Stop Asal Posting! Begini Cara Mengajarkan Anak Lindungi Privasi Online

Ilustrasi anak selfie
Sumber :
  • Freepik

Lifestyle –Seiring berkembangnya teknologi digital, tren berbagi kehidupan pribadi melalui media sosial menjadi fenomena global yang tak terelakkan. Salah satu bentuknya yang kini umum dilakukan oleh para orangtua adalah sharenting—yakni praktik membagikan foto, video, atau informasi pribadi anak secara daring. Mulai dari foto USG, momen pertama kali berjalan, hingga kegiatan sehari-hari anak menjadi konsumsi publik yang seringkali dilakukan tanpa pertimbangan panjang. Meski tampak tidak berbahaya, praktik ini memiliki implikasi serius terhadap privasi anak, terutama dalam jangka panjang.

Waspada! Postingan Orang Tua di Medsos Bisa Mengancam Masa Depan Anak

Di tengah perubahan dinamika digital, sudah saatnya orangtua melakukan transisi dari sharenting menuju pola asuh yang mengedepankan kesadaran digital. Tidak cukup hanya menjaga keamanan anak di dunia nyata, orangtua juga harus membekali anak dengan keterampilan untuk melindungi dirinya di ruang digital. 

Sharenting dan Dampaknya terhadap Privasi Anak

Sharenting pada dasarnya dilakukan dengan niat baik: berbagi kebahagiaan dan momen tumbuh kembang anak kepada kerabat dan teman. Namun, tindakan tersebut bisa membawa dampak serius. Dalam banyak kasus, data anak yang diunggah secara publik bisa dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Ancaman seperti pencurian identitas, penyalahgunaan wajah anak untuk konten tak senonoh, hingga pembentukan profil digital anak tanpa sepengetahuannya menjadi hal yang patut diwaspadai.

Panduan Sharenting untuk Orangtua Baru: Do’s and Don’ts di Media Sosial

Selain itu, anak-anak yang kehidupannya sudah terekspos sejak dini sering kali kehilangan kontrol atas narasi digital mereka. Ketika beranjak remaja atau dewasa, mereka mungkin merasa tidak nyaman dengan jejak digital yang telah dibuat oleh orangtuanya. Dalam konteks parenting modern, penting bagi orangtua untuk memahami bahwa anak juga memiliki hak atas privasinya sendiri, termasuk dalam ruang digital.

Literasi Digital: Kebutuhan dalam Pola Asuh Masa Kini

Anak-anak yang tumbuh di era digital memerlukan bekal literasi digital sejak dini. Literasi ini bukan hanya soal kemampuan menggunakan perangkat teknologi, tetapi juga pemahaman mengenai hak digital, data pribadi, keamanan informasi, dan etika berinteraksi di internet.

Stop! Jangan Asal Unggah Foto Anak, Ini Bahayanya yang Jarang Diketahui

Pola asuh berbasis kesadaran digital mendorong anak untuk berpikir kritis dan bijak saat berbagi informasi. Anak perlu memahami bahwa tidak semua hal layak untuk dibagikan, dan bahwa mereka berhak mengatakan “tidak” jika merasa tidak nyaman dengan eksposur digital. Parenting yang memperhatikan aspek ini akan membantu membentuk anak yang mandiri secara digital dan sadar terhadap risiko privasi di dunia maya.

Strategi Mengajarkan Anak Melindungi Privasi Digital

1. Mulai dari Obrolan Sehari-Hari

Momen kecil sehari-hari dapat dijadikan sebagai sarana edukasi. Misalnya, saat anak ingin mengambil foto selfie, orangtua dapat mengarahkan diskusi tentang siapa yang boleh melihat foto itu dan mengapa kita harus berhati-hati membagikannya. Dengan bahasa sederhana, anak bisa memahami konsep dasar privasi sejak usia dini.

2. Ajarkan Pentingnya Kata Sandi dan Informasi Rahasia

Orangtua perlu mengenalkan perbedaan antara informasi publik dan pribadi. Anak harus tahu bahwa nama lengkap, alamat rumah, nama sekolah, hingga foto lokasi saat ini termasuk data yang tidak boleh disebarluaskan sembarangan. Selain itu, penggunaan kata sandi yang kuat dan tidak membagikannya kepada siapa pun adalah kebiasaan yang perlu ditanamkan sedini mungkin.

3. Libatkan Anak dalam Pengambilan Keputusan Digital

Keterlibatan anak dalam keputusan apakah sebuah foto akan diunggah atau tidak memberi pesan penting: privasi mereka dihargai. Tanyakan pendapat anak sebelum membagikan konten yang melibatkan dirinya. Selain menumbuhkan rasa percaya diri, pendekatan ini juga mengajarkan tanggung jawab atas data pribadi mereka.

4. Gunakan Media Edukasi Interaktif

Buku anak, video edukasi, dan aplikasi yang didesain khusus untuk meningkatkan literasi digital dapat membantu proses belajar dengan cara yang menyenangkan. Beberapa platform bahkan menyediakan simulasi permainan untuk mengenali risiko berbagi informasi di internet. Ini menjadi alat bantu yang efektif, terutama bagi anak-anak usia sekolah dasar.

5. Jadilah Teladan dalam Etika Digital

Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Orangtua yang secara konsisten menjaga privasi diri sendiri, tidak membagikan informasi berlebihan, dan menghormati ruang digital orang lain akan menjadi contoh konkret bagi anak. Keteladanan ini lebih efektif daripada sekadar instruksi lisan, karena anak melihat langsung penerapan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Parenting Digital: Transisi Menuju Pola Asuh yang Lebih Bertanggung Jawab

Sharenting seharusnya tidak menjadi norma yang tak dipertanyakan. Orangtua perlu mengevaluasi ulang kebiasaan digital mereka dan menyadari bahwa pola asuh saat ini harus mencakup aspek perlindungan privasi. Anak-anak membutuhkan orangtua yang bukan hanya peduli pada kesehatan fisik dan emosional mereka, tetapi juga terhadap keamanan digital mereka.

Pola asuh berbasis kesadaran digital tidak hanya mempersiapkan anak menghadapi tantangan dunia maya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai seperti tanggung jawab, kepercayaan diri, dan penghargaan terhadap hak individu. Dalam jangka panjang, hal ini akan membentuk generasi yang cerdas, mandiri, dan bijak dalam menggunakan teknologi.