Unschooling: Apa yang Terjadi Jika Anak Belajar Tanpa Sekolah?
- iStock
Lifestyle – Unschooling, sebuah pendekatan pendidikan yang kini semakin populer di kalangan orang tua, menawarkan alternatif radikal dari sistem pendidikan formal. Berbeda dengan sekolah tradisional yang mengandalkan kurikulum terstruktur, jadwal ketat, dan ujian standar, unschooling membebaskan anak untuk belajar berdasarkan minat, keingintahuan, dan ritme alami mereka.
Konsep ini, yang pertama kali dipopulerkan oleh pendidik John Holt pada 1970-an, berfokus pada pembelajaran yang dipimpin oleh anak, tanpa paksaan atau batasan kurikulum. Di Indonesia, meskipun masih tergolong baru, unschooling mulai menarik perhatian keluarga yang mencari fleksibilitas dalam mendidik anak.
Apa Itu Unschooling?
Unschooling adalah metode pendidikan nonkonvensional yang menghilangkan struktur sekolah formal seperti kelas, buku teks wajib, atau penilaian standar. Dalam unschooling, anak didorong untuk mengejar minat mereka secara alami, baik itu melalui bermain, membaca, menjelajahi alam, atau terlibat dalam proyek kreatif.
Orang tua berperan sebagai fasilitator, bukan guru, yang membantu menyediakan sumber daya dan lingkungan yang mendukung pembelajaran. Misalnya, seorang anak yang tertarik pada astronomi mungkin menghabiskan waktu mengamati bintang, menonton dokumenter, atau bahkan membangun model tata surya, tanpa harus mengikuti silabus tertentu.
Filosofi unschooling didasarkan pada keyakinan bahwa anak-anak memiliki dorongan alami untuk belajar dan akan menyerap pengetahuan dengan lebih efektif ketika mereka memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi.
Menurut John Holt, pembelajaran yang dipaksakan sering kali menghambat kreativitas dan motivasi intrinsik anak. Dengan demikian, unschooling bertujuan untuk menciptakan lingkungan di mana anak belajar karena rasa ingin tahu, bukan karena tekanan eksternal.