Cara Menghadapi Anak Tantrum Tanpa Ikut Terbawa Emosi
- Freepik
Lifestyle –Tantrum merupakan salah satu tantangan terbesar dalam perjalanan parenting, terutama pada anak usia dini. Momen ketika anak menangis, menjerit, atau bahkan melempar barang di tempat umum bisa membuat orang tua merasa frustasi, malu, bahkan kehilangan kendali. Reaksi emosional semacam ini sering kali muncul bukan karena anak sulit diatur, melainkan karena orang tua merasa kewalahan, tidak tahu harus berbuat apa.
Padahal, memahami latar belakang tantrum dan cara menghadapinya dengan pendekatan pola asuh yang tepat justru dapat membantu mengelola situasi dengan lebih tenang dan konstruktif.
Secara perkembangan, tantrum adalah fase yang umum terjadi, terutama pada anak usia 1 hingga 5 tahun. Tantrum menjadi bentuk ekspresi ketika anak belum mampu mengomunikasikan emosi dan keinginannya secara verbal. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memahami akar dari perilaku ini sebelum memberikan respons.
Apa Itu Tantrum dan Mengapa Terjadi?
Tantrum adalah luapan emosi intens yang ditandai dengan menangis, berteriak, menjatuhkan diri ke lantai, atau bahkan melukai diri sendiri atau orang lain. Fenomena ini merupakan hal wajar dalam masa perkembangan anak dan seringkali disebabkan oleh ketidakmampuan anak mengelola rasa frustrasi, kelelahan, rasa lapar, atau keinginan yang tidak terpenuhi.
Perlu dibedakan antara tantrum yang terjadi secara spontan karena emosi dan tantrum yang bersifat manipulatif atau disengaja untuk mendapatkan sesuatu. Tantrum yang normal biasanya terjadi karena keterbatasan komunikasi atau regulasi emosi, sementara tantrum manipulatif cenderung muncul saat anak menyadari bahwa perilaku tersebut bisa digunakan untuk mendapatkan perhatian atau keinginan tertentu.
Dampak Emosional pada Orang Tua
Menghadapi anak yang sedang tantrum dapat memicu berbagai emosi dalam diri orang tua: marah, cemas, malu, atau bahkan tidak berdaya. Tidak jarang, orang tua merasa gagal dalam menerapkan pola asuh yang baik hanya karena tidak dapat meredakan tantrum anaknya.
Kondisi ini dapat berdampak buruk jika tidak dikelola dengan tepat. Respon emosional yang berlebihan dari orang tua, seperti membentak atau menghukum anak secara impulsif, justru akan memperburuk situasi. Oleh karena itu, salah satu kunci dalam parenting yang efektif adalah kemampuan orang tua untuk mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri sebelum menangani emosi anak.
Strategi Menghadapi Tantrum dengan Tetap Tenang
1. Tarik Napas dan Beri Jarak Emosional
Langkah pertama yang penting adalah menenangkan diri. Teknik pernapasan dalam bisa membantu menurunkan ketegangan. Tarik napas selama 4 detik, tahan 4 detik, lalu hembuskan perlahan selama 6 detik. Lakukan beberapa kali untuk menciptakan jarak emosional dari situasi yang memicu stres.
Tidak harus selalu langsung menenangkan anak. Memberi jeda beberapa detik atau menit untuk menenangkan diri sendiri justru membantu agar respons yang diberikan lebih bijak.
2. Validasi Perasaan Anak Tanpa Menyerah
Banyak orang tua salah mengartikan bahwa menunjukkan empati sama dengan memanjakan. Padahal, validasi emosi anak adalah bagian penting dalam mengajarkan keterampilan sosial dan emosional. Ucapan sederhana seperti “Ayah tahu kamu kecewa karena tidak boleh beli es krim sekarang” dapat membantu anak merasa dimengerti, yang pada gilirannya dapat meredakan intensitas emosinya.
Namun, penting untuk membedakan antara memvalidasi emosi dan memenuhi keinginannya secara tidak rasional. Batasan tetap harus ditegakkan dengan konsisten.
3. Hindari Bereaksi Berlebihan di Depan Umum
Saat tantrum terjadi di tempat umum, tekanan sosial sering kali memperburuk kondisi emosional orang tua. Tatapan orang lain bisa membuat orang tua merasa harus segera "menghentikan" perilaku anak, sehingga cenderung bereaksi kasar atau tergesa-gesa.
Solusinya adalah tetap fokus pada anak, bukan pada penilaian orang lain. Ingat bahwa anak membutuhkan ketenangan orang tuanya sebagai jangkar emosi, bukan reaksi panik.
4. Pahami Waktu yang Tepat untuk Menenangkan vs. Mengabaikan
Tidak semua tantrum harus langsung ditenangkan. Dalam beberapa kasus, terutama jika anak sudah terbiasa menggunakan tantrum untuk mendapatkan sesuatu, strategi yang tepat justru adalah membiarkan anak menenangkan diri tanpa intervensi berlebihan.
Sebaliknya, saat anak benar-benar merasa takut, sedih, atau kewalahan, pelukan atau sentuhan lembut bisa sangat membantu. Menyesuaikan respons dengan konteks dan usia anak menjadi bagian dari keterampilan pola asuh yang bijak.
5. Evaluasi Setelah Tantrum Usai
Tantrum bukan hanya peristiwa, tapi juga kesempatan belajar. Setelah anak tenang, ajak ia berbicara secara lembut dan jelas. Gunakan kalimat yang membantu anak mengenali emosinya seperti “Tadi kamu marah karena ingin main terus, ya?”
Ajarkan pula cara alternatif untuk mengekspresikan keinginan atau kekecewaannya. Misalnya dengan meminta tolong, berbicara dengan nada pelan, atau menarik perhatian dengan menyentuh lengan orang tua.
Peran Pola Asuh Positif dalam Mencegah Tantrum Berulang
Tantrum bisa dicegah atau dikurangi intensitasnya melalui pola asuh yang konsisten dan responsif. Menerapkan rutinitas harian yang teratur, memastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi (tidur, makan, stimulasi), serta memberi ruang untuk anak berekspresi merupakan langkah penting dalam parenting yang sehat.
Selain itu, orang tua juga bisa mulai mengenalkan konsep emosi melalui permainan, buku cerita, atau media visual. Semakin anak mengenal kosakata emosi, semakin besar kemampuannya untuk menyampaikan perasaan tanpa harus meledak-ledak.
Jika tantrum terjadi secara ekstrem, sangat sering, atau sampai membahayakan diri sendiri maupun orang lain, konsultasi dengan profesional seperti psikolog anak atau konselor keluarga bisa menjadi solusi tepat. Pendampingan ahli dapat membantu mengidentifikasi faktor pemicu spesifik dan merancang strategi intervensi yang sesuai.