Cara Gen Z Mengatasi Konflik Pasangan Setelah Punya Anak, Berhasil Damai?
- Freepik
Lifestyle –Kelahiran anak pertama sering kali menjadi momen yang sangat membahagiakan sekaligus menguji kekuatan relasi dalam rumah tangga. Banyak pasangan muda, khususnya dari generasi Z, menghadapi dinamika baru setelah memiliki anak, termasuk meningkatnya potensi konflik dengan pasangan.
Perubahan ritme hidup, kurangnya waktu pribadi, hingga perbedaan gaya pengasuhan dapat memicu ketegangan dalam hubungan. Bagi orang tua Gen Z—yang dikenal memiliki kesadaran tinggi terhadap isu mental health dan lebih terbuka dalam komunikasi—mengatasi konflik pasangan pasca kelahiran anak menjadi tantangan yang ditangani dengan pendekatan berbeda dari generasi sebelumnya.
Karakteristik Gen Z dalam Menghadapi Parenting dan Konflik Rumah Tangga
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kini mulai menjalani peran sebagai orang tua muda. Mereka tumbuh dalam era digital, terbiasa dengan akses informasi yang cepat, dan memiliki nilai-nilai yang menekankan kesetaraan, keseimbangan emosional, serta komunikasi terbuka. Dalam konteks parenting, Gen Z umumnya sangat peduli dengan gaya pengasuhan yang mindful dan berbasis bukti ilmiah.
Namun, ketika berhadapan dengan kenyataan menjadi orang tua, tantangan yang dihadapi tidak hanya sebatas merawat anak, tetapi juga menjaga kualitas hubungan dengan pasangan. Data dari berbagai survei menunjukkan bahwa kelahiran anak pertama sering kali memicu penurunan kepuasan dalam hubungan, yang dipicu oleh stres, kelelahan, dan kurangnya waktu berkualitas sebagai pasangan.
Bentuk Umum Konflik Pasangan Setelah Memiliki Anak
Konflik dalam rumah tangga bukanlah hal baru, namun dalam konteks pasangan muda Gen Z, bentuk konfliknya memiliki nuansa tersendiri. Salah satu pemicu utama adalah perbedaan pandangan tentang parenting. Misalnya, satu pihak cenderung mengikuti pola asuh yang berbasis pada kebiasaan keluarga besar, sementara pihak lain lebih memilih pendekatan modern seperti gentle parenting.