Mitos dan Fakta Gentle Parenting, Apakah Benar Terlalu Lembut Membuat Anak Manja?

Ilustrasi bicara dengan anak
Sumber :
  • freepik

Lifestyle –Dalam diskusi seputar dunia parenting modern, istilah gentle parenting semakin sering dibicarakan, terutama oleh orang tua generasi milenial dan Gen Z. Dikenal sebagai pendekatan yang mengedepankan empati, komunikasi, dan kedekatan emosional antara orang tua dan anak, pola asuh ini menuai pujian sekaligus kritik. Sebagian orang menilainya sebagai pola asuh progresif, namun sebagian lain mengaitkannya dengan strawberry parenting, yakni pendekatan yang terlihat manis dan lembut, tapi dianggap lemah dalam membentuk ketahanan mental anak. 

Bahaya Media Sosial untuk Anak, Haruskah Indonesia Mengikuti Pola Asuh Orang Australia?

Pertanyaan penting pun muncul: apakah benar gentle parenting terlalu lembut dan membuat anak menjadi manja serta tidak siap menghadapi tantangan hidup?

Apa Itu Gentle Parenting?

Gentle parenting adalah pendekatan dalam pola asuh anak yang menekankan pada hubungan berbasis rasa hormat, pengertian emosional, dan disiplin positif. Konsep ini dipopulerkan oleh Sarah Ockwell-Smith, seorang ahli parenting asal Inggris, dalam bukunya The Gentle Parenting Book. Menurut Ockwell-Smith, gentle parenting berakar pada empat prinsip utama:

  1. Empati terhadap emosi anak
  2. Menghormati anak sebagai individu yang setara
  3. Disiplin dengan konsistensi, bukan hukuman
  4. Membangun koneksi, bukan dominasi
10 Tren Parenting 2025 dari Detoks Digital hingga FAFO, Mana yang Paling Tepat?

Gentle parenting berfokus pada membimbing anak, bukan mengendalikan. Berbeda dengan pendekatan otoriter yang menekankan kepatuhan mutlak, gentle parenting melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan dan mendorong otonomi.

Mitos Populer Tentang Gentle Parenting

Seiring meningkatnya popularitas gentle parenting, muncul pula sejumlah mitos yang menyebar luas, baik di media sosial maupun lingkungan masyarakat:

1. Gentle parenting = tidak ada disiplin

Bolehkah Ibu Menyusui Diet? Inilah Pantangan yang Harus Dipahami

Fakta: Gentle parenting bukan pendekatan permisif. Disiplin tetap diterapkan, namun dengan cara yang menghormati perkembangan emosional anak. Anak tetap belajar mengenai batasan, konsekuensi logis, dan tanggung jawab, bukan melalui hukuman fisik atau ancaman.

2. Anak yang diasuh dengan gentle parenting menjadi manja dan lemah mental

Fakta: Penelitian oleh Harvard University (Center on the Developing Child) menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh dukungan emosional dan aman cenderung memiliki executive function lebih baik, termasuk kemampuan mengatur emosi, fokus, dan berpikir kritis. Justru pola asuh kasar atau otoriter berisiko tinggi menyebabkan trauma psikologis dan perilaku agresif pada anak.

3. Pola asuh ini hanya cocok untuk budaya Barat

Fakta: Meskipun istilahnya berasal dari Barat, nilai-nilai gentle parenting seperti kasih sayang, kesabaran, dan penghormatan terhadap anak juga tercermin dalam budaya lokal Indonesia, misalnya dalam konsep asih-asah-asuh dalam budaya Jawa. Maka, penerapannya dapat disesuaikan secara kultural tanpa menghilangkan esensi utama.

4. Orang tua yang menerapkan gentle parenting terlalu memanjakan anak

Fakta: Gentle parenting bukan tentang menuruti semua keinginan anak. Ini tentang membimbing anak memahami alasan di balik aturan dan konsekuensi. Anak justru lebih belajar membuat keputusan yang bertanggung jawab karena mereka dilibatkan secara sadar dalam proses belajar sosial.

Fakta dan Bukti Ilmiah: Gentle Parenting dalam Perspektif Psikologi

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh suportif dan tidak menghukum secara fisik cenderung lebih sukses dalam regulasi emosi dan pencapaian akademis. Di sisi lain, penggunaan hukuman keras terbukti meningkatkan risiko masalah perilaku, depresi, serta rendahnya rasa percaya diri pada anak.

Studi longitudinal oleh Kochanska et al. (2005) menyimpulkan bahwa anak yang diasuh dengan pendekatan sensitif dan responsif pada masa awal kehidupan memiliki keterampilan sosial dan moral yang lebih baik ketika tumbuh dewasa.

Selain itu, peneliti dari University of California mengungkapkan bahwa pola asuh yang berbasis empati tidak hanya memperkuat ikatan emosional anak–orang tua, tetapi juga membentuk neural pathways di otak yang mendukung perkembangan empati dan kontrol diri.

"Lembut Tapi Tegas": Prinsip Disiplin Positif

Gentle parenting menerapkan disiplin positif, bukan hukuman. Misalnya, jika anak memukul saudaranya, orang tua tidak langsung menghukum, tetapi mengajak anak mengenali perasaannya dan memberikan alternatif perilaku. Contoh dialog:

"Kamu marah karena tidak dapat giliran main, tapi memukul bukan cara yang baik. Mari kita cari solusi bersama."

Pendekatan ini mengajarkan anak mengenali emosi, mengatur impuls, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif—keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan sosial.