. Buat batas kerja yang jelas:

  • Informasi penting hanya dibagikan lewat dokumen bersama yang bisa dilacak.
  • Semua keputusan harus tertulis di email grup.
  • Tentukan waktu respons, misalnya: “Saya akan jawab besok jam 10.00.”

Juga penting untuk punya boundary mental yakni jangan berharap bisa mengubah orang tersebut. Fokus pada hal yang bisa Anda kontrol alur kerja, bukti, dan reputasi Anda.

“Kadang-kadang… mengubah seseorang dari musuh menjadi sekutu itu tidak realistis, dan Anda memang perlu belajar menetapkan batasan agar mereka tidak terus merusak karier dan reputasi Anda,” kata kontributor senior Harvard Business Review dan penulis Getting Along, Amy Gallo.

Amankan Kredit dan Reputasi

Jangan biarkan usaha Anda hilang begitu saja. Terapkan sistem jejak kertas (paper trail):

  • Kirim recap email setelah rapat dengan keputusan, pembagian tugas, dan tenggat waktu.
  • Gunakan dokumen kolaboratif agar riwayat edit bisa terlihat.
  • Jika ada pengambilalihan kredit, segera luruskan dengan cara sopan.

Amy Gallo menekankan pentingnya mengklaim kredit secara proaktif. Menurutnya, hal ini bukan sekadar soal ego, tapi soal melindungi nilai kerja Anda agar tidak dihapus orang lain.

Kapan Harus Melibatkan Atasan atau HR

Ada titik di mana komunikasi pribadi tidak cukup. Jika perilaku kolega sudah berulang, berdampak pada kinerja tim, atau bahkan melanggar kebijakan (diskriminasi, pelecehan), maka saatnya melapor. Langkah yang bijak:

  • Bawa bukti konkret: email, rekaman tugas, catatan kejadian.
  • Fokus pada dampak bisnis, bukan gosip personal.
  • Ajukan solusi spesifik, misalnya: mediasi, klarifikasi peran, atau pemisahan proyek.

Amy Gallo bahkan menyediakan lembar kerja khusus untuk membantu orang menentukan apakah sudah waktunya eskalasi. Ia menekankan bahwa melibatkan HR bukanlah kelemahan, melainkan langkah strategis jika dilakukan dengan bukti yang kuat.

Trik Perlindungan Sehari-Hari

Selain strategi besar, ada taktik kecil yang bisa dipakai setiap hari:

  • Aliansi diam-diam: libatkan rekan yang suportif sebagai saksi atau co-presenter.
  • Transparansi ke depan: kirim agenda rapat lebih dulu agar kontribusi terlihat jelas.
  • Batasi interaksi 1:1: arahkan diskusi ke forum resmi atau email bersama.
  • Bahasa tubuh tegas: berdiri tegak, bicara pelan tapi mantap, untuk menunjukkan kendali.

Kalau Semua Gagal, Pikirkan Langkah Strategis

Setelah semua upaya, bisa saja situasi tak kunjung membaik. Jika begitu, buat batas waktu evaluasi, misalnya 6–12 minggu. Bila tidak ada perubahan, mungkin waktunya memikirkan rotasi ke tim lain atau bahkan mencari peluang baru.

Langkah ini bukan berarti kalah. Justru menunjukkan bahwa Anda prioritas menjaga kesehatan mental dan karier jangka panjang.